Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

MUI Minta PPN 12 Persen Ditunda: Tak Sesuai Amanat Konstitusi, Buat Daya Beli Masyarakat Menurun

MUI menilai PPN 12 persen akan menurunkan daya beli dan kemakmuran dunia usaha serta masyarakat. Aturan ini juga tak sesuai amanat konstitusi.

26 Desember 2024 | 13.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi unjuk rasa Warga Sipil Menggugat menuntut pemerintah membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 di depan Istana Negara, Jakarta, 19 Desember 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta pemerintah menunda penerapan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen. Pasalnya, ia menilai kenaikan pajak itu akan menurunkan daya beli dan kemakmuran dunia usaha serta masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jika daya beli masyarakat menurun maka tingkat keuntungan pengusaha dan kesejahteraan serta kemakmuran masyarakat tentu juga akan menurun,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis, 26 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anwar Abbas mengatakan kekhawatiran terbesar masyarakat dan dunia usaha adalah kenaikan pajak akan mengakibatkan harga-harga barang dan jasa turut melonjak. Kenaikan harga-harga ini yang mendorong penurunan daya beli dan kemakmuran.

Padahal, ulama yang juga menjabat Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini mengatakan penurunan daya beli dan kemakmuran masyarakat jelas tak sesuai dengan amanat konstitusi. Musababnya, konstitusi meminta tindakan dan kebijakan pemerintah diarahkan bagi terciptanya kemakmuran rakyat.

Karena itu, Anwar Abbas mengatakan, sebaiknya pemerintah menunda pelaksanaan kenaikan PPN 12 persen sampai keadaan dunia usaha dan ekonomi masyarakat mendukung untuk pelaksanaaan kebijakan itu. Hal ini mengungat kenaikan PPN  ini terkait erat dengan kehidupan rakyat banyak.

Anwar Abbas menambahkan, penundaan PPN 12 persen ini penting mengingat janji Presiden Prabowo Subianto membuat kebijakan yang prorakyat. Ia mengatakan, kenaikan PPN di saat trust masyarakat kepada pemerintah belum begitu kuat dan dunia usaha sedang lesu karena daya beli masyarakat menurun, jelas tidak tepat.

“Jika pemerintah tetap memaksakan pemberlakuan undang-undang tersebut pada 1 Januari besok maka hal demikian jelas menjadi tanda tanya,” ujar eks Sekretaris Jenderal MUI ini.

Kenaikan PPN menjadi 11 persen pada Januari 2025 merupakan kenaikan kedua setelah PPN naik menjadi 11 persen pada April 2022. Selama berdekade sebelumnya, tarif PPN konstan di angka 10 persen sejak 1983.

Sampai saat ini, pemerintah belum mengumumkan barang dan jasa apa saja yang akan dikenai tarif PPN 12 persen. Tapi mereka mengklaim tarif itu hanya akan dikenakan kepada barang dan jasa mewah. Apa saja barang dan jasa mewah itu, sampai saat ini belum jelas.

Yang jelas, barang-barang yang akan dikecualikan dari kenaikan tarif PPN itu. Barang-barang itu terutama bahan-bahan pokok penting, yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan MinyaKita. Tarif PPN barang-barang ini tetap 11 persen.

Alasan pemerintah menaikkan tarif PPN, di luar kewajiban melaksanakan undang-undang, disinyalir bertujuan meningkatkan penerimaan perpajakan yang stagnan dalam satu dekade terakhir. Peningkatan penerimaan diperlukan pemerintah untuk menbiayai seabrek program-program mereka yang beranggaran jumbo.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus