Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

MPI Minta Tenggang Waktu

Dewan stabilisasi ekonomi memutuskan untuk menaikkan pajak ekspor kayu bulat dari 10% jadi 20%. mpi (masyarakat perkayuan indonesia) minta tenggang waktu hingga harga yang sedang morosot ini, naik. (eb)

28 Januari 1978 | 00.00 WIB

MPI Minta Tenggang Waktu
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TIAP pemegang HPH (Hak Penguasaan Hutan), menurut persyaratan pemerintah RI, harus mendirikan industri kayu - minimal penggergajian (sawmill) - sesudah tiga tahun beroperasi. Ternyata dari kesemua 296 pemegang HPH, hanya 82 yang sudah membangun sawmill. Sebagian besar di antara mereka telah mengabaikan persyaratan itu, sedang pemerintah pun membiarkannya saja selama ini. Tapi kini pemerintah tampaknya mulai menciptakan suatu situasi dan kondisi di mana para pemegang HPH ditertibkan kembali. Maka menyempitlah ruang gerak mereka yang tadinya cuma berminat membabat hutan dan mengekspor kayu bulat (log), sedang mereka pada hakekatnya kini diharuskan supaya ikut menyumbang pada pembangunan industri kayu di Indonesia ini (lihat Rangsangan Itu Terbentur Tanf). Tapi, demiician komentar satu direktur perusahaan asing (PMA) pemegang HPH, "mungkin 50% saja yang akan bisa bertahan" sesudah adanya keputusan Dewan Stabilisasi Ekonomi tanggal 10 Januari yang lalu. Keputusan DSE itu segera disusul oleh instruksi Bank Indonesia kepada semua bank devisa guna melaksanakannya. Maka mulai 12 Januari bank devisa otomatis memungut pajak 20%, tadinya 10%, dari ekspor kayu bulat. Mulai tanggal itu juga MPO bertambah Rp 5 menjadi Rp 25 untuk tiap US$. Ini merupakan kejutan bagi Masyarakat Perkayuan Indonesia (MPI). Belum lama berselang MPI dikejutkan oleh peraturan pemerintah supaya mereka menabung US$1 dari tiap ekspor 1 M3 kayu bulat, yang berlaku mulai 2 Januari. Simpanan-wajib itu menambah cost of money tapi, tentu saja, dana tabungannya akan menguntungkan MPI juga dalam jangka panjang. Ketika pajak ekspor masih 10%, eksportir sudah sukar mencari untung pada bulan-bulan terakhir ini, karena harga penjualan menurun sebagai akibat banjirnya persediaan di Jepang (TEMPO, 24 Desember '77). Minggu lalu harga penjualan rata-rata ialah US$47 per M3, sedang harga patokan (pemerintah) ialah US$5 1. Eksportir sudah jarang sekali mendapat harga patokan yang di bawah harga penjualannya. Namun jika mau tetap juga mengekspor, ia terpaksa mematuhinya tapi harus membayar kembali selisih harga itu kepada si importir di luar negeri. Tapi ia masih akan bisa beruntung sedikit, mungkin pula pas-pasan, jika pajak ekspornya masih 10. Musiman Dengan pajak ekspor itu menjadi 20%, dan dengan harga penjualan yang rata-rata US$47 per M3 itu, eksportir mana pun akan mengalami kerugian. Namun ia mungkin bisa pas-pasan jika harga patokan itu merupakan harga penjualannya yang sebenarnya, tapi ini tak mungkin sampai akhir pekan lalu. Maka eksportir umumnya cenderung menunggu, sementara MPI mencoba meyakinkan pemerintah bahwa biaya produksi mereka memang tinggi. Bagi perusahaan besar, terutama PMA, yang bekerja lebih efisien, biaya produksi langsung mungkin masih bisa ditekan untuk tetap bertahan. Tapi hal yang paling memberatkan bagi semua perusahaan ialah iuran dan pungutan resmi yang berjumlah 13, termasuk simpanan wajib. Biaya produksi tak langsung inilah rupanya yang sedang diusahakan MPI supaya diturunkan pemerintah. Sekarang ini iuran-pungutan resmi yang 13 itu berlaku sama untuk semua kwalitas kayu bulat, sedang pihak MPI meminta supaya diadakan pembedaan terhadap berbagai kwalitas. Sepatutnya, menurut MPI, pungutan resmi itu supaya dikenakan sedikit untuk kayu kwalitas rendah karena harga penjualannya pun lebih rendah. Khusus terhadap kenaikan pajak ekspor menjadi 20%, MPI tampaknya sudah menyadari bahwa ini tak akan mungkin bisa ditawar lagi. 'Kalau bisa, kami cuma minta waktu pelaksanaannya ditunda 3 bulan lagi," kata Ketua Umum MPI, Taswin A. Natadiningrat kepada Yunus Kasim dari TEMPO. "Mbok kasihlah tenggang waktu." Tiga bulan lagi, demikian diramalkan, harga mungkin akan naik lagi ke atas US$50. Merosotnya harga dewasa ini bersifat musiman. Sementara itu MPI mengusulkan kepada para anggotanya supaya produksi kayu bulat dikurangi dengan 10%. Malaysia sudah terlebih dulu mengurangi produksi dan ekspor log-nya dengan tujuan meningkatkan industri kayunya secara bertahap. Menurut rencana Malaysia, ekspor log itu dikuranginya 5% pada tahun 1977, dan persentasenya naik secara progressif pada tahun tahun berikutnya sampai 1982 hanya mencapai 50%. Dari Malaysia Barat bahkan ekspornya sudah dilarang alila sekali. Pilipina pun pernah menang tapi ekspornya diizinkan kembali dari 1976 cuma 25% dari seluruh produksi kayu bulatnya. Pengurangan bertahap itu belum direncanakan di Indonesia. Tapi pasti ekspor log Indonesia akan turun dengan sendirinya setelah adanya kenaikan pajak itu. MPI menaksir bahwa pada tahun 1977 Indonesia mengekspor kayu bulat sebanyak 18 juta M3, di antaranya lebih 51% ke Jepang dan sisanya ke Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Eropa. Sehanyak 7 juta M3 lagi produksi kayu bulat itu dijual untuk industri kayu (penggergajian dan plywood) di dalam negeri. Menjadi persoalan ialah bagaimana jika jumlah 25 juta M3 itu tidak dipertahankan untuk tahun 1978 ini. "Kami khawatir," kata Direktur Eksekutif MPI, Sadikin Djajapercunda. "Para anggota MPI secara drastis mungkin akan mengurangi tenaga kerja."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus