Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pemimpin negara mitra dagang Amerika Serikat yang terdampak kebijakan tarif impor Donald Trump buka suara. Tidak terkecuali Presiden Prabowo Subianto dan beberapa perdana menteri negara-negara di Asia Tenggara, seperti Singapura dan Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa hampir semua negara ASEAN telah memutuskan untuk tidak melakukan retaliasi atau tarif balasan. Ia mencontohkan Vietnam, Malaysia, Kamboja, Thailand dan Indonesia .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami mengambil jalur yang sama. Kita akan mengambil jalur negosiasi. Jadi, jalurnya kita samakan, kemudian mekanisme TIFA-nya (trade and investment framework agreement atau perjanjian perdagangan dan investasi) kita samakan,” kata Airlangga usai rapat bersama jajaran kementerian dan pengusaha di kantornya, Senin, 7 April 2025. Lantas, apa saja pernyataan para pemimpin Singapura, Malaysia, dan Indonesia?
PM Singapura Peringatkan Ancaman Perang Dagang
Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong mengatakan dampak besar akan terjadi dalam tatanan perdagangan dunia akibat kebijakan tarif Trump. Dia mengingatkan warga negaranya untuk bersiap lantaran globalisasi berbasis aturan dan perdagangan bebas telah berakhir.
“Kita memasuki fase baru yang lebih sewenang-wenang, proteksionis, dan berbahaya,” ucap Wong dalam video berdurasi sekitar 5 menit yang diunggah di kanal YouTube Channel News Asia (CNA) dan The Strait Times.
Singapura dikenakan tarif bea masuk sebesar 10 persen, yang merupakan tarif dasar minimal yang ditetapkan oleh Trump, sehingga menurut Wong dampaknya terbatas untuk saat ini. Namun, dia menyoroti efek besarnya jika negara lain mengadopsi pendekatan yang serupa dengan AS, yang hengkang dari sistem organisasi perdagangan dunia (WTO).
Menurut dia, sejumlah negara bisa saja berdagang hanya dengan syarat dan ketentuan yang mereka inginkan. Hal tersebut akan menimbulkan masalah bagi semua negara di dunia. “Terutama negara kecil seperti Singapura. Kita berisiko terdesak, terpinggirkan, dan tertinggal,” ujar Wong.
Dia berujar bahwa perdagangan dan investasi internasional bakal mengalami pukulan telak dan pertumbuhan ekonomi global melambat. Khususnya, lanjut dia, di Singapura karena ketergantungan negaranya terhadap perdagangan.
Wong membeberkan, terakhir kali dunia mengalami hal seperti sekarang adalah pada 1930-an. “Perang dagang meningkat menjadi konflik bersenjata dan akhirnya menjadi perang dunia kedua. Tidak ada yang bisa memprediksi bagaimana situasi saat ini akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun mendatang,” katanya.
Wong kemudian memperingatkan warga Singapura untuk mewaspadai hal itu. Dia berpendapat, langkah Amerika Serikat berisiko membuat institusi global semakin lemah dan norma-norma internasional akan semakin terkikis.
Menurut dia, semakin banyak negara yang akan mengambil keputusan berdasarkan kepentingan pribadi yang sempit hingga menghalalkan kekerasan atau tekanan untuk memperoleh apa yang diinginkan. “Ini adalah kenyataan pahit dari dunia kita saat ini,” ucap Wong.
Dia menjamin bila Singapura tidak akan mengambil langkah balasan. Namun, dia menyatakan bahwa negaranya akan selalu waspada dan memperkuat jaringan serta kemitraaan dengan negara-negara yang mempunyai pemikiran sama.
Lebih jauh, Wong menuturkan Singapura bisa lebih siap dibandingkan dengan negara-negara lain, tetapi tetap waspada dalam menghadapi gejolak yang akan terjadi. “Stabilitas global yang pernah kita ketahui tidak akan kembali dalam waktu dekat. Kita tidak bisa berharap bahwa aturan yang melindungi negara kecil akan terus berlaku. Saya membagikan informasi ini kepada Anda agar kita semua dapat bersiap secara mental,” ujar Wong.
PM Malaysia Ajak Negara ASEAN Bersatu
Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengajak negara-negara Asia Tenggara bersatu menghadapi kebijakan tarif Trump. Menurut dia, negara-negara ASEAN termasuk pihak yang paling terdampak dari kebijakan tersebut.
“Kita harus berdiri teguh bersama sebagai ASEAN, dengan populasi 640 juta jiwa dan kekuatan ekonomi yang termasuk teratas di dunia,” kata Anwar dalam rapat staf departemen perdana menteri, Senin, 7 April 2025, yang dikutip dari Al Arabiya.
Para menteri ekonomi dari negara-negara Asia Tenggara akan menggelar pertemuan pada Kamis, 10 April 2025 untuk membahas tarif impor dari Amerika Serikat. Anwar pun mengatakan bahwa tugas pemerintahannya adalah untuk menghubungi perwakilan negara-negara tersebut, sehingga setiap pihak bisa menentukan posisinya.
“Pada saat yang sama, kita bergerak bersama sebagai satu kelompok,” ucap Anwar.
Seperti negara-negara ASEAN lainnya, Malaysia tidak akan mengambil langkah retaliasi. Negara tersebut membantah pernyataan Washington yang menyebut Malaysia mengenakan tarif balasan sebesar 47 persen pada barang-barang AS.
“Saya pikir, dua kesalahan tidak akan menghasilkan kebenaran,” ujar Menteri Perdagangan Malaysia Tengku Zafrul Aziz dalam konferensi pers. “Penting untuk tetap tenang, karena semua hal yang akan berujung pada perang dagang tidak akan memberikan manfaat bagi perekonomian global.”
Prabowo Minta Indonesia Tenang
Presiden RI Prabowo Subianto mengatakan tarif impor yang diberlakukan Trump tidak menjadi masalah. Dia menyebut pihaknya akan berunding dengan semua negara untuk menghadapi perang dagang tersebut.
“Kita tenang, kita punya kekuatan, nanti kita akan berunding. Kita berunding dengan semua negara, kita juga akan buka perundingan sama Amerika,” kata Prabowo dalam acara panen raya padi di Majalengka, Jawa Barat, Senin, 7 April 2025, seperti dilihat dari akun YouTube Sekretariat Presiden (Setpres).
Dia berpendapat bahwa apabila tarif resiprokal atau tarif timbal balik yang dilakukan dengan level masuk akal, maka merupakan hal wajar. Dia menilai, kebijakan yang ditetapkan oleh Trump bertujuan untuk kesejahteraan rakyat Amerika Serikat.
“Kita ingin yang baik, adil, dan setara. Jadi, kita tidak ada masalah. Resiprokal, kalau masuk akal, wajib kita hormati. Pemerintah Amerika memikirkan rakyat mereka, kita juga. Tidak perlu ada rasa kecewa tidak ada rasa khawatir,” ucap Prabowo.
Ilona Estherina, Dewi Rina Cahyani, dan Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Faktor-faktor yang Menyebabkan IHSG Kembali Jeblok