Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Praktis Hanya Enam

Berdasarkan menpedag no.10 thn 78, 17 jenis komoditi ekspor mendapat fasilitas usance l/c, al kerajinan rakyat. lebih cocok memakai red clause l/c, yang kini sedang dikembangkan oleh bpen. (eb)

28 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKSPORTIR selalu mengeluh bahwa daya saingnya lemah di luar negeri. Lemah itu rupanya, berdasar SK Menteri Perdagangan no. 10/Kp/1/1978, bisa diperkuat sedikit dengan fasilitas usance L/C atau wesel berjangka. Tidak semua komoditi ekspor boleh memakai fasilitas itu, tapi cuma 17 jenis saja yang dizinkan. Sebelas jenis di antaranya adalah barang kerajinan. Sisanya adalah dua barang pertanian (tembakau, khusus untuk pelelangan Bremen dan teh), dua barang industri (pupuk urea dan ZA), dan dua barang pertambangan (timah dan ferro-nickel). Cuma itu saja, padahal banyak jenis lain yang juga minta diperkuat. Red Clause Bisakah diperbanyak jenisnya? Minggu lalu TEMPO mendengar mereka dari Asosiasi Produsen Hasil Kayu Indonesia (APHKI), umpamanya bertanya demikian. Golongan produsen ini mau mengekspor mebel yang belum termasuk fasilitas usance L/C. Dan karena usul APHKI sedang dipertimbangkan oleh Departemen Perdagangan, maka angka 17 itu mungkin masih akan dilampaui. Direktur Ekspor Departemen Perdagangan, Muchtar, mengatakan bahwa pertimbangan selalu diberikan pada barang ekspor asalkan ia kecil sekali mendapat claim dari pembeli di luar negeri dan masih memerlukan usaha promosi. Ekspor barang kerajinan rakyat (sampai 11 jenis) sesungguhnya belum memerlukan usance L/C pada tahap sekarang. Produsennya kecil dan penjualannya di pasar luar negeri juga kecil. Eksportir yang menampung barang kerajinan itu pun biasanya belum memiliki stok besar. Untuk eksportir kerajinan ini, Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) sudah mulai mengembangkan red clause L/C yang bekerja a.l. begini: Eksportir-produsen menerima uang terlebih dulu, sedang pengiriman barang belakangan. Pembeli, misalnya, dari Amerika Serikat dan Jerman Barat membayar uang panjar sebanyak 70%. Bahkan ada di antara pembeli itu yang menempatkan orangnya di Indonesia sekedar untuk menunggu selesai terkumpul pesanan yang kecil-kecil itu. Sebaliknya usance L/C adalah cocok untuk eksportir yang memiliki stok besar. Dengan fasilitas ini importir di luar negeri tidak perlu segera membayar tunai (dan tanpa uang panjar) sedang eksportir di sini menerima wesel berjangka 3-6 bulan setelah barang naik ke atas kapal dan berangkat. Wesel itu memang boleh segera diuangkan di bank devisa tapi, tentu saja, dengan diskonto yang berarti ada pemotongan sekian persen. Diskonto itu masih belum ditetapkan berapa oleh Bank Indonesia tapi diduga akan berlaku untuknya sukubunga kredit ekspor yang 12% setahun. Bahwa usance L/C akan memperkuat daya saing, eksportir melihatnya. Ia tertolong sedikit dalam cost of money (beban biaya). Tapi persoalan kini ialah penentuan jenis komoditi yang paling mendesak supaya diperkuat oleh fasilitas usance L/C. Barang kerajinan ternyata lebih memerlukall red clause L/C. Jadi praktis cuma enam jenis yang bisa menikmati fasilitas wesel berjangka itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus