Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar IT dan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan fenomena tech winter perusahaan rintisan (startup) masih terjadi pada 2023. Tech winter adalah istilah untuk menggambarkan kondisi startup yang berguguran atau untuk menyebut penurunan minat dan investasi dalam sektor teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, kata dia, secara kuantitas dan kualitas dampaknya tidak seperti tahun sebelumnya. “Bisa jadi tahun 2024 masih terjadi karena masih banyak perusahaan startup yang mengalami kendala. Kendala dalam hal pendanaan karena kian sulit,” ujar dia saat dihubungi pada Senin, 1 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Heru menjelaskan, investor juga sudah mulai ingin uang yang ditanamkannya beberapa tahun lalu kembali. Sehingga banyak startup melakukan Initial Public Offering atau IPO—penawaran umum perdana saham—di bursa sebagai bagian mengembalikan saham atau investasi yang ditanamkan investor.
Pendanan, dia berujar, memang menjadi masalah utama, tapi masuknya aplikasi TikTok ke Indonesia juga mengindikasikan satu temuan bahwa startup di Indonesia masih menarik bagi investasi asing. Terutama startup unicorn (startup dengan valuasi melampaui US$1 miliar) dan dekacorn (startup dengan valuasi melampaui US$ 10 miliar)
“Apakah tech winter masih terjadi di 2024? Memang ini tidak bisa hilang 100 persen,” ucap Heru.
Namun Heru menuturkan fase 2022-2023 banyak startup mengubah dan melakukan strategi baru meskipun tak menampik ada yang akhirnya bangkrut. Starup yang bertahan mengurangi atau melakukan efisiensi terhadap bagaimana roda perusahaan berjalan.
Efisiensi bisa dilakukan dengan berbagai banyak model. Dia mencontohkan misalnya pengurangan karyawan atau fasilitas. Dulu, kata Heru, banyak fasilitas bermain di berbagai kantor startup mulai dikurangi dan diefisienkan. Yang tidak dapat dihindari rasionalisasi gaji karena selama ini gaji startup dinilai cukup menggiurkan dan cukup tinggi.
“Dengan sulitnya pendanaan banyak perusahaan startup yang harus realistis,” tutur Heru. “Karena sulit bagi mereka untuk keluarkan biaya operasional besar.”
Sehingga pengurangan gaji ini bisa menjadi win-win solution bagi karyawan daripada terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan karyawan. Terutama untuk manajemen karena manajemen cukup tinggi gajinya dan dapat saham maupun fasilitas lainnya.
“Kalau kondisi sekarang, mereka harus mengikuti perusahaan di luar startup teknologi,” kata Heru.
Selanjutnya: Fenomena tech winter bisa memotong gaji pimpinan
Sementara, Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Etikah Karyani Suwondo mengatakan fenomena tech winter akan berlanjut pada 2024. Menurut Etikah, hal itu bisa membuat startup menghemat anggaran, termasuk memotong gaji pimpinannya.
“Untuk menghindari layoff karyawan sebagai bumper dan resiliensi finance longterm,” ujar dia.
Etikah yang juga dari Fintech Center Universitas Sebelas Maret itu menjelaskan, pendanaan untuk startup juga diperkirakan akan melambat pada 2024. Penyebabnya, adanya berbagai faktor seperti suku bunga yang tinggi, kenaikan harga, dan kondisi geopolitik dunia yang memperburuk prospek keuangan global.
Investor, kata dia, juga diprediksikan selektif memberikan pendanaan. Oleh karena itu, hanya startup yang mampu beradaptasi dan membaca perubahan pasar dengan cepat, merespons kebutuhan pelanggan, serta mengubah strategi sesuai dengan dinamika ekosistem yang dapat bertahan. “Juga menarik bagi investor,” tutur dia.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR