Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pemerintah Khawatirkan Masifnya Produk Impor di E-commerce

Kemenkop UKM menganggap adanya gejala deindustrialisasi dengan masifnya produk impor melalui pasar online, serta mengalahkan UMKM.

7 Agustus 2024 | 21.06 WIB

Staf Khusus Menteri KemenKopUKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari, Plt. Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Temmy Setya Permana, dan Direktur Utama Smesco Indonesia Wientor Rah Mada dalam diskusi bertajuk Serbuan Barang Impor di Kantor KemenKopUKM di Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa, 6 Agustus 2024. TEMPO/Bagus Pribadi
Perbesar
Staf Khusus Menteri KemenKopUKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari, Plt. Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Temmy Setya Permana, dan Direktur Utama Smesco Indonesia Wientor Rah Mada dalam diskusi bertajuk Serbuan Barang Impor di Kantor KemenKopUKM di Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa, 6 Agustus 2024. TEMPO/Bagus Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menganggap adanya gejala deindustrialisasi dengan masifnya produk impor melalui pasar online, serta mengalahkan UMKM. “Kami temukan fakta 74 persen produk e-commerce itu adalah produk impor. Sementara 24,8 persen UMKM statusnya on boarding dan belum bisa dipastikan berapa produsen,” kata Plt. Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Temmy Setya Permana, saat diskusi Kantor KemenKop UKM, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal berdasarkan Permendag 31 Tahun 2023, kata dia, produk harus mencantumkan negara asal mengingat masifnya produk impor, maka terjadi penurunan kontribusi terhadap PDB dari sektor industri. “Yang biasanya di atas 20 persen, saat ini hanya mencapai 18 persen dalam 5 tahun terakhir,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Temmy menuturkan, salah satu faktor yang mendorong situasi itu adalah pola kecenderungan masyarakat, berdasarkan data BPS, dari platform Shopee, 88 persen masyarakat dengan pengeluaran minimal Rp 429 ribu per orang. “Jadi memang sudah menjadi gaya hidup, belanja online itu,” ujar Temmy.

Ia berkaca dari beberapa tahun lalu saat Indonesia mengimpor bahan baku dan mesin. Namun, kata Temmy, sekarang justru mengimpor produk-produk akhir seperti pakaian jadi, furnitur, sepatu, tas, kosmetik, dan lainnya. “Ini yang kami khawatirkan bahwa memang terjadi pergeseran minat pasar, minat konsumen kita,” katanya. Temmy mengatakan, alih-alih melihat merek dan kualitas, masyarakat justru mempertimbangkan harga murah.

Lebih dari itu, menurut dia, situasi itu dapat menimbulkan fenomena margin hunter seperti para pelaku usaha yang memilih membeli ketimbang memproduksi dan membuat workshop. “Harganya lebih murah, kasih label sendiri kita jual. Itu lebih menjanjikan keuntungan untuk mereka. Kalau semuanya dibiarkan, lama-lama tidak ada investasi, tidak tumbuh nanti,” katanya.

Bagus Pribadi

Bergabung dengan Tempo pada September 2023. Kini menulis untuk desk Jeda yang mencakup olahraga dan seni.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus