Angka-angka berlompatan di papan monitor yang mendominasi galeri Bursa Efek Jakarta (BEJ). Mengejutkan. Sejak pertengahan Januari silam, tren kenaikan harga ataupun volume perdagangan saham benar-benar mantap. Indeks harga saham gabungan (IHSG), yang selama ini terlunta-lunta di kisaran 300 titik, sejak Januari sudah menembus 400, bahkan menyundul ke 450 poin. Volume perdagangan juga ikut naik meskipun tidak secepat lonjakan IHSG.
Rabu pekan lalu, tren kenaikan itu memuncak tatkala IHSG mencapai titik tertinggi dalam 18 bulan terakhir, yakni 476,961 poin. Bila dibandingkan dengan posisi awal Januari lalu, indeks saham Bursa Jakarta mencatat kenaikan seputar 25 persen. Memang, indeks sempat terkoreksi sedikit pada perdagangan sehari sesudahnya, tapi di penutupan perdagangan akhir pekan lalu indeks sudah kembali menanjak. Percaya atau tidak, kenaikan harga saham di BEJ itu bahkan merupakan kenaikan tertinggi di kawasan Asia-Pasifik selama dua bulan terakhir. Dan itulah indeks tertinggi yang pernah diraih di bawah pemerintahan Megawati Sukarnoputri, yang sudah berlangsung selama tujuh bulan.
Seiring dengan kenaikan harga saham, nilai tukar rupiah juga menunjukkan gejala yang menggembirakan. Sepanjang pekan lalu, rupiah diperdagangkan pada kisaran di bawah Rp 10 ribu per dolar AS di pasar spot Jakarta. Penguatan kurs rupiah sampai di bawah Rp 10 ribu adalah juga yang pertama kali sejak tragedi WTC (World Trade Center) New York, 11 September tahun lalu. Dua indikator ini merupakan sinyal yang positif dibandingkan dengan indikator lain yang masih negatif seperti inflasi dan ekspor.
Kepercayaan investor pada pemerintahan Megawati agaknya sudah mulai pulih. Beberapa analis mengungkapkan, sejumlah keputusan besar yang dibuat Megawati sepanjang pekan lalu telah mendorong penguatan rupiah ataupun indeks. Pembatalan keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) mengenai perpanjangan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS), penunjukan tim gabungan untuk memutuskan pemenang tender penjualan 51 persen saham BCA, dan penahanan tersangka kasus Bulog II yang juga Ketua DPR, Akbar Tandjung, adalah tiga keputusan besar pemerintahan Mega yang mampu mendatangkan dampak positif pada aktivitas pasar. Setidaknya, pelaku pasar menafsirkan keputusan itu sebagai bukti kesungguhan Presiden dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Namun, dalam pandangan Lily Wijaya dari Merryl Lynch Indonesia dan Lin Che Wei dari SocGen, yang paling berperan mendorong kenaikan indeks adalah investor asing. Menurut Che Wei, dari Januari lalu aliran dana asing deras mengalir dari Asia Utara dan Asia Timur ke Asia Tenggara. Kenaikan indeks tak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga di Thailand dan Malaysia. Indeks di Thailand dan Malaysia masing-masing naik 25 persen dan 10 persen dalam dua bulan terakhir. Sementara itu, indeks Hanseng (Hong Kong) justru turun 2 persen pada kurun waktu yang sama. Begitu pula dengan indeks saham di Bursa Seoul, yang terus-menerus turun. Selama pekan lalu, indeks saham di Negeri Ginseng turun satu persen di tengah lonjakan yang terjadi di beberapa bursa lain. "Harga saham kita memang sudah berada di titik terendah, sehingga pasti akan naik," Che Wei menambahkan.
Hal itu tecermin dari perdagangan sepanjang dua pekan terakhir. Pada kurun waktu itu, dana asing yang masuk ke Bursa Jakarta mencapai Rp 148,8 miliar, sementara yang keluar cuma Rp 41,3 miliar. Dengan demikian, Bursa Jakarta membukukan nilai beli bersih Rp 107,5 miliar. Pada umumnya, investor asing mengincar saham-saham bluechip dengan kapitalisasi pasar yang besar seperti Gudang Garam, Telkom, Indosat, dan Sampoerna. Dan itu saja sudah cukup untuk mengerek naik indeks saham.
Harus diakui bahwa dana asing yang masuk ke Bursa Jakarta memang masih sangat fluktuatif. Tapi indikasi selama dua pekan terakhir menunjukkan bahwa dana asing yang masuk jauh lebih besar ketimbang yang keluar. Che Wei yakin tren ini akan terus berlanjut sampai akhir tahun. Apalagi Gubernur The Fed, Alan Greenspan, sudah memberikan sinyal positif bahwa perekonomian AS akan tumbuh lebih baik dari yang diperkirakan semula.
Namun, Lily tak bisa memastikan apakah dalam waktu dekat indeks harga saham akan menembus 500 poin atau tidak. Menurut dia, banyak hal yang akan dijadikan tolok ukur oleh pasar untuk menentukan apakah mereka akan bertahan di Jakarta atau mengalirkan dananya ke tempat lain. Salah satu yang utama adalah penentuan pemenang BCA. "Investor tidak melihat siapa yang akan jadi pemenangnya, tapi penjualan ini mesti diselesaikan," katanya. Selain itu, nilai tukar rupiah yang stabil juga akan membantu bursa. Avi Dwipayana dari Trimegah Securities menambahkan, pasar juga akan melihat kinerja perusahaan-perusahaan publik selama semester pertama tahun ini. "Jika oke, indeks akan terus naik," ia memastikan. Jadi, bersabarlah sampai pertengahan tahun ini.
M. Taufiqurohman, Dewi Rina Cahyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini