Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perbankan nasional semakin agresif dalam mengakses pendanaan melalui penerbitan obligasi bernilai jumbo. Tren ini terjadi di tengah ketatnya likuiditas sepanjang 2024, yang tercermin dari kenaikan loan to deposit ratio (LDR) di berbagai bank besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Analis Pefindo Adrian Noer menyampaikan sepanjang tahun lalu, likuiditas perbankan mengalami sedikit pengetatan. “Jika melihat rasio seperti LDR, angkanya mengalami kenaikan signifikan. Sebagai contoh, LDR Bank Mandiri meningkat menjadi 98 persen dari sebelumnya di bawah 95 persen,” ujarnya dalam konferensi pers Pefindo melalui Zoom Meeting, Selasa, 11 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Adrian, lonjakan LDR terjadi seiring dengan pertumbuhan kredit yang tinggi di perbankan nasional. Bank Mandiri, misalnya, mencatat permintaan kredit yang besar dari perusahaan-perusahaan pelat merah, terutama untuk sektor hilirisasi mineral dan pertambangan yang mendapat insentif pemerintah.
Seiring dengan tren tersebut, dia menyebut banyak bank mulai mempertimbangkan berbagai opsi pendanaan, termasuk penerbitan obligasi di pasar modal. Strategi ini dilakukan untuk menyeimbangkan kebutuhan pendanaan guna mendukung ekspansi kredit.
Dengan kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan pada Januari 2025, Adrian memprediksi tekanan likuiditas perbankan akan mulai mereda. “Bank-bank akan lebih moderat dalam pertumbuhan kreditnya, menyesuaikan dengan perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK),” kata dia.
Tren penurunan cost of fund juga diperkirakan akan berlanjut seiring dengan arah kebijakan moneter yang lebih longgar. Kondisi ini menjadi faktor pendorong bagi korporasi yang ingin mengakses pendanaan melalui penerbitan obligasi, dibandingkan opsi rights issue yang kurang menarik di tengah pelemahan harga saham.
Selain perbankan, emiten dari berbagai sektor juga diprediksi semakin aktif menerbitkan obligasi di tahun ini. Namun, di tengah ketidakpastian ekonomi, kualitas emisi obligasi menjadi perhatian utama, terutama dalam mengantisipasi risiko penurunan peringkat dan gagal bayar.
Surat utang yang diterbitkan oleh kelompok BUMN, khususnya BUMN Karya, turut menjadi sorotan Adrian. Dengan kondisi pasar yang masih dinamis, ia mengatakan investor perlu mencermati strategi mitigasi risiko yang diterapkan oleh perusahaan dalam menjaga kredibilitas peringkat kredit mereka.
Di tengah tren ini, pasar obligasi diperkirakan tetap menjadi salah satu sumber pendanaan utama bagi korporasi dan perbankan, seiring dengan kebutuhan ekspansi bisnis dan pengelolaan likuiditas yang lebih efisien.