Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ngotot mengejar setoran

Penarikan iuran tv oleh pt mekatama raya masih sem raut karena jaringannya belum seluas perum pos dan giro. tvri menetapkan target kepada mekatama sebe- sar rp 90 milyar. tahun depan dirundingkan lagi.

20 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penarikan iuran TV oleh swasta masih semrawut. Tapi Mekatama Raya ditargetkan mengumpulkan iuran yang Rp 20 milyar lebih besar. AMBISI besar, tenaga kurang? Itulah pemeo yang mungkin tepat untuk menggambarkan kondisi PT Mekatama Raya, sebuah perusahaan swasta yang tahun lalu ditunjuk Pemerintah untuk mengumpulkan iuran televisi. Soalnya, jaringan Mekatama belumlah seluas jaringan yang dimiliki Perum Pos dan Giro, padahal ia harus memungut iuran dari enam juta pemilik TV yang terdaftar. Dahulu, tugas mengumpulkan iuran dibebankan pada Perum Pos dan Giro, dan BUMN ini ternyata hanya bisa memasukkan iuran sekitar Rp 70 milyar. Karena Pemerintah menginginkan jumlah lebih besar, akhir tahun lalu, tugas pemungutan dialihkan ke PT Mekatama Raya yang diperkirakan bisa bekerja lebih agresif. Adapun perusahaan swasta yang dimotori oleh beberapa pengusaha -- antara lain Sudwikatmono, Sigit Hardjojudanto, dan Henry Pribadi -- diharapkan akan mampu mendongkrak hasil iuran menjadi sekitar Rp 80-Rp 100 milyar. Tapi apa yang terjadi? Ketika per 1 April lalu Mekatama menerima "tongkat penagihan", banyak "pembayar iuran yang berdisiplin tinggi" merasa dikecewakan. Soalnya, penagih yang diharapkan datang ke rumah mereka tak kunjung muncul, sedangkan membayar ke kantor sudah tak mungkin lagi. Kini, di setiap kantor pos, terpasang pengumuman yang menyatakan tempat itu bukan lagi tempat pembayaran iuran TV. "Masyarakat kini kebingungan, dan kami tidak dapat memberikan penjelasan kepada mereka. Wong kami sendiri tidak tahu membayar iuran TV itu di mana," kata Sumaryono dari bagian Humas Perum Pos dan Giro. Akibatnya, seperti disiarkan banyak media, hampir sebagian besar pemilik TV (hingga akhir bulan ini) dipastikan belum membayar iuran untuk bulan April. Semua keterlambatan ternyata berpangkal pada Mekatama, yang aparat penagihannya belum siap. Kantor Cabang Mekatama di Jawa Barat, misalnya, hingga saat ini masih direnovasi. Begitu pula kantor-kantor cabang Ja-Tim, Bali, NTB, NTT, Maluku, Ir-Ja, dan Sum-Ut. "Kami memang bangun kesiangan," kata Jazid, Direktur Operasi PT Mekatama Wilayah V di Surabaya. Pengakuan serupa juga diutarakan oleh Wahyu Sukotjo, Direktur utama PT Mekatama Raya Pusat. Menurut Wahyu, sebenarnya, pihak Mekatama sudah berhak melakukan penagihan sejak Januari 1991. Tapi, karena perjanjian dengan TVRI baru diteken Desember, praktis, Mekatama hanya memiliki masa tenggang (untuk melakukan persiapan) sekitar 10 hari. Dan itu tidak mungkin. Akhirnya, Mekatama menjalin kerja sama dengan Pos dan Giro untuk masa tiga bulan, hingga akhir Maret 1991. Ternyata, tiga bulan tidak cukup. Alasannya, karena Mekatama "bergerak dari nol". Untuk memperoleh data akurat tentang jumlah pesawat TV di seluruh Tanah Air, misalnya, Mekatama harus mempersiapkan lima wilayah kerja. Padahal, di setiap wilayah minimal ada 1,2 juta pesawat TV yang harus didata. Untuk itu, perlu dipersiapkan sekitar 11 ribu tenaga pendata/penagih, selain dianggap perlu untuk menjalin kerja sama antara Mekatama dan organisasi-organisasi Karang Taruna di 70 ribu desa, RT, bahkan juga kantor-kantor pos di berbagai pelosok. Mengapa lagi-lagi ke kantor pos? "Saya kira mereka (kantor pos di daerah terpencil) akan dengan senang hati membantu," ujar Wahyu. Di samping itu, kerja sama dengan beberapa bank (seperti Bank Duta, BBD, BRI, dan Bank Subentra) pun kini sudah dijalin. Bahkan di beberapa daerah di Jakarta, bank-bank itu sudah mulai melakukan penagihan dari pintu ke pintu. Dari gerak awal -- kendati menimbulkan keresahan di kalangan pembayar iuran -- Mekatama rupanya tidak mau setengah-setengah. Terutama dalam mendata jumlah televisi yang diperkirakan oleh Wahyu semuanya ada 8 juta buah. Atau, 2 juta lebih banyak dari yang didata Pos dan Giro. Mungkin juga lebih, mengingat jumlah pelanggan PLN telah mencapai sekitar 9 juta sambungan. Selain itu, Mekatama memperkirakan jumlah TV akan bertambah setengah juta buah dalam setiap tahunnya. Sementara itu, hotel-hotel, yang semula hanya diwajibkan membayar iuran untuk lima buah pesawat TV, kini diharuskan mendaftarkan semua pesawatnya. Bayangkan, kalau satu kamar saja ada sebuah TV, berapa ratus ribu TV (sesuai dengan jumlah kamar hotel) yang akan bertambah sebagai pembayar iuran. Sebuah upaya habis-habisan? Itu jelas. Bahkan, untuk menarik pembayar -- yang selama ini "menyembunyikan" TV-nya, selain diberlakukan pemutihan (artinya tak ada denda bagi penunggak), Mekatama juga menyediakan iming-iming hadiah senilai Rp 500 juta. Setiap penyetor iuran dengan kelipatan Rp 500, kini akan memperoleh selembar kupon untuk memperebutkan 22.275 hadiah yang akan diundi setiap tiga bulan sekali. Melihat jumlah hadiah, jangka waktu pengundian, dan prosesnya, tak bisa tidak persis sama dengan tabungan berhadiah yang diselenggarakan oleh bank-bank. Tampaknya, Mekatama harus melancarkan semua jurusnya -- itu kalau mau untung. Sebab, kerja sama yang dijalinnya dengan TVRI tidak sama dengan kerja sama TVRI dan Perum Pos. Dahulu, Perum Pos yang menyetorkan iuran sebesar Rp 70 milyar, hanya memperoleh komisi 10%. Nah, kini, TVRI menetapkan target setoran kepada Mekatama sebesar Rp 90 milyar. Dan jumlah ini masih harus dirundingkan kembali tahun depan, setelah jumlah TV yang ada di Indonesia selesai didata. Menurut Direktur Televisi, Ishadi, cara ini lebih baik daripada yang dahulu. Alasannya, dengan jumlah iuran yang pasti, "Kami bisa menyusun anggaran secara tepat." Budi Kusumah dan Biro-Biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus