Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Minim Infrastruktur Penangkapan Ikan Terukur

Penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur diundur hingga 2025. Minimnya fasilitas pemantauan plus keberatan pengusaha jadi alasan.

19 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rencana penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur belum dilengkapi fasilitas pemantauan.

  • Mahalnya investasi untuk menjalankan kebijakan ini membuat pengusaha berkeberatan.

  • Fasilitas pendukung untuk nelayan di pelabuhan juga belum tersedia.

JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) ditunda sampai ada fasilitas pengawasan yang memadai. Persoalan lain yang menghambat penerapan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 ini adalah belum adanya data rinci mengenai kuota penangkapan ikan oleh nelayan dan populasi perikanan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan volume tangkapan itu belum terpantau secara pasti. "Kalau kami izinkan kemudian tidak bisa dimonitor, enggak tahu nanti bagaimana," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melalui dua regulasi teknis PIT, yakni Peraturan Menteri Kelautan Nomor 28 Tahun 2023 dan Surat Edaran Menteri Kelautan Nomor 1569, pemerintah hampir memberlakukan skema penangkapan ikan berbasis zonasi laut dan kuota ikan per Januari 2024. Aturan yang penyusunannya digaungkan sejak 2022 itu diklaim bisa memaksimalkan kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari kapal berbobot besar, terutama di atas 5 gross tonnage (GT), tanpa mengganggu usaha nelayan kecil.

Dari presentasi KKP di Komisi Kelautan Dewan Perwakilan Rakyat, akhir November lalu, sudah ada empat dari total enam wilayah pengelolaan perikanan negara (WPPNRI) yang kuotanya diatur. Kuota penangkapan itu dibedakan menjadi tiga jenis: kuota industri untuk perairan yang jaraknya lebih dari 12 mil, kuota nelayan untuk wilayah di bawah 12 mil, serta kuota non-komersial untuk kebutuhan penelitian perikanan.

Di Zona 1 yang meliputi WPPNRI 71, misalnya, pemerintah akan mematok kuota penangkapan 516.845 ton ikan per tahun. Wilayah perairan ini mencakup Selat Karimata, Laut Natuna, dan Natura Utara. Adapun di zona lain yang lebih luas, kuotanya juga lebih banyak. Misalnya Zona 3 untuk WPPNRI 715 dan WPPNRI 718 yang kuotanya mencapai 2,49 juta ton per tahun.

Nelayan menyiapkan jaring sebelum melaut di dermaga ikan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, 2 November 2023. ANTARA/Dedhez Anggara

Merujuk pada aturan tersebut, pelaku usaha perikanan harus mengajukan kuota penangkapan selama setahun melalui sistem daring bernama e-PIT. Besaran PNBP disesuaikan dengan berat hasil tangkapan. Kementerian Kelautan pun sempat mewajibkan pengubahan perizinan usaha subsektor penangkapan dan pengangkutan ikan menjadi format PIT. Tenggat pengajuan format PIT dibatasi sampai 18 November 2023. Adapun kuota penangkapan ikan harus diajukan pada 21-29 Desember 2023.

Semua kapal penangkapan dan pengangkutan ikan di atas 5 GT juga diharuskan didaftarkan melalui e-PIT paling lambat pada 1 Januari 2024. Belakangan, KKP menerbitkan edaran anyar ihwal pelonggaran PIT. Pemberlakuannya diundurkan hingga masa tangkap 2025.

Trenggono mengakui aturan ini masih membutuhkan waktu, baik untuk integrasi sistem, teknologi deteksi kapal, maupun pemenuhan perizinan usahanya. "Sampai sekarang belum bisa kami monitor, baru beberapa saja. Lebih cepat lebih baik," tuturnya.

Pagu anggaran KKP sebesar Rp 8,03 triliun sebetulnya sudah diketok palu oleh DPR pada September lalu. Namun, berdasarkan pengamatan Tempo, belum ada alokasi khusus untuk infrastruktur pemantauan PIT dalam kegiatan prioritas Kementerian Kelautan tahun depan. Untuk sektor perikanan tangkap, Kementerian hanya menargetkan pengadaan 15 ribu alat penangkapan ikan dan 1.100 unit mesin kapal perikanan tangkap. Ada juga penguatan pendataan PIT untuk 171 lokasi, tapi belum disertai rincian kebutuhan infrastrukturnya.

Meski begitu, Trenggono menyebutkan sudah ada anggaran senilai US$ 150 juta (sekitar Rp 2,3 triliun) yang akan digunakan untuk peluncuran satelit nano dan pesawat nirawak untuk program KKP, termasuk PIT. Anggaran itu masuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) KKP tahun depan. Peluncuran 20 satelit nano, kata dia, akan dibarengi dengan pemasangan perangkat sistem pemantauan kapal perikanan (SPKP), termasuk vessel monitoring system (VMS), untuk kapal pengusaha besar ataupun nelayan kecil.

Asisten Khusus Menteri Kelautan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto menyebutkan Menteri Kelautan telah meminta anak buahnya menyiapkan VMS bagi pemilik kapal di bawah 5 GT. Dari perhitungan KKP, kata dia, jumlah kapal dalam kategori itu mencapai 2 juta unit. "Pak Menteri memberi arahan agar jangan pakai uang dari nelayan, melainkan dari KKP."

Setelah penundaan, Doni belum bisa memastikan lagi tenggat pemberlakuan PIT. Artinya, PIT belum tentu langsung berlaku pada awal 2025. "Untuk bulannya, saya belum tahu. Tapi PIT pasti berjalan. Yang kami lakukan hanya pelonggaran."

Nelayan membawa ikan Cakalang hasil tangkapan ke daratan di Desa Olele, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, 7 Desember 2023. ANTARA/Adiwinata Solihin

Wakil Ketua Komite Bidang Kelautan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hendra Sugandhi menganggap wajar bila PIT ditunda setelah banyaknya penolakan dari pengusaha ikan dan nelayan. Pedoman kuota, kata dia, sejauh ini hanya berasal dari kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan).

Hal ini menyulitkan nelayan yang harus mengajukan jumlah kuota penangkapan. "Cuma merujuk pada estimasi potensi ikan," ujarnya, kemarin. "Jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan juga dipenuhi ketidakpastian karena ikan bermigrasi dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk perubahan iklim."

Kewajiban pemasangan SPKP juga masih dipersoalkan para penangkap ikan. Sebagian pemilik kapal di bawah 30 GT, kata Hendra, masih menolak investasi VMS karena mahal. Sedangkan pemerintah hanya akan menggratiskan VMS untuk kapal di bawah 5 GT. "Hal ini masih jadi polemik."

Human Rights Manager Destructive Fishing Watch (DFW) Miftachul Choir menuturkan hambatan lain dalam penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur adalah fasilitas kepelabuhan yang belum memadai untuk nelayan. Timbangan elektronik dan pendataan hasil tangkapan, sebagai contoh, belum terintegrasi dengan cold storage atau tempat penyimpanan ikan di darat. Tanpa pendataan pasti, nelayan pun kesulitan memperkirakan kuota. "Sejumlah pelabuhan bahkan tidak dilengkapi timbangan tersebut."

YOHANES PASKALIS | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus