Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Outlook 2025: Menanti Perkembangan Infrastruktur Kendaraan Listrik

Penjualan kendaraan listrik dalam negeri diprediksi tetap bertumbuh pada 2025. Infrastruktur pendukungnya masih minim.

21 Januari 2025 | 11.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Test drive mobil listrik Wuling Cloud EV. (Dok Wuling)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Ambisi pemerintah meningkatkan populasi kendaraan listrik di Indonesia masih menghadapi tantangan pada 2025. Meski ada proyeksi penjualan kendaraan listrik kembali meningkat tahun ini, jumlah mobil dan motor listrik yang beredar pada awal 2025 masih berada di sekitar 200 ribuan. Angka tersebut masih sangat jauh dari target pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau kami lihat dari roadmap yang ada, kami menargetkan 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik di tahun 2030," kata Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Dendy Apriandi saat ditemui di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan pada Selasa, 14 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan data sistem sertifikasi registrasi uji tipe (SRUT) Kementerian Perhubungan hingga November 2024, ada 195.084 kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Indonesia. Jumlah itu terdiri dari 160.578 unit motor listik, 33.555 unit mobil listrik, dan 951 unit kendaraan listrik lainnya.

Target jangka panjang pemerintah menambah populasi kendaraan listrik pun masih jauh dari kenyataan. Saat ini, populasi mobil listrik yang ada hanya memenuhi 1,67 persen dari target tahun 2030 sebesar 2 juta unit. Sementara jumlah motor listrik baru mencapai 1,23 persen dari target 13 juta unit.

Diskon Pajak Kendaraan Listrik 2025

Tahun ini, pemerintah kembali berupaya mendongkrak penjualan kendaraan listrik melalui berbagai insentif. Kementerian Keuangan memperpanjang pemberian insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah sebesar 100 persen untuk impor mobil listrik pada 2025. Kebijakan tersebut sebelumnya telah berlaku pada 2024.

Artinya, perusahaan pengimpor mobil listrik tak perlu membayar PPnBM sebesar 12 persen saat membawa masuk produk KBLBB ke Indonesia. Insentif ini berlaku bagi merek mobil listrik pabrikan global yang berkomitmen membangun unit produksi di Indonesia. Dengan demikian, pengimpor mobil listrik bisa mematok harga lebih murah di dalam negeri karena tidak terbebani pajak barang mewah.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2024 yang merupakan perpanjangan insentif pajak tahun sebelumnya. Selain PPnBM ditanggung pemerintah, mobil listrik impor juga mendapatkan insentif bea masuk nol persen.

Untuk pembeli retail atau konsumen akhir, pemerintah memberikan insentif PPnBM DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan baterai listrik atau battery electric vehicle (BEV). Diskon pajak tersebut juga telah berlaku dari tahun sebelumnya dan diperpanjang untuk satu tahun ke depan.

BEV adalah tipe kendaraan listrik yang menggunakan baterai sebagai satu-satunya sumber tenaga, seperti BYD M6 dan Wuling Binguo EV yang menempati posisi paling atas kendaraan BEV terlaris di Indonesia pada 2024. Sementara itu, mobil hybrid memiliki mesin pembakaran internal dan motor listrik yang berfungsi bersamaan. Namun, baterai mobil hybrid tidak dapat diisi ulang dengan pengisi daya listrik. Adapun mobil hybrid paling laris pada 2024 adalah model Toyota Kijang Innova Zenix dan Suzuki XL7 Hybrid.

Konsumen BEV hanya perlu membayar PPnBM sebesar 2 persen dari total 12 persen karena sisanya ditanggung pemerintah. Angka tersebut lebih besar dari tahun sebelumnya karena terpengaruh kenaikan PPnBM dari 11 persen menjadi 12 persen yang berlaku sejak 1 Januari lalu. Adapun untuk mobil listrik hybrid, diskon PPnBM bagi konsumen pada 2025 adalah sebesar 3 persen.

Sedangkan untuk insentif kendaraan listrik roda dua, pemerintah saat ini tengah memformulasikan skema baru pada 2025. Pada 2024, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7 juta untuk 60 ribu unit motor listrik yang ada di pasaran.

Berdasarkan laman sistem informasi bantuan pembelian kendaraan bermotor listrik roda dua (Sisapira), sebanyak 63.146 unit produk motor listrik telah terjual menggunakan subsidi tersebut pada tahun lalu. Kementerian Perindustrian kemudian mengusulkan skema baru untuk penjualan motor listrik melalui diskon pajak PPN DTP, mirip insentif mobil listrik untuk 2025.

Pengguna motor listrik Vmoto di Indonesia bisa menekan biaya hingga $500 per tahun. (Foto: Vmoto)

Proyeksi Pasar Kendaraan Listrik 2025

Dengan berbagai insentif pajak yang diberikan pemerintah, penjualan kendaraan listrik di Indonesia diprediksi akan kembali bertumbuh pada 2025. Khususnya untuk pembelian wholesale (dari produsen ke dealer) mobil listrik BEV yang bebas PPnBM dan bea masuk impor. Meski begitu, jumlah penjualan mobil hybrid diproyeksikan masih mendapat porsi lebih besar dibanding BEV.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memperkirakan pembelian wholesale mobil listrik pada 2025 bisa mencapai 45.000 unit untuk BEV dan 65.000 unit untuk jenis hybrid. Jumlah tersebut meningkat dari penjualan wholesale 2024, yaitu 43.188 unit BEV dan 59.903 unit hybrid. Sementara itu, mobil hybrid dengan total penjualan 59.903 unit memenuhi 6,9 persen penjualan mobil nasional.

Kendati jumlahnya masih bertumbuh, data Gaikindo menunjukkan kontribusi penjualan BEV terhadap total penjualan mobil di Tanah Air pada 2024 masih minim. Penjualan 43.188 unit BEV tahun lalu hanya sebesar 4,98 persen jika dibandingkan penjualan mobil di Indonesia yang mencapai 865.723 unit.

Sementara itu, penjualan motor listrik pada awal 2025 tidak sekencang tahun sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya kepastian keberlanjutan subsidi pembelian motor listrik dari pemerintah.

Tahun ini, pemerintah berencana mengganti skema subsidi pembelian motor listrik yang telah berlaku sejak 2023. Subsidi motor listrik kemungkinan akan digantikan dengan insentif pembelian berupa diskon pajak. "Mungkin tahun ini skemanya akan berbeda. Bukan subsidi lagi tapi lewat insentif," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Setia Diarta pada 14 Januari 2025.

Kendati telah mengajukan skema baru, Setia tidak mengungkapkan waktu implementasi insentif PPN DTP untuk motor listrik. "Kami sedang proses, sedang mengusulkan," ujar Setia.

SPKLU Voltron. (Dok Voltron)

Tantangan Infrastruktur Pendukung

Jika pemerintah ingin memenuhi target 15 juta unit populasi kendaraan listrik pada 2030, pemberian insentif pajak bukanlah faktor utama yang bisa meningkatkan penjualan kepada konsumen secara pesat. Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Dendy Apriandi mengakui kebijakan insentif pajak hanya merupakan pemanis untuk dealer dan konsumen.

Beberapa faktor yang lebih menentukan, kata Dendy, adalah daya beli konsumen, pertumbuhan pasar, hingga pertumbuhan ekonomi domestik. "Karena kita memiliki kekurangan-kekurangan dari sisi yang lain tadi, insentif ini adalah penambalnya. Insentif ini adalah sweetener, gula-gulanya, agar tetap menarik buat investor," kata Dendy pada 14 Januari 2025.

Dendy berujar Indonesia harus menyiapkan ekosistem pendukung yang kuat jika ingin pasar kendaraan listrik Tanah Air bertumbuh pesat. Salah satu yang bisa dilakukan, kata Dendy, adalah dengan menambah jumlah Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Tanah Air. Ketersediaan SPKLU dipercaya menjadi salah satu faktor yang bisa meningkatkan permintaan pasar untuk kendaraan listrik di dalam negeri.

Pengamat otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, menilai ketersediaan SPKLU untuk kendaraan listrik di Indonesia masih menjadi tantangan pada tahun ini. "Tantangan di tahun 2025 masih berkutat kepada ketersediaan dan persebaran SPKLU," kata Yannes pada 17 Januari 2025.

Yannes berujar SPKLU di Indonesia masih belum cukup mudah diakses pengguna kendaraan listrik. "Meskipun pertumbuhannya didorong oleh pemerintah dan swasta, jumlah SPKLU di Indonesia masih belum ideal dan belum merata, terutama di luar Pulau Jawa," ujar dia.

Yannes mengatakan pengguna mobil listrik masih lebih mengandalkan pengisi daya milik pribadi. "Dari berbagai riset, ditemukan bahwa 80 persen charging dilakukan di rumah masing-masing," ucap Yannes.

Saat ini, jumlah SPKLU di berbagai wilayah Indonesia yang tercatat di aplikasi resmi PLN Mobile adalah sebanyak 3.356 unit. Angka tersebut baru memenuhi 10,53 persen target jumlah SPKLU dari pemerintah untuk 2030, yaitu 31.859 unit. Pada 2025, PLN menargetkan penambahan 1.100 SPKLU hingga mencapai total 4.300 unit.

Riyanto, peneliti senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, mengatakan pemerintah perlu dukungan swasta untuk memenuhi kebutuhan SPKLU di Tanah Air. Namun, Riyanto ragu pengusaha akan berani berinvestasi besar-besaran untuk membangun SPKLU di Indonesia pada 2025.

Sebab, kata dia, investor perlu kepastian bahwa jumlah pengguna kendaraan listrik di Indonesia sudah cukup besar. Riyanto yakin investor akan masuk dengan sendirinya jika mereka merasa bisnis SPKLU di Indonesia menguntungkan. Namun, kondisi pasar kendaraan listrik di Indonesia saat ini belum begitu menarik untuk investor SPKLU. "Kalau bisnisnya menguntungkan akan banyak yang mau investasi. Kalau menguntungkan itu artinya kan konsumennya banyak," kata Riyanto pada 18 Januari 2025.

Riyanto menilai tantangan untuk menarik investor SPKLU swasta masuk ke dalam negeri seperti problem telur dan ayam. Keadaan tersebut adalah situasi di mana tidak jelas faktor mana yang menjadi penyebab dan mana yang menjadi akibat.

Sebab, kata Riyanto, pemerintah memerlukan dukungan swasta untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dan mengembangkan pasar kendaraan listrik nasional. Namun, investor swasta masih akan menunggu terciptanya lingkungan bisnis yang menjanjikan sebelum masuk ke Indonesia.

Menghadapi kondisi tersebut, Riyanto mengatakan pemerintah harus berani memecah kebuntuan dengan mengambil inisiatif lebih. "Ini memang inisiasinya harus pemerintah, BUMN, dan BUMD dulu. Kalau mengharapkan swasta, mereka itu menunggu ekosistemnya terbentuk, baru mau masuk bisnis ini," ujar Riyanto.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto mengatakan sebenarnya ada banyak investor SPKLU yang berminat masuk ke Indonesia. Dia mendapatkan informasi tersebut dari koleganya sesama pelaku industri otomotif yang berasal dari China, Eropa, hingga Australia.

Namun, Jongkie berujar mereka mengurungkan niat investasi lantaran penjualan mobil listrik di Indonesia masih minim. "Begitu mereka dengar angka penjualannya cuma 43.188 setahun, yah sedikit sekali," kata Jongkie pada 18 Agustus 2025.

Maka dari itu, Jongkie menilai upaya pemerintah melanjutkan insentif penjualan kendaraan listrik pada 2025 merupakan suatu langkah ke arah yang tepat. "Supaya ada percepatan jumlah BEV yang beredar dan para investor SPKLU tersebut segera masuk ke Indonesia," ucap laki-laki yang pernah menjadi teknisi mobil kepresidenan tersebut.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus