Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggu kuasa si om

Nasabah bank summa mengancam lagi. ada kabar, william soeryadjaya masih menahan sebagian hasil penjualan asetnya. betulkah?

14 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMELUT sekitar utang-piutang Bank Summa belum akan segera mereda. Masalah yang paling serius adalah nasib piutangnya, yang ditaksir tinggal Rp 1,3 triliun. Hingga memasuki pekan ini, tagihan itu masih jauh dari tanda-tanda akan mencair. Rupanya, banyak ganjalan yang menghadang Tim Likuidasi Bank Summa (TLBS) dalam ''memburu harta'' itu. Nasabah yang masih punya tagihan pun kembali kesal. Pekan lalu, untuk kesekian kalinya, mereka mendelegasikan kepada Tim Nasabah Bank Summa (TNBS) menuntut TLBS agar secepatnya mengumumkan nama-nama debitur yang belum melunasi utang pada Bank Summa. Tuntutan TNBS yang tagihannya mencapai Rp 257 miliar kali ini sembari menunjuk hidung. Seperti yang dilansir beberapa koran, mereka juga melampirkan daftar 20 nama debitur yang punya tunggakan kredit di Bank Summa, dengan total sebesar Rp 170 miliar. Kalau tuntutan itu tidak ditanggapi oleh TLBS, ''Biar kami sendiri yang mengumumkannya,'' kata seorang dari TNBS. Akankah upaya mereka terlaksana? Yang jelas, George L.S. Kapitan, Ketua TLBS, jadi pening, terutama karena ulah ratusan debitur Bank Summa yang tampaknya bersikukuh untuk tidak begitu ambil pusing. Maklum, mereka kan bisa berlindung di bawah payung Undang-Undang Kerahasiaan Bank, yang melindungi nama mereka untuk disiarkan. ''Masih ratusan nasabah Bank Summa yang belum mau membayar kewajibannya,'' kata George Kapitan dengan nada kesal. Tunggakan para debitur itu total masih sekitar Rp 410 miliar. Padahal, berbagai upaya bahkan dengan surat ancaman yang dimuat di berbagai media pihak TLBS sudah menggedor debitur itu. Toh, gedoran itu hampir tak berbekas, alias banyak debitur yang masih menunda-nunda untuk melunasi utangnya. Bahkan, ibarat menepuk air, masih ada di antara debitur yang sama sekali tak bereaksi. Untuk membuat jera para debitur bandel itu, maklum bila TLBS berancang-ancang mengeluarkan jurus pamungkas kendati berisiko memakan waktu lebih lama. ''Kami akan menempuh jalan ke pengadilan,'' ujar George Kapitan. Dalam menjaring para debitur bandel melalui jalan hukum, TLBS di Jawa Timur sudah melakukannya sejak bulan lalu. Misalnya yang dilakukan tim ini dalam menggiring para debitur Bank Summa di Surabaya. Untuk itu, TLBS menunjuk Kantor Soehirman, Anwar & Partners sebagai kuasa hukumnya. ''Upaya hukum terpaksa kami lakukan bagi debitur yang tak mau berdamai,'' ujar M. Anwar Rachman, S.H., pemimpin kantor pengacara yang ditunjuk TLBS itu. Dari 50 debitur Summa yang tercatat di cabang Surabaya, Pasuruan, Mojokerto, dan Gresik dengan total tagihan sebesar Rp 30 miliar menurut Anwar, 30 di antaranya debitur dengan kualifikasi yang tidak mau kompromi. Bahkan, lima dari mereka berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan. Dan, kalau gugatan itu tidak mempan juga, ''Ya, terpaksa kami akan menggunakan jasa tukang pukul untuk memaksa mereka membayar utangnya,'' ujar Anwar kepada K. Candra Negara dari TEMPO. Bahkan, ada kemungkinan kantor pengacara itu akan menempuh jalan pengadilan, alias mempidanakan mereka yang menunggak- nunggak pembayaran utangnya. Upaya yang terakhir ini, kata Anwar, terutama diarahkan kepada debitur yang terbukti melakukan tindakan kriminal. Contohnya adalah yang dituduhkan kepada seorang debitur yang memperoleh kredit investasi dari Cabang Utama Summa di Surabaya. Belakangan, ia dilaporkan Anwar ke polisi karena ketahuan menyelewengkan fasilitas kreditnya untuk membeli mobil dan rumah. ''Jelas, yang dilakukan debitur itu sama dengan menipu dan mencuri,'' ujar Anwar. Urusan menagih utang memang ruwet. Belum lagi piutang Summa, yang jumlahnya mencapai Rp 200 miliar, mengendap di ''kantong teman-teman dekat Edward Soeryadjaya,'' kata sebuah sumber TEMPO. Bagaimana cara TLBS menagihnya? Belum jelas. Hanya saja, belakangan ini muncul tuduhan bernada minor yang ditujukan kepada keluarga William, yang masih berutang Rp 740 miliar kepada Bank Summa. Menurut F.M. Marbun, Ketua TNBS, William juga sengaja menunda pembayaran sisa utangnya pada Bank Summa. Buktinya? ''William sengaja menutupi aset-aset Bank Summa yang sudah dijual,'' ujar Marbun. Kabar yang paling aktual, William baru menjual Summa Invest, aset Summa di Singapura. Menurut Marbun, pihaknya memperoleh info bahwa dari penjualan sahamnya di sana, William menangguk hasil hampir Rp 82 miliar. Tapi, William hanya menyetor kepada TLBS sebesar Rp 39 miliar. Betul-tidaknya itu wallahualam. Sementara urusan dari Singapura masih simpang-siur, info lain sampai di telinga TNBS bahwa William juga sudah menjual asetnya di Hong Kong, Promet Energy, seharga Rp 100-an miliar. Sementara itu, ada kabar dari Bandung, Kantor Cabang Summa di sana juga sudah dibeli oleh Citibank. Berapa yang disetor William dari hasil penjualan aset yang terakhir itu, ''Juga simpang-siur,'' kata Marbun. Selain itu, Marbun juga mempersoalkan rencana penjualan empat aset Summa lainnya, antara lain sebidang tanah seluas sekitar 50 hektare di Surabaya, pusat pertokoan Bandung Indah Plaza di Bandung, dan Rumah Sakit MMC di Jakarta. Katanya, Mei lalu William sudah sepakat akan melepas semua aset itu. Lagi pula, pemodal yang akan membeli aset itu memang ada. Antara lain disebut-sebut kelompok usaha Bangun Cipta Sarana, Panin, dan Gunung Agung, yang kabarnya sudah melayangkan minatnya kepada TLBS untuk membeli tanah di kawasan Darmo Satelit di Surabaya, yang bernilai lebih dari Rp 100 miliar. Tapi, hingga pekan ini, niat para pemodal itu belum terlaksana. Soalnya, menurut George Kapitan, William belum memberikan kuasa atas aset itu kepada TLBS. Mengapa perlu ditunda-tunda, Om? Moebanoe Moera, Wahyu Muryadi, dan Bina Bektiati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus