Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Porsi asing minta dibagi

Tender triliunan rupiah kembali jatuh ke tangan asing. apnatel dari Indonesia merasa dianaktirikan. apa komentar bank dunia?

14 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOMINASI perusahaan asing di bisnis telekomunikasi memang sudah berakar sangat dalam. Sejumlah nama beken, seperti Siemens AG, sudah lama menjadi rekanan Pemerintah di bidang telekomunikasi. Namun, dominasi ini mulai digugat. Sejumlah perusahaan lokal kini tengah mempersiapkan diri merebut porsi yang selama ini menjadi santapan kontraktor asing. Sebagai langkah pertama, Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (Apnatel) telah membentuk konsorsium untuk turut serta dalam setiap tender proyek telekomunikasi. Konsorsium yang terdiri dari tujuh perusahaan lokal itu beberapa pekan lalu mengajukan proposal kepada Bank Dunia untuk diikutsertakan dalam tender Proyek Telekomunikasi (Protel) V. Rencananya, dalam Protel V, Pemerintah akan membangun 1 juta satuan sambungan telepon (SST) senilai US$ 1,5 miliar atau Rp 3 triliun lebih. Seperti diketahui, komposisi Protel V adalah 40% proyek bagi hasil dan selebihnya merupakan proyek bantuan asing, termasuk Bank Dunia. Dilihat dari nilainya, jelas, bisnis telekomunikasi cukup menggiurkan. Dan pihak swasta yang terjun di bidang ini berpeluang meraih keuntungan. Namun, bisnis yang melibatkan uang triliunan rupiah ini ternyata bukan ladang empuk bagi kontraktor lokal. Seperti dikemukakan Ketua Apnatel, Rahardjo Tjakraningrat, perusahaan lokal masih sulit menembus tender proyek telekomunikasi yang dibiayai bantuan asing. Hal itu, kata Rahardjo, terjadi karena Bank Dunia mensyaratkan peserta tender harus berpengalaman mengerjakan proyek serupa di negara lain. ''Ini kan diskriminasi. Kami hanya minta agar syarat itu diringankan,'' katanya. Kepala proyek telekomunikasi di markas Bank Dunia, Ali Sabeti, membantah bahwa pengalaman internasional merupakan syarat mutlak untuk menjadi kontraktor utama. ''Itu tidak benar. Yang harus ditekankan adalah bahwa pemerintah Indonesia menyetujui syarat ICD dalam menjalankan proyek-proyeknya,'' kata Ali Sabeti. Memang, untuk proyek yang dibiayainya, Bank Dunia berpegang pada International Competitive Bidding (ICD), semacam panduan untuk memastikan bahwa tender dilakukan secara adil, jujur, dan terbuka. Bank Dunia bersikap hati-hati memang tidak salah. Sebagian besar pendanaan untuk proyek telekomunikasi, sampai saat ini, masih dibiayai Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Tahun ini, misalnya, Bank Dunia akan memberikan pinjaman US$ 360 juta atau Rp 720 miliar lebih. Sementara itu, dari ADB, Indonesia mendapat pinjaman US$ 300 juta. Pinjaman dari ADB ditandatangani Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad di Manila bulan lalu. Hal yang senada dengan Bank Dunia dilontarkan Direktur Utama PT Telkom, Setyanto P. Sentosa. Menurutnya, dalam hal manajerial, kemampuan teknis dan ketepatan waktu, kontraktor lokal masih di bawah kontraktor asing. ''Kita mencoba dulu ikut tender. Mungkin dalam Repelita VI atau VII, mereka baru bisa mandiri,'' kata Setyanto. Ia juga menolak usulan Apnatel bahwa Protel V yang berkapasitas 1 juta SST itu dipecah menjadi masing-masing 50 ribu unit. ''Biayanya bisa lebih mahal,'' katanya. Agaknya, Apnatel masih harus bersabar. Namun, itu bukan berarti kesempatan meraih tender untung sudah buntung. Sampai akhir Pelita VI, misalnya, PT Telkom masih akan membangun 7 juta SST. Untuk pembangunan saluran telepon itu, saat ini PT Telkom sudah mendapat komitmen pinjaman Rp 10 triliun lebih, dari Rp 16 triliun yang dibutuhkan. Seorang pengamat berpendapat, barangkali itu lebih baik bagi Apnatel daripada terburu-buru tapi bisa tersandung galian kabel telepon. BA, Bambang Harymurti, dan Sujatmoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus