Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Pernah Dijual dengan Harga Subsidi, Begini Sejarah Mi Instan Masuk di Indonesia

Mi instan pertama di Indonesia adalah Supermie yang diluncurkan pada 1971. Makanan ini pernah dijual dengan harga subsidi karena krisis moneter.

1 September 2021 | 15.45 WIB

ilustrasi mi instan (pixabay.com)
Perbesar
ilustrasi mi instan (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mi instan merupakan salah satu makanan yang populer bagi semua kalangan masyarakat di Indonesia. Keberadaannya tentu tak lepas dari sejarah bagaimana lahirnya makanan ini masuk di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Mi instan pertama di Indonesia adalah Supermie yang diluncurkan pada 1971. "Awalnya tidak berkembang karena masalah selera," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Industri Pangan, Boediyanto, seperti yang dikutip dari laman Tempo, Selasa, 12 Oktober 2010.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mi instan pertama di Indonesia itu diproduksi oleh Sudono Salim yang berkongsi dengan Jepang. Perlahan tapi pasti Supermie mulai dikenal masyarakat. Supermie bahkan menjadi sebutan umum bagi mi instan hingga 1980-an, meski merek lain seperti Indomie sudah beredar.

Bisnis Salim mulai menggurita ketika ia membeli merek-merek pesaingnya, seperti Sarimi yang dibeli pada 1984. Salim turut mendirikan PT. Indofood CBP Sukses Makmur.

"Sejak itu, mi instan berkembang pesat seiring tumbuhnya kelas pekerja dan mahasiswa," kata pria yang pernah berkarir di PT Indofood selama 15 tahun ini. Boediyanto juga mengatakan bahwa mi instan cocok digunakan sebagai pengisi perut di waktu yang sempit, selain harganya yang juga murah.

Dalam sejarahnya di Indonesia, mi instan pernah dijual dengan harga "subsidi", yaitu pada 1998 hingga 2001 pasca krisis moneter. Waktu itu, lanjut dia, harga gandum sebagai bahan baku utama meroket hingga empat kali karena kejatuhan rupiah.

Maklum, kebutuhan gandum saat itu dipenuhi dengan impor. Sementara itu, daya beli masyarakat anjlok dan harganya jadi naik dua kali lipat, dari 250 rupiah jadi 500 rupiah per bungkus. Akibatnya, produsen menjual tanpa untung.

AMELIA RAHIMA SARI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus