Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Satu Pintu bagi Peruri

Peruri segera menjadi pemain tunggal bisnis percetakan surat berharga. Perusahaan lain cuma bisa menjadi mitra.

10 Maret 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang ganjil di lapangan golf Rawamangun, Selasa sore pekan lalu. Belasan pengusaha percetakan surat berharga (security printing) berbondong-bondong mendatangi lapangan golf tua itu tanpa membawa tongkat pemukul (stick). Mau arisan? Tampaknya bukan. Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Per-cetakan Sekuriti Indonesia (Aspersindo) tersebut rupanya kepingin curhat. Mereka meresahkan munculnya Surat Keputusan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), 18 Februari 2002, yang mengatur pencetakan dokumen atau surat-surat berharga. Menurut surat yang diteken Kepala BIN A.M. Hendropriyono ini, Perum Percetakan Uang RI (Peruri) ditunjuk sebagai satu-satunya perusahaan yang mengelola percetakan 23 macam surat berharga yang diterbitkan BUMN atau BUMD. Jenisnya macam-macam, dari pita cukai (rokok, kaset), prangko, meterai, sampai buku izin menangkap ikan dan kertas segel untuk barang-barang ekspor. Sebagian lagi, ada sekitar 35 jenis dokumen atau surat berharga yang percetakannya diprioritaskan kepada Peruri. Jenisnya antara lain buku pelaut, STNK, BPKB, SIM, sampai karcis jalan tol dan rekening listrik. Dengan kata lain, per-usahaan percetakan surat berharga yang selama ini mencari makan dengan memperebutkan tender BUMN akan kehilangan penghasilan. Satu-satunya kesempatan hanyalah menjadi mitra Peruri. Perusahaan per-cetakan negara ini tampaknya tidak akan mampu melayani semua pesanan. Tapi itu pun tidak mudah. Soalnya, untuk menjadi mitra Peruri, mereka harus mendapat izin dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan, setelah ada rekomendasi BIN sebagai Ketua Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu. Bersama Peruri, BIN juga akan melakukan pengawasan dan evaluasi reguler terhadap kinerja para mitra ini. Ihwal tata cara perizinan itu sesungguhnya tidak betul-betul baru. Saat ini pun perusahaan percetakan surat berharga harus mendapatkan izin (dan secara rutin minta perpanjangan) dari BIN. Namun, justru inilah persoalannya: izin perpanjangan itu belakangan ini macet. Menurut seorang pengusaha, saat ini ada 15 perusahaan yang perpanjangan izinnya menyangkut di BIN. Tanpa surat izin itu, praktis mereka tidak bisa bergerak. Menurut seorang anggota Aspersindo, SK Kepala BIN dan mandeknya perpanjangan izin itu bukan tak ada kaitannya. Beleid ini merupakan siasat agar Peruri bisa memonopoli bisnis percetakan surat berharga sekaligus menguasai pasokan bahan bakunya. Setidaknya, Peruri akan menjadi satu-satunya pintu yang harus di-lewati pemain lainnya. "Semacam pintu rezeki buat Peruri," katanya. Menurut Wakil Ketua Aspersindo, Pujo, kebijakan ini akan menaburkan getah kepada mereka yang selama ini bergantung pada order BUMN. Siapa mereka? Sangat banyak. Statistik menunjukkan, saat ini ada sekitar 18 anggota Aspersindo dengan nilai penjualan hingga ratusan miliar setiap tahun. Sebagai gambaran, untuk pita cukai saja, setiap tahun nilainya tak kurang dari Rp 90 miliar. Selama ini, ada dua pencetak pita cukai: PT Pura Barutama, Kudus, sebagai pencetak intaglio (cetak dalam), dan Peruri. Dengan ketentuan ini, Pura Barutama akan kehilangan bisnisnya, kecuali jika buru-buru melamar ke Peruri untuk menjadi mitra. Kesempatan itu sebenarnya terbuka lebar karena Peruri belum punya mesin intaglio. PT Balai Pustaka, yang selama ini mencetak surat tanda tamat belajar dari SD hingga SMA, juga harus merelakan keuntungannya diambil alih Peruri. Sulit dihitung berapa besar Balai Pustaka akan kehilangan kuenya. Tapi, menurut seorang anggota Aspersindo, jumlahnya mencapai miliran. Tapi apakah benar beleid baru ini dibuat untuk memanjakan Peruri dan yang lain? Kepala Staf Harian Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu, Brigjen Marinir Hasnul, membantah tuduhan itu. Ia mengatakan keputusan ini diambil karena banyaknya pemalsuan dan penyalahgunaan surat berharga. Dengan menyerahkannya kepada Peruri, "Kita mudah mengontrol," katanya. Hasnul bahkan yakin, aturan baru itu tak banyak mempengaruhi percetakan kertas berharga swasta yang jumlahnya 18 perusahaan itu. "Ini dibuat demi kebaikan," katanya, "lagi pula Peruri tak akan mampu mencetak semuanya." Menurut Hasnul, Peruri pasti akan mengoper pesanan-pesanan itu ke perusahaan swasta. Direktur Pemasaran Peruri, Suparman, mengaku belum mengetahui SK baru yang akan menjadi tambang harta karun bagi kantornya itu. "Wah, saya baru pulang haji. Saya belum mendengar apa-apa," katanya. Moga-moga saja pintu rezeki Peruri tidak akan menjadi pintu kolusi. Arif A. Kuswardono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus