Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Geliat Bisnis Parfum Lokal Bersaing dengan Merek Global

Merek parfum lokal kian berjaya. Gerainya kian menjamur di mal. Unggul dengan kualitas, harga murah, dan produk yang inovatif.

14 November 2024 | 21.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Merek parfum lokal bermunculan dengan harga murah dan kualitas tak kalah dibanding merek internasional.

  • Merek parfum dan kosmetik indie bermunculan, didorong produsen maklon.

  • Industri parfum lokal diperkirakan mencetak pendapatan hingga Rp 6,95 triliun.

Gerai parfum adalah tujuan utama Diah Pratiwi setiap kali berkunjung ke pusat belanja. Karyawan swasta 31 tahun ini menyiapkan dana untuk membeli wewangian, khususnya merek lokal, yang kian marak membuka gerai di mal atau pusat belanja besar. “Sebulan sekali minimal membeli satu, biasanya produk baru atau yang jadi tren di media sosial,” katanya di Jakarta Selatan pada Rabu, 13 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Parfum dan perangkat kecantikan lain adalah kebutuhan pokok Diah, yang sehari-hari bekerja sebagai konsultan komunikasi. Semprotan wewangian, menurut dia, meningkatkan kepercayaan diri. Diah memakai jenis produk dan merek parfum berbeda dalam setiap aktivitasnya. “Misalnya sesuai dengan mood dan cuaca,” ujarnya. Di meja rias di kamarnya, terpacak belasan botol parfum lokal, sebagian besar beraroma floral atau bunga yang wangi dan lembut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tingginya jumlah permintaan membuat bisnis parfum dan perangkat kosmetik lain kian harum. Berdasarkan riset Indonesia Industry Outlook 2024 yang digarap Inventure pada September 2024, konsumen, khususnya generasi Z, tidak mengurangi belanja produk perawatan kulit dan wewangian meski perekonomian sedang lesu. Karena itu, bak jamur di musim hujan, merek wewangian lokal pun makin banyak dan kualitasnya tak kalah dibanding produk kelas dunia.

Menurut Chief Executive Officer Martha Tilaar Group Kilala Tilaar, angka penjualan produk perawatan tubuh dan wewangian terus meningkat dan pemain di industri ini pun bertambah hingga 10 kali lipat. “Dari awalnya red ocean menjadi black ocean saking padatnya,” ucap pria yang akrab dipanggil Kiki itu.

Sebuah produk parfum dari Saff & Co. FOTO/Instagram/@saffnco

Kian besarnya minat terhadap produk lokal tecermin dalam laporan lembaga riset Populix tahun 2024 berjudul “Market Insights and Strategic Opportunities for Beauty and Fashion Brands in Indonesia”. Dalam riset tersebut, Populix menyatakan lebih dari 70 persen responden memilih merek lokal saat membeli produk kecantikan, perawatan diri, dan wewangian. 

“Konsumen menunjukkan preferensi kuat terhadap produk lokal yang dianggap memiliki kualitas lebih baik dibanding merek internasional,” kata co-founder Populix, Eileen Kamtawijoyo. Tingginya preferensi terhadap merek lokal didapati pada perempuan dan konsumen kelas ekonomi menengah ke bawah. Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan, saat ini ada sebanyak 30.888 produk parfum dengan berbagai variasi. 

Salah satu parfum lokal yang berhasil memikat konsumen adalah HMNS Perfume yang dilansir PT Hadir Mengharumkan Nusantara. Jenama yang eksis sejak September 2019 ini dianggap sebagai salah satu perintis dalam industri wewangian lokal. Chief Executive Officer HMNS Rizky Arief Dwi Prakoso mengatakan sejak awal perusahaannya memilih pendekatan berbeda dalam menjaring pasar.

Rizky menjelaskan, HMNS berfokus membangun komunitas konsumen yang belakangan kian intensif berinteraksi melalui media sosial. Strategi lain adalah membuat inovasi produk baru. HMNS juga merambah pasar wewangian untuk rumah atau home fragrance. Dengan strategi merawat konsumen komunitas, HMNS bisa mencatatkan pertumbuhan omzet 1.000 persen setahun setelah perusahaan itu berdiri. “Sampai sekarang tren penjualan terus positif,” tutur Rizky.

Tak hanya memasarkan produknya di lokapasar, HMNS terus membuka gerai di pusat belanja. Saat ini terdapat delapan gerai HMNS di Jakarta, Depok, Bandung, Surabaya, Bali, Medan, Makassar, dan Balikpapan. Produk yang ditawarkan pun makin bervariasi, dari parfum badan seperti body mist, body spray, dan eau de parfum hingga pewangi ruangan jenis home diffuser dan room spray. Harga produknya Rp 125-400 ribu.

Jenama parfum lokal yang juga tengah digandrungi adalah Saff & Co. Perusahaan yang berdiri pada 2020 ini juga bersandar pada pemasaran melalui platform niaga elektronik (e-commerce). “Kami memilih Shopee untuk peluncuran produk eksklusif,” ujar co-founder Saff & Co, Santi Tan. Produk andalan Saff & Co adalah Saff & Co Extrait de Parfum atau S.O.T.B yang diluncurkan pada 2022 dan sudah terjual ratusan ribu botol. Hingga pertengahan 2024, omzet Saff & Co melonjak 112 persen jika dibanding pada pertengahan 2023.

Menurut Santi, salah satu saluran pemasaran yang efektif adalah live shopping atau fitur belanja interaktif di lokapasar. “Ini sangat membantu menarik lebih banyak pembeli,” ucapnya. Sampai tahun ini, Saff & Co telah meluncurkan 16 produk wewangian dengan harga Rp 199-349 ribu.

Langkah ekspansif juga ditempuh Crusita, yang berada di bawah naungan PT Sant Group Indonesia. Dalam dua tahun terakhir, Crusita memiliki sembilan gerai di sejumlah pusat belanja di Jakarta dan sekitarnya serta di Surabaya. Pendiri Crusita, Santos S. mengatakan salah satu inovasinya adalah wewangian universal berbasis aroma khas berbagai daerah di Indonesia. Melalui seri produk Scent of Indonesia, Crusita memasarkan varian The Greatest Toba, Mystique of Jawa, hingga Land of Paradise yang mencerminkan wewangian khas Bali. 

Crusita juga membuat parfum Es Teh Manis Extrait de Parfum dengan wangi khas minuman es teh manis. “Kami ingin semua lapisan masyarakat Indonesia dapat menikmati parfum berkualitas internasional dengan harga terjangkau,” tutur Santo. Harga produk Crusita dibanderol Rp 150-400 ribu.

Transisi jejaring pemasaran dari toko online ke gerai fisik berlangsung cepat di industri parfum. Co-founder konsultan bisnis kecantikan Venas Consulting, Affi Assegaf, mengatakan keberadaan toko fisik menjadi “wajib” karena konsumen parfum perlu mencoba dulu satu produk sebelum membelinya. “Jualan di platform online menjadi langkah awal untuk menciptakan awareness, tapi pada akhirnya konsumen akan datang untuk menghirup wanginya seperti apa," katanya.

Tak melulu mengoperasikan gerai di pusat belanja, pengusaha parfum lokal juga membuka pop-up store atau toko yang buka selama periode tertentu saja. Opsi lain adalah bekerja sama dengan retailer produk mode dan department store, juga mengikuti pameran industri kosmetik dan wewangian. Selain berfokus pada kualitas produk, menurut Affi, pelaku bisnis perlu memperkuat identitas merek. “Dan memberi nilai lebih kepada pengguna, misalnya dalam aspek emosional,” ujarnya.

Sedangkan Managing Partner Inventure Indonesia Yuswohady mengatakan pengusaha kian mudah mendirikan bisnis parfum karena ada jasa “pabrik maklon” atau pihak ketiga yang bertindak sebagai produsen. Kontrak produksi itu memungkinkan individu atau badan usaha memiliki jenama produk kecantikan dengan modal terjangkau. “Ini menjadi end-to-end solution untuk menciptakan indie brand,” ucap Yuswohady. Indie brand yang ia maksudkan adalah merek independen atau merek yang dimiliki tim kecil atau individu.

Dengan solusi tersebut, produsen parfum lokal bisa leluasa berinovasi dan menekan biaya produksi sehingga harga jual produknya di bawah merek global. Keunggulan ini membuat merek lokal tak lagi menjadi alternatif, melainkan pilihan utama konsumen. Selain itu, ketersediaan bahan baku di dalam negeri memudahkan produsen berekspansi dan berinovasi menciptakan parfum lokal. Indonesia merupakan produsen utama minyak atsiri nilam atau patchouli oil dengan pangsa pasar global 95 persen. 

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, sekitar 85 persen ekspor minyak atsiri Indonesia merupakan minyak nilam dengan volume 1.200-1.500 ton per tahun. Negara tujuan ekspor antara lain Singapura, Amerika Serikat, Spanyol, Prancis, Swiss, dan Inggris. Adapun sebagian besar bahan baku parfum berupa zat eksipien masih diimpor. 

Juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, mengatakan pada 2024 industri kosmetik diperkirakan meraup pendapatan US$ 9,17 miliar atau Rp 145,89 triliun. Parfum menyumbang 4,8 persen pendapatan atau senilai US$ 440 juta (Rp 6,95 triliun). “Dalam tiga tahun terakhir, parfum lokal makin berkembang dan berhasil membangun eksistensi dengan kualitas inovasi yang menarik,” tuturnya pada Kamis, 14 November 2024.

Menurut Febri, pemerintah memberi dukungan dalam bentuk pendampingan dalam penerapan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik. “Kami juga memberikan bimbingan teknis branding, membantu produsen parfum lokal untuk memperkuat identitas dan meningkatkan daya tarik di pasar.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Pada edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Wangi Cuan Parfum Lokal."  Ecka Pramita berkontribusi pada artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus