Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Smelter RKEF bukan lagi industri pionir.
Insentif pajak selama 10 tahun dinilai terlalu lama.
Pembangunan smelter nikel jenis HPAL belum banyak dilirik.
JAKARTA — Niat pemerintah sudah bulat untuk menyetop tambahan kapasitas smelter nikel jenis rotary kiln electric furnace (RKEF). Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan tak akan ada lagi insentif berupa pengurangan pajak atau tax holiday untuk smelter penghasil nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi) tersebut. "Smelter ini bukan lagi bagian dari industri pionir," kata dia, kemarin, 9 Juni 2023.Â
Saat mendorong penghiliran nikel di masa lalu, pemerintah menawarkan tax holiday buat perusahaan pengolahan komoditas tersebut. Tak tanggung-tanggung, insentif itu berlaku selama 10 tahun. Namun, setelah smelter penghasil NPI dan FeNi menjamur, Bahlil menilai stimulus tersebut tak lagi relevan.
Selain itu, dia menilai masa berlakunya terlalu lama. Padahal, dalam waktu lima tahun, pengusaha sudah bisa balik modal. "Saya sebagai mantan pengusaha merasa agak enggak adil. Kalau sudah untung, bagi dong buat negara," ujarnya.
Baca juga: Di Balik Rencana Moratorium Smelter Nikel
Upaya untuk menghambat pertumbuhan kapasitas smelter penghasil NPI dan FeNi ini diharapkan bisa mendorong penghiliran lebih tinggi. NPI hanya memiliki kadar nikel 4-15 persen dan FeNi hanya 16-30 persen.
Pemerintah berharap ada produk lain dengan kandungan nikel yang lebih tinggi, seperti nickel matte, yang kandungan nikelnya 40-70 persen. Pemerintah juga butuh pengolahan nikel dengan kandungan hingga 99,9 persen untuk bahan baku baterai kendaraan listrik. Sayangnya, pembangunan smelter jenis high pressure acid leaching (HPAL) untuk produk tersebut belum banyak dilirik.Â
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo