Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pertanyaan Baru Untuk Tampomas II

Banyak pendapat baru muncul tentang tenggelamnya tampomas ii yang sampai tak tertolong. perusahaan asuransi akan menyelidikinya. ada beberapa kecerobohan pada tampomas ii.

14 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU kejutan tentang nasib kapal Tampomas II datang dari Wakil Presiden Adam Malik. Sekembali dari KTT Islam di Taif, Arab Saudi awal pekan lalu, Wapres berkata, "Asuransi tak akan membayar Tampomas II". Antara lain karena "kapal tersebut memuat mobil berisi bensin," katanya. Tampomas II, selain mengangkut orang, menurut keterangan resmi memang mengangkut 197 mobil, 390 sepeda motor dan skuter, serta sebuah mesin giling. Sejak ia dibeli oleh PT Pelni sampai tenggelam di dasar laut, Tampomas II diasuransikan pada PT Asuransi Jasa Indonesia (AJI), milik pemerintah. Menurut Amir Imam Poero, Kepala Pembinaan Operasional PT AJI, Tampomas II dipertanggungkan seharga US$ 8,3 juta -- semahal harga pembelian, termasuk biaya konersinya. Kepada TEMPO, Amir juga menerangkan bahwa pertanggungan kapal itu "dengan syarat total loss (kerugian penuh) atau all risks (semua risiko)." Seperti lazimnya, risiko oleh AJI itu diasuransikan kembali (reasuransi) ke berbagai perusahaan asuransi di Eropa dan Asia, di bawah pimpinan perusahaan asuransi terkenal Lloyd's of London. Namun begitu, seperti diakui oleh Amir Imam Poero, belum berarti ganti rugi penuh itu langsung dibayarkan. "Masih diperlukan penelitian secara teknis oleh suatu pensurvei yang independen," katanya. Tak begitu jelas soal-soal apa saja yang kelak akan diteliti oleh pensurvei itu -- yang sampai sekarang belum lagi ditunjuk oleh pihak AJI. Tapi ada berbagai kemungkinan yang nampaknya perlu dipertanyakan. Salah satu menyangkut kecepatan kapal itu sendiri. Menurut daftar jawaban yang dipersiapkan oleh tim PT Pelni untuk pegangan Menteri Perhubungan Roesmin Noerjadin dalam dengar pendapat dengan DPR, disebutkan kecepatan kapal yang dulu bernama MV Great Emerald itu adalah 20 knot. Angka ini sedikit di bawah buku pegangan (manual), yang menyebutkan kecepatan maksimum kapal mencapai 22,67 knot. Tapi memang kecepatan Tampomas II menurun. Ketika berlayar dari Taiwan menuju Tanjung Priok 19 Mei 1980, sebuah sumber Pelni yang mengetahui, mengatakan, "kecepatan maksimum kapal ternyata 19,8 knot". Pada pelayaran perdana awal Juni tahun lalu, kecepatannya menurun menjadi 18 knot. Bahkan menurut catatan sumber ini, beberapa bulan sebelum kapal itu tenggelam, kecepatannya demikian menurun hingga mencapai 15 knot. Betulkah? Kalau pun tak persis, mesin bikinan Jepang itu nampaknya memang cepat lemah. "Yah, kapal itu terus-terusan digenjot, hanya istirahat selama 4 jam setiap kali singgah di pelabuhan," kata seorang pejabat perhubungan. Usia kapal itu sendiri belum tua benar, baru sembilan tahun. Sekretaris Ditjen Perla J.E. Habibie, yang banyak terlibat dalam proses pembelian Great Emerald, mengakui "pengoperasian kapal tersebut agak dipaksakan." Pejabat Perla itu juga merasa kaget ketika mendengar berita Tampomas II bisa tenggelam. "Sungguh mati saya lemas ketika mendengar itu dari Semarang," katanya kepada TEMPO. Yang kaget memang bukan Habibie saja. Takayuki Deguchi, Asisten Manajer dari perusahaaan Arimura Sangyo Co. Ltd. di Tokyo -- yang tadinya pernah memiliki kapal itu -- mengatakan kepada pembantu TEMPO di Tokyo, I Ketut Surajaya: "Kami kaget juga mendengar kapal itu terbakar, karena menurut perkiraan kami, kapal itu masih bisa digunakan paling sedikit 15 tahun." Penggenjotan yang melemahkan itu memang ada sebabnya. Dari Teluk Bayur ada datang laporan, betapa larisnya Tampomas II. "Kami kewalahan menampung arus penumpang yang ingm berlayar dengan Tampomas II," kata Risman, Kepala Cabang Pelni Teluk Bayur kepada koresponden TEMPO Muchlis Sulin. Kelarisan bisa menyebabkan juga kecerobohan. Ini terlihat juga pada KM Tampomas I, kapal laris yang lain. Seperti dilaporkan pembantu TEMPO Nian Poloan dari Medan, yang mengutip Suwandi, Kepala Pelni cabang Medan, Tampomas I berkapasitas 1.799 penumpang termasuk awak kapal yang 110 orang. Tapi Syahbandar dibolehkan memberi dispensasi mengangkut 1.854 orang -- sesuai jumlah pelampung yang tersedia. Tak terlalu berlebihan -- kalau saja Tampomas I tak membawa 2.000 penumpang. Bahkan di sekitar Lebaran mengangkut sampai 3.000 orang. Praktek semacam itu memang berbahaya. Untung Tampoms I kini lebih berhati-hati, setelah "adiknya" tenggelam dengan korban begitu banyak: bisa lebih 500 orang yang hilang dan mati jika benar ada 300 penumpang gelap. Tapi mengapa banyak penumpang yang ternyata mati, jauh sebelum kapal itu tenggelam? Mereka, termasuk seorang ibu yang hangus mendekap anaknya, ada yang mati karena kakinya lengket, lalu terbakar, di atas geladak yang amat panas. Geladak Tampomas II memang sudah diubah menjadi tempat penumpang. Itu, antara lain merupakan perubahan (konversi) yang dilakukan dengan biaya seluruhnya US$ 1,9 juta. Tapi menurut sebuah sumber Pelni, kondisi pada geladak itu sebenarnya belum memuaskan. "Geladak penumpang tidak dibungkus kayu yang dilapisi bitumastic, " katanya. Bitumastic terbuat dari bahan kimia, campuran semen dengan aspal, yang mempunyai kebolehan untuk menahan panas api bila timbul kebakaran. Kekurangan lain yang lebih pokok ialah alat pendeteksi asap (smoke detector) di Tampomas II. Wishardi Hamzah, Masinis III Tampomas II menerangkan kepada wartawan TEMPO Saur Hutabarat, kapal yang malang itu "sayang tak ada pendeteksi asap," katanya. Tapi sebuah sumber di Pelni, seperti dikutip koran sinar Harapan, mengatakan bahwa mestinya kapal semodern Tampomas II memiliki alat itu, yang letaknya di geladak pengendali. Mengingat kapal itu dulunya melulu digunakan untuk mengangkut barang, terutama mobil, sebuah sumber TEMPO juga berpendapat alat pendeteksi asap itu pasti ada dalam Tampomas II. Jadi rupanya pendeteksi asap itu tidak jalan, atau rusak. Yang tidak jalan juga sejumlah alat pemadam api otomatis (sprinkle) yang berisi zat kimia dan menempel di langit-langit itu. Mengapa? Mungkin karena kurang kenalnya sebagian awak kapal itu dengan Tampomas II. Kabarnya sewaktu kapal tersebut sudah dibeli Indonesia, hanya enam awak Indonesia yang dikirim ke Jepang. Tak heran bila para awak Jepang kabarnya sampai berjumlah 15 orang, praktis diminta untuk menangani kapal tersebut, selama perjalanan ke Indonesia. Maklum, sebagian besar tulisan di dalam kapal itu, baik pada peralatan kapal maupun dalam buku pegangan dan lain-lain, masih dalam bahasa Jepang. Tapi Pelni bukannya tak berbuat apa-apa. Harsoyo Tomo, Dir-Ut Tomo & Son, yang mensurvei Kapal Tampomas II dulu sebelum dibeli, pekan lalu kebetulan sedang berada di Shin Hama Shipyard, Shikoku, Jepang. Di sana ia sedang mensurvei KM Merdeka yang akan dibeli Indonesia. Ketika dihubungi wartawan TEMPO di Jepang, Harsoyo Tomo berpendapat survei sudah cukup dilakukan terhadap Tampomas II. Menurut Tomo, PT PANN dan Pelni, sebagai pembeli, telah mengirim ahli maupun tim survei ke Jepang. "Enam bulan sebelum dibeli, telah dilakukan suatu survei," katanya. Ia mengaku selalu bekerjasama dengan tim itu. "Bahkan sebelum dibeli oleh Indonesia, kapal tersebut telah dites dalam perjalanan jauh: Jepang - Hongkong - Filipina. Jadi sudah disurvei beberapa kali." Tak heran bila Amir Imam Poero dari PT AJI mengatakan: "Semua kapal Pelni yang dipertanggungkan kepada AJI memenuhi persyaratan". Meskipun dari semua kapal Pelni, hanya Tampomas II yang masih jadi tanggungan AJI -- yang akan habis masa pertanggungannya Mei 1981 sebentar lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus