Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Neraca Perdagangan Kembali Jeblok

Impor minyak dan gas defisit US$ 1,43 miliar selama Oktober 2018.

16 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Neraca Perdagangan Kembali Jeblok

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Neraca perdagangan Oktober kembali defisit sebesar US$ 1,82 miliar akibat pembengkakan impor minyak dan gas bumi sebesar US$ 1,43 miliar dan nonmigas US$ 0,39 miliar. Neraca selama bulan lalu memburuk dibanding September, yang mencatat surplus US$ 0,23 miliar. "Adapun neraca perdagangan Januari-Oktober 2018 defisit US$ 5,51 miliar," ujar Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menuturkan belum ada dampak signifikan dari kebijakan pemerintah untuk memperbaiki neraca perdagangan, seperti menekan impor. Adapun beberapa kebijakan untuk menekan impor yang sudah dijalankan pemerintah antara lain mengendalikan 1.147 komoditas impor barang konsumsi melalui tarif PPh impor, program B20 untuk mengurangi impor migas, serta mengkaji ulang proyek infrastruktur dengan kandungan impor tinggi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Suhariyanto, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak bisa serta-merta terasa dampaknya secara instan. Butuh waktu yang cukup panjang untuk melihat dampak yang signifikan. BPS mencatat adanya pengurangan impor terhadap komoditas yang dikendalikan sebesar 0,62 persen selama September-Oktober. "Ini arah yang bagus. Namun untuk terimplementasi secara penuh belum terlihat. Butuh waktu," ujarnya. "Kami harap ke depan dampaknya akan terlihat, termasuk kebijakan B20 dan sebagainya."

Ekspor Indonesia pada Oktober 2018 meningkat 5,87 persen dibanding September. Apabila dibanding Oktober 2017, ekspor meningkat 3,59 persen. Peningkatan ekspor migas disebabkan oleh meningkatnya ekspor gas 49,30 persen menjadi US$ 952,2 juta. Sedangkan ekspor minyak mentah turun 9,87 persen menjadi US$ 418,8 juta dan ekspor hasil minyak turun 39,86 persen menjadi US$ 110,6 juta.

Namun kenaikan ekspor belum mampu menopang laju impor yang mencapai US$ 17,62 miliar. Terjadi kenaikan nilai impor sebesar 20,60 persen dibanding September 2018. Apabila dibanding Oktober 2017, nilai impor naik 23,66 persen. 

Suhariyanto menuturkan lonjakan nilai impor terjadi lantaran adanya kenaikan nilai impor migas sebesar US$ 617,8 juta atau 26,97 persen. Selain itu, kenaikan impor nonmigas sebesar US$ 2.392,1 juta atau kenaikan 19,42 persen juga memicu pelebaran defisit neraca berjalan.

Jika dilihat dari penggunaan barang, BPS mencatat peningkatan paling tinggi digunakan sebagai bahan baku atau penolong sebesar 22,59 persen terhadap September lalu menjadi US$ 13,37 miliar. Angka tersebut naik 23,10 persen bila dibanding Oktober tahun lalu. Angka itu turut menyumbang defisit nonmigas. "Impor bahan baku memang tinggi. Tentunya kami berharap ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri," ujar Suhariyanto. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan kenaikan impor berkontribusi terhadap defisitnya neraca transaksi berjalan pada triwulan III 2018. Pelebaran defisit tersebut dinilai sejalan dengan menguatnya permintaan domestik. Adapun defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 tercatat sebesar US$ 8,8 miliar atau naik 3,37 persen produk domestik bruto (PDB), lebih tinggi dibanding defisit triwulan sebelumnya sebesar US$ 8,0 miliar atau 3,02 persen PDB.

"Kenaikan defisit transaksi berjalan, antara lain, dipengaruhi kenaikan impor yang berkaitan dengan proyek infrastruktur pemerintah yang diyakini dapat meningkatkan produktivitas perekonomian ke depan," ujar Perry. 

Meski begitu, Perry menuturkan, neraca transaksi modal dan finansial pada triwulan III 2018 mencatat surplus yang cukup besar, yakni US$ 4,2 miliar. Kondisi tersebut, kata dia, didukung oleh peningkatan aliran masuk investasi langsung. Secara keseluruhan, Perry menuturkan, defisit transaksi berjalan pada tahun ini diperkirakan tetap berada di level yang aman, yakni di bawah 3 persen PDB.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, menuturkan lemahnya nilai ekspor dipicu oleh nilai barang mentah yang mengalami penurunan cukup dalam dibanding bulan sebelumnya. Ia menilai hal tersebut terjadi seiring dengan pelemahan permintaan di Korea, India, dan Jepang. Bhima menilai ekspor elektronik terhadap negara itu turun terkena imbas perang dagang sehingga mengurangi permintaan barang dari Indonesia.

Adapun pembengkakan impor terjadi dipicu oleh kenaikan volume impor migas untuk memenuhi kebutuhan Natal dan tahun baru. Secara musiman, impor migas bisa terus bengkak hingga Desember. Di sisi lain, menjelang pemilu, pemerintah menggenjot realisasi belanja infrastruktur. Bhima menilai hal tersebut terlihat dari impor besi baja yang naik 48,7 persen dan mesin atau peralatan listrik yang tumbuh 18,4 persen. "Jadi bisa disimpulkan migas dan proyek infrastruktur berkontribusi terhadap defisit perdagangan," ujar Bhima. LARISSA HUDA


Kembali Minus
 
Neraca perdagangan kembali minus periode Oktober 2018 sebesar US$ 1,82 miliar setelah mencatat surplus pada September sebesar US$ 0,31 miliar. Impor minyak dan produk minyak masih menjadi penyumbang terbesar defisit perdagangan selama bulan lalu.

Neraca Perdagangan 2018

Ekspor-Impor Indonesia Oktober 2018 (US$ miliar)

Komoditas Migas

Komoditas Non-Migas

Neraca Perdagangan Kembali Jeblok Infografis

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus