Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of. Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebut publik mengkhawatirkan kondisi perekonomian Indonesia seiring anjloknya indeks harga saham gabungan atau IHSG. Sebelumnya, IHSG sempat ambruk 6,12 persen hingga Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham pada sesi pertama, Selasa, 18 Maret 2025.
Terkait dengan situasi ini, Indef melakukan riset terhadap 30.838 percangan di media sosial X. Riset dilakukan pada 12-14 Maret dan 17-18 Maret 2025. Hasilnya, Eko berujar, 71,7 persen publik merespons negatif anjloknya IHSG. "Netizen menilai saham turun menjadi cerminan kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja," kata Eko dalam acara diskusi yang digelar virtual pada Selasa, 18 Maret 2025.
Ia menyebut ada 47,3 persen yang merespons demikian. Selain itu, ada yang menilai bahwa pemerintah tidak sigap menghadapi penurunan IHSG.
Eko berujar, anjloknya IHSG pada Selasa kemarin tidak terjadi tiba-tiba tetapi sudah terjadi beberapa hari sebelumnya. "Penyebabnya ada banyak. Tapi lebih banyak faktor internal," kata Eko. Beberapa faktor tersebut di antaranya defisit APBN yang sudah terjadi pada awal tahun.
Di sisi lain, Eko menyebut ada sentimen positif yang datang dari penilaian publik bahwa anjloknya IHSG tidak berpengaruh langsung terhadap rakyat kecil. Musababnya, rakyat kecil tidak bermain saham. Namun, ia mengingatkan adanya dampak tidak langsung yang perlu diwaspadai. "Kalau perusahaan semakin tidak bisa dapat profit, tidak dapat modal, ujung-ujungnya masyarakat kena juga," kata dia.
Di tengah anjloknya IHSG, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif bagus meski IHSG anjlok. Menurut Airlangga, inflasi Indonesia sampai Februari masih rendah dengan core inflation tercatat masih positif di angka 2,48 persen.
Sementara Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Purchasing Managers' Index (PMI) sampai Februari masih tinggi di angka 53,6 persen. “Kemudian juga relatif pertumbuhan kredit di Januari masih 10,3 persen. Dan pihak ketiga 5 persen. Di akhir Februari, cadangan defisa relatif masih tinggi,” ujarnya usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, 18 Maret 2025.
Airlangga juga mengeklaim berbagai sektor juga masih tumbuh di mana sektor makanan dan minuman maupun logam dasar masih relatif tinggi. Sektor tekstil dan pakaian jadi, kata dia, juga masih positif, termasuk terkait dengan mesin perlangkapan. “Dan juga kami laporkan terkait dengan neraca ekspor yang tumbuh positif. Dibulan Februari tertinggi Rp 14 miliar kita punya ekspor. Dan secara neraca perdagangan surplus sampai Februari 6,61 persen,” katanya. “Jadi dari berbagai kondisi tersebut kami laporkan bahwa perekonomian Indonesia secara fundamental masih baik.”
Airlangga mengungkapkan neraca transaksi berjalan Indonesia juga masih positif dengan defisit terjaga di angka 3 persen. Ia mengatakan, penanaman modal asing atau Foreign direct investment (FDI), apabila dibandingkan persentase Produk Domestik Bruto (PDB) juga relatif baik di sekitar 1,5 persen. “Jadi dari keseluruhan ekonomi kita berada dalam fundamental posisi yang kuat,” kata Airlangga.
Eka Yudha berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Presiden Prabowo akan Temui Investor Setelah IHSG Anjlok
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini