Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pada Mulanya: Seorang Penjual Rokok

PT Gunung Agung didirikan oleh Masagung, 51, telah berkembang menjadi Agung Grup yang terdiri dari 9 perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, termasuk bidang non komersil seperti yayasan Idayu. (eb)

16 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALMARI buku dalam ruangan kerjanya penuh berisi aneka macam judul. Di atas mejanya terletak sebuah Al Qur'an, Bacaan Mulia, terjemahan HB Jassin. "Saya mulai belajar Islam ketika umur 50 tahun. Selama Ramadhan lalu saya berpuasa sebulan penuh tanpa ada yang batal. Sembahyang Ied di mesjid Kwitang, saya merasa bahagia." Orang itu, Masagung, kini berusia 51. Dahulu bernama Tjio Wie Tay. Ia adalah pendiri PT Clunung Agung. Perusahaannya minggu lalu merayakan usia 25 tahun, tepat pada hari kelahiran (8 September) wiraswasta itu. PT Gunung Agung dimulai dengan modal dasar Rp 25 juta uang lama. Di antara 100 pemegang sahamnya terdapat nama-nama bekas Wakil Presiden Mohammad Hatta, Adinegoro almarhum), Sudiro, Sumanang SH, Sutan Muhammad Zain, Jusuf Wibisono SH, HB Jassin, Zuber Usman dan Adisuria (bekas The Kie Hoat), temannya Masagung ketika perusahaan mereka masih bernama Firma Thay San Kongsie di Kramat Bunder, Pasar Senen. Dalam masa 25 tahun ia berkembang menjadi sebuah kelompok Agung Group. Kelompok ini terdiri atas 9 perusahaan. Selain PT Gunung Agung yang bergerak di bidang penerbitan dan perdagangan buku, distributor dan agen tunggal bermacam barang seperti Parker, rokok Dunhill dan Rothmans, makanan & minuman, alat tulis, computers Cii Honeywell Bull dan majalah Time --terdapat di situ PT Ayumas Gunung Agung (money changer), PT Sari Agung (usaha bersama PT Dep. Store Indonesia Sarinah dan PT Gunung Agung), PT Inter Delta (perdagangan film Kodak), PT Windusurya (laboratorium pencucian Kodak), PT Jaya Bali Agung (usaha bersama PT Pembangunan Jaya dan PT Gunung Agung di bidang perhotelan dan Pariwisata), PT Jaya Mandarin Agung (dalam pemilikan Mandarin Hotel), PT Indi Idayu Press (percetakan) dan CV Ayumas Jakarta (toko buku Kwitang 6). Segera menyusul CV Dawuh Agung, pabrik rokok kretek cap Kuda Putih Agung di Semarang, yang dewasa ini baru dalam tahap produksi percobaan. Selain itu, Masagung pribadi juga memiliki sebuah perusahaan di Singapura (Ayu Mas Singapore Pte L.td). Idayu Bidang non-komersiil pun tak luput dari perhatiannya. Ia adalah pendiri dan ketua Yayasan Idayu (nama ibu Presiden Sukarno almarhum) yang bersifat sosial. Katanya: "Pengusaha tak cukup hanya membayar pajak tapi juga punya kewajiban sosial." Di Idayu terkumpul penerbitan apa pun yang dikeluarkan di Indonesia sejak tahun 1945. Bahkan penerbitan luar negeri tentang Indonesia juga memperkaya koleksi Yayasan Idayu. Bisnis PT Gunung Agung oleh masyarakat terutama kalangan pelajar dan mahasiswa identik dengan buku. Obyek perdagangannya yang utama ialah buku yang banyak dibutuhkan oleh orang banyak. Tapi seperti halnya perusahaan lain, PT Gunung Agung juga mengalami pasang surut. Masa jayanya dalam penerbitan buku dialaminya pada tahun 60-an. Di banyak tempat dibukanya cahang Gunung Agung. Berbagai pameran buku diadakannya, juga di luar negeri. "Saya betul-betul sedih dan gembira," katanya pada Yunus Kasim dari TEMPO. "Sedih karena kini perdagangan buku hanya bagian kecil dari kegiatan kami." Kegiatan terbesar dialihkannya kepada non-buku. Ini disebabkan dicabutnya sistim subsidi yang dulu dinikmati mahasiswa melalui Yayasan Lektur. "Akibat policy pemerintah itu, PT Gunung Agung terpukul hebat, sekalipun tidak sampai knock-out," kata Ketua Dewan Komisarisnya, Sudiro. Karena subsidi bagi buku-buku ilmiah ini dihapuskan, harga buku menjadi mahal, sukar dijangkau oleh kantong rakyat. Walaupun buku tidak lagi menjadi bisnisnya yang utama, pengusaha itu masih menyimpan secuil kegembiraan di bidang penerbitan. "Saya berbahagia telah berhasil menerbitkan buku Wasiat Bung Karno, meskipun dilarang beredar," katanya. Gara-gara menerbitkan buku itu, ia sampai diperiksa oleh Kejaksaan Agung, tapi dianggapnya itu Sebagai "suatu lehormatan". Juga ia mau menerbitkan Otobiografi Ny Dewi Sukarno dalam bahasa Inggeris di luar negeri. Edisi Jepang-nya sudah terbit di Tokyo. Sedang edisi Indonesia-nya menunggu perkembangan. Ny Dewi berada di Jakarta menghadiri upacara ulang tahun PT Gunung Agung (lihat Pokok & Tokob). Di mana kunci suksesnya Masagung? Pengusaha ini memulai karirnya dengan menjual rokok ketengan, sebatang demi sebatang dengan keliling berjalan kaki. Pendidikan resmi yang ditempuhnya hanya sampai Sekolah Dasar. Itupun tidak tamat. "Saya orang bodoh, hanya akal saya punya. Majunya usaha kami karena banyaknya tantangan dan tentangan," katanya. "Modal bukanlah satu-satunya syarat mutlak untuk menjadi wiraswasta yang berhasil. Yang penting adalah kemauan keras, keberanian, cita-cita, kepercayaan pada diri sendiri, dan juga nama baik." Baginya tak sukar untuk bersahabat dengan siapa pun. Mulai dari pelajar, mahasiswa, para cendekiawan, para Menteri sampai Presiden sekalipun. Dengan Bung Karno dan keluarga maupun para jandanya ia bersahabat. Dengan Pak Harto dia pun bersahabat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus