Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Polemik PP 26 Tahun 2023, Ini Perbedaan Pasir Laut dengan Hasil Sedimentasi

Ahli Ekologi dari Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan, Romi Hermawan menjelaskan perbedaan hasil sedimentasi laut dengan pasir laut.

13 Juni 2023 | 15.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pengerukan pasir laut. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ahli Ekologi dari Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan, Romi Hermawan menjelaskan perbedaan pasir laut dengan hasil sedimentasi laut. Penjelasan tersebut untuk memahami polemik ekspor laut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berdalih komoditas yang boleh dijual hanya hasil sedimentasi laut, bukan pasir laut. Sehingga, pemerintah menilai kebijakan itu tidak akan menimbulkan kerusakan ekosistem laut seperti yang dikhawatirkan masyarakat pesisir dan nelayan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kata-kata pasir laut itu disembunyikan dalam istilah hasil sedimentasi. Sebab apakah betul hanya sedimentasi pasir laut yang diambil," ujarnya dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pada Selasa, 13 Juni 2023. 

Dia menjelaskan hasil sedimentasi berupa endapan seperti lumpur, debu, pasir, tanah dan lainnya. Sedangkan pasir laut memiliki gradien besar, bersumber dari pecahan karang dan koral. Pasir laut lah yang dicari untuk kebutuhan proyek reklamasi. 

"Kalau pasir laut hampir tidak ada lumpurnya, dan ini yang diminta oleh konsumen ekspor. Itu yang mereka cari," ucap Romi. 

Hal serupa juga diungkapkan oleh Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan. DFW menilai klaim pemerintah bahwa produk ekspor hanya hasil sedimentasi tidak sesuai dengan hasil riset ilmiah. Terlebih, pemerintah mengatakan kebijakan tersebut diputuskan untuk memenuhi proyek reklamasi di dalam negeri.

Bahan baku yang dibutuhkan proyek reklamasi bukan sedimen 

Abdi merujuk pada riset ilmiah Physical Geography University of Sakatchewan tahun 2019. Abdi menuturkan bahan baku yang dibutuhkan untuk proyek reklamasi bukan sedimen seperti yang disebut Trenggono. 

Dia menjelaskan pasir laut yang digunakan untuk konstruksi reklamasi adalah yang berjenis angular atau bertekstur kasar. Dengan demikian, yang dibutuhkan untuk kebutuhan ekspor adalah pasir yang ditambang dari dasar laut dan pantai.

Lebih lanjut, dia menekankan kebijakan penambangan pasir laut akan menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat pesisir. Sebab, langkah tersebut dapat pencemaran perairan, merusak terumbu karang, sehingga jumlah tangkapan nelayan akan menurun.

Selain itu, kebijakan ini akan memicu konflik masyarakat yang kerap kali diabaikan oleh pemerintah. "Padahal masyarakat sudah menyampaikan pengaduan dan protes," tuturnya.

Pilihan Editor: Pengerukan Pasir Laut, Pengamat Ragu Hanya Hasil Sedimentasi yang Diekspor: Pengawasan Lemah

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus