Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Perbarindo Anggap Konsolidasi dan Merger untuk Selamatkan BPR Punya Banyak Tantangan

Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah mengatakan upaya penyelamatan BPR dan BPRS dengan melakukan konsolidasi atau merger punya sejumlah tantangan.

3 Desember 2024 | 14.26 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sri Sunarti, warga Indramayu salah satu nasabah Perumda BPR Karya Remaja Indramayu (BPR KRI), sebagai nasabah penyimpan layak bayar yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), saat mencairkan uangnya di BRI setempat.LPS melakukan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR KRI, melalui BRI di wilayah Indramayu.(TEMPO/Lourentius EP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah mengatakan upaya penyelamatan BPR dan BPRS dengan melakukan konsolidasi atau merger punya sejumlah tantangan. Sebagai bank skala mikro di daerah, kata dia, BPR punya karakter yang beragam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tantangan yang dihadapi proses merger itu corporate culture, kepemilikan share holder di luar pengendali, sampai karakteristik demografi yang berbeda,” kata Tedy saat dihubungi Tempo, Senin, 2 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, karakteristik demografi yang khas dari masing-masing BPR memunculkan karakteristik pasar yang berbeda. Praktis, Tedy menganggap proses menyatukan dua entitas BPR atau BRPS tidak mudah.

Sejak Januari hingga 3 Desember 2024, Otoritas Jasa Keuangan sudah mencabut izin dari 16 BPR dan BPRS. Mayoritas karena masalah kondisi keuangan perusahaan dan isu pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar dengan tenggat 31 Desember 2024 mendatang.

Tedy mengusulkan agar OJK tetap memberikan ruang bagi BPR belum memenuhi modal inti namun masih bisa beroperasi. Pasalnya, ia menganggap ada banyak segmen masyarakat kecil yang membutuhkan kehadiran BPR baik untuk pinjaman maupun pembiayaan.

Menurutnya, ia juga berharap agar ada relaksasi pemenuhan modal inti minimum. Ia menilai itu menjadi bagian dari upaya agar operasional BPR tetap tumbuh berkelanjutan. “Terutama dalam melakukan pemupukan permodalan secara organic mengikuti pertumbuhan aset dan ruang lingkup kegiatan usaha BPR,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae mengatakan sejak 2023 hingga 4 November 2024 telah terjadi konsolidasi 53 Bank Perkeditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) menjadi 17 BPR dan BPRS atau ada 36 yang berkurang karena konsolidasi. Selain itu, ada sejumlah BPR dan BPRS yang masih dalam proses izin Kementerian Hukum untuk melakukan konsolidasi.

“Ada 13 BPR dan BPRS yang sudah disetujui untuk konsolidasi menjadi 5 BPR dan BPRS. Namun, masih dalam proses di Kemenkumham,” kata Dian di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 18 November 2024.

Selain itu, ada pula 75 BPR dan BPRS yang saat ini sedang memproses perizinan. Jika prosesnya lancar, 75 bank kecil itu akan berkurang menjadi 26 saja. Serangkaian konsolidasi ini dilakukan untuk memperkuat peran BPR dalam pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta memperkuat kemampuan pemenuhan modal inti minimum.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus