Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Konglomerat gurita bisnis Lippo Group, Mochtar Riady dan keluarganya bertandang ke kediaman Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi di Solo, Jawa Tengah. Pendiri Lippo Group itu ditemani anaknya, James Riady dan cucunya John Riady.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya menerima kehadiran Bapak Mochtar Riady, Bapak James Riady, Bapak John Riady beserta keluarga di kediaman,” tulis Jokowi, membagikan momen tersebut lewat akun Instagram @jokowi, Jumat, 13 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam foto yang diunggah, Jokowi terlihat duduk berhadapan dengan keluarga Riady di sebuah meja panjang. Jokowi dalam takarir unggahan menyampaikan terima kasih atas kunjungan tersebut. Terkhusus kepada Mochtar yang mengupayakan mampir ke Solo.
“Khususnya Bapak Mochtar Riady yang di usia 95 tahun masih sehat dan berupaya mampir ke Solo. Terima kasih atas kedatangannya, saya sangat menghargai silaturahmi ini,” ungkap Jokowi, yang baru pensiun sebagai Presiden RI pada Oktober lalu itu.
Ingat Lippo Group harusnya ingat kasus Meikarta. Lippo Group adalah induk perusahaan Lippo Karawaci, perusahaan yang menaungi PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang mega proyek properti bertajuk Meikarta tersebut.
Dalam perjalanannya, Meikarta berbuntut kasus suap hingga merugikan konsumen karena pembangunannya tersendat dan tak kunjung rampung. Konsumen yang merasa dirugikan kemudian melakukan demonstrasi. Tapi, PT MSU malah balik menuntut puluhan miliar rupiah.
Lantas, seperti apa sebenarnya duduk perkara kasus Meikarta ini? Berikut kilas baliknya.
Mega proyek Meikarta adalah salah satu proyek properti paling ambisius dari Grup Lippo pada periode 2010-an, bahkan diklaim sebagai proyek properti terbesar dari kerajaan bisnis keluarga Riady itu. Menurut James Riady, proyek ini sudah dirancang sejak 2014 dan pembangunannya sudah dimulai sejak Januari 2016.
Rencana awalnya membangun 100 gedung apartemen bertingkat, mulanya 400.000 unit hingga Desember 2018, 10 rumah sakit internasional, mal dan pusat bisnis seluas 1,5 juta hektar, Silicon Valley ala Indonesia, pusat riset, pusat industri, lebih dari 150 sekolah, perpustakaan, gedung opera, dan berbagai fasilitas lainnya di lahan seluas 1,5 juta meter persegi.
Pada perjalananannya, proyek Meikarta mengalami hambatan di mana Pemprov Jawa Barat pada Agustus 2017 menyatakan bahwa proyek ini belum memenuhi persyaratan yang lengkap. Sebab, meskipun menargetkan membangun properti di lahan seluas 500 hektar, pihak Pemprov baru mengizinkan Lippo membangun di lahan seluas 84,6 hektar.
Patgulipat perizinan tersebut akhirnya membawa PT MSU terjerat kasus suap yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan sejumlah pejabat Kabupaten Bekasi. Pada Oktober 2020, PT MSU juga digugat PKPU oleh PT Graha Megah Tritunggal karena melakukan hal yang sama pada jasa pengamanan.
Proyek ambisius yang ditargetkan selesai dalam waktu 3-5 tahun ini akhirn tersendat-sendat. Memasuki September 2019, belum ada tanda-tanda Lippo Karawaci dan PT MSU akan menyerahkan apartemen yang sudah jadi kepada para pembeli. Malahan, pada 2020, para pembeli diberikan beberapa opsi: pindah ke unit lain dengan tambahan biaya, atau menunggu hingga 2027.
Banyak pembeli mulai gerah dengan tindakan mengulur-ulur waktu tersebut. Mereka kemudian membentuk Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (KPKM) yang melakukan protes ke manajemen hingga ke pemerintah untuk menuntut haknya, seperti memberi ganti rugi atau mengembalikan dana pembelian.
Sebelumnya, pengembang berjanji menyerahkan unit pada pertengahan 2019, ternyata hingga empat tahun berlalu, unit yang dijanjikan juga belum diserahterimakan ke konsumen. Buntutnya, 18 konsumen yang tergabung KPKM melakukan demonstrasi karena tak kunjung mendapatkan unit apartemen sesuai waktu yang dijanjikan.
Namun, unjuk rasa itu justru ditanggapi pihak PT MSU dengan melayangkan gugatan. Manajemen perusahaan menilai, para tergugat atau ke-18 konsumen apartemen Meikarta telah memberikan berbagai pernyataan dan tuduhan yang menyesatkan, tidak benar dan bersifat provokatif dan menghasut. Oleh karenanya, jalur hukum diambil perusahaan.
“Hal-hal tersebut berdampak negatif dan merusak nama perseroan,” ujar manajemen PT MSU, dalam keterangan resminya.
Manajemen PT MSU mengaku, perusahaan akan menyelesaikan seluruh tanggung jawab terkait kepastian serah terima unit Apartemen Meikarta. Akan tetapi, perseroan memutuskan untuk mengikuti dan menjalankan proses hukum terkait tanggapan hukum terhadap beberapa pihak yang mengatasnamakan diri sebagai perwakilan pembeli Meikarta.
“Kami harus menolak perbuatan dan aksi yang melawan hukum,” ujar manajemen.
Dalam pokok perkara gugatan itu diketahui, PT MSU menggugat perdata 18 konsumen Meikarta itu untuk secara tanggung renteng mengganti kerugian senilai Rp 56,1 miliar. Dengan rincian kerugian materiil akibat melawan perbuatan hukum senilai Rp 44,1 miliar dan kerugian imateriil senilai Rp 12 miliar.
Selain meminta ganti rugi sebesar Rp 56,1 miliar, PT MSU juga menyatakan konsumen telah melakukan perbuatan melawan hukum. Begitu bunyi daftar pokok perkara seperti dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Barat, Kamis, 26 Januari 2023.
Selain itu, pengembang yang juga anak usaha dari PT Lippo Karawaci Tbk. Ini juga meminta kepada konsumennya untuk menghentikan dan tidak mengulangi segala dan semua tindakan, aksi dan pernyataan-pernyataan yang memfitnah dan merusak reputasi dan nama baik penggugat.
Tak cukup di sana, MSU juga meminta majelis hakim untuk mengabulkan permohonan sita jaminan serta menetapkan sita jaminan atas segala harta kekayaan para tergugat baik benda bergerak maupun yang tidak bergerak.
MSU juga disebutkan ingin para konsumen menyampaikan permohonan maaf secara terbuka di tiga harian koran nasional, yakni Kompas, Bisnis Indonesia, serta Suara Pembaruan. Konsumen juga diminta menuliskan surat resmi kepada Bank Nobu, DPR, dan pihak lain yang telah didatangi dengan menyatakan tuduhan tidak benar.
Adapun uasa hukum 18 konsumen Meikarta Rudy Siahaan menyebut kerugian konsumen karena unitnya belum diserahterimakan oleh PT MSU lebih dari Rp 30 miliar. Nilai itu berdasarkan data anggota yang tergabung di PKPKM. Sementara itu, masih banyak konsumen Meikarta lain yang belum tergabung dan terdata.
Rudy, panggilan akrabnya, mengatakan tidak tahu secara pasti berapa banyak konsumen Meikarta yang dirugikan karena belum menerima unit apartemennya. Namun, berdasarkan dokumen PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang dirilis, ada 15.800-an konsumen Meikarta.
“Kalau kami dari komunitas yang tergabung saat ini, yang terdata pasti sekitar Rp 30 miliar. Itu sekitar 130 yang terdata, yang tidak terdata ada sekitar 300 sampai 400 orang,” tutur Rudy pada awak media di halaman Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa, 7 Februari 2023.
Kasus ini terus berlanjut. DPR akhirnya memanggil Bos Meikarta Ketut Budi Wijaya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VI DPR RI membahas permasalahan apartemen Meikarta di Senayan, Jakarta pada Senin, 13 Februari 2023. Dalam rapat itu, Ketut mengatakan gugatan PT MSU terhadap 18 konsumen Meikarta akan dicabut.
“Pertama, telah kami sampaikan bahwa kami telah memutuskan mencabut tuntutan tersebut. Kami memerintahkan MSU untuk mencabut tuntutan itu,” kata Ketut.
Kendati begitu, kasus ini tak serta-merta rampung. Walau tak jadi menggugat, PT MSU tidak kunjung memberikan ganti rugi kepada semua konsumen yang merasa dirugikan. Pada Jumat pekan lalu, 13 Desember 2014, berjejer di depan Gedung Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Jakarta, Jumat petang, 13 Desember 2024, 15 orang bertopeng putih tampak menenteng spanduk.
Satu lembar paling jumbo dibiarkan tergeletak di hadapan mereka. Di spanduk itu tertulis: “kembalikan hak kami, jangan penjarakan hak konsumen dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)”.
Para anggota KPKM ini meminta Kementerian PKP turun tangan membantu pengembalian uang pembelian unit apartemen Meikarta yang mangkrak sejak 2017. Total nominal pembelian dari puluhan konsumen “jilid II” ditaksir Rp 5 hingga Rp 10 miliar. Penyebutan jilid ini untuk membedakan mereka dengan 131 konsumen awal yang disebut telah menerima pengembalian uang.
“Kami enggak minta aneh-aneh, enggak minta bunga, enggak minta kompensasi. Ya sudah, uang yang kami sudah setorkan, tolong kembalikan saja,” kata Yosafat Ernald, koordinator aksi, kepada Tempo.
Kepada konsumen, PT MSU, pengembang Meikarta, selalu berkelit membayarkan kembali uang pembelian konsumen dengan alasan PKPU. Yosafat menduga, PKPU itu cacat hukum. Pasalnya, konsumen tak dilibatkan dalam voting yang menyatakan perusahaan diberi waktu menyerahkan apartemen hingga 2027.
Karena itu, Yosafat menuntut DPR, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahkamah Agung (MA), dan Kementerian PKP membentuk Panitia Khusus (Pansus) PKPU. Kelompok kerja ini bertujuan menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dalam status PKPU itu.
Sampai hari ini, sejumlah konsumen belum menerima unit apartemen. PT Mahkota Sentosa Utama selalu beralasan, perusahaan mengikuti keputusan PKPU untuk menyerahkan apartemen kepada mereka hingga 2027.
Andry Triyanto Tjitra, Khumar Mahendra, Amelia Rahima Sari, Han Revanda, dan Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.