KARENA dikejar-kejar utang, TVRI ganti memburu Indosiar. Pekan lalu, sidang gugatan TVRI terhadap Indosiar digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. TVRI menuduh Indosiar tidak mengakui utangnya. Stasiun televisi milik pemerintah itu pun mengajukan tuntutan Rp 96 miliar untuk ganti rugi materiil dan Rp 500 miliar ganti rugi imateriil.
Sebelumnya, Departemen Keuangan mendesak TVRI agar membayar utangnya ke Satelindo sebesar Rp 22 miliar. TVRI pun memburu TV swasta?termasuk Indosiar?agar membayar kewajibannya yang sekitar Rp 338 miliar. Selama beberapa tahun TVRI memang mendapatkan 12,5 persen dari hasil iklan yang dijaring TV swasta. Akibat krisis ekonomi pada 1997, setoran TV swasta macet. Setelah berunding, TV swasta akan membayar utang hingga tahun 1999, tapi sejak Oktober tahun lalu TV swasta tak wajib lagi menyetor ke TVRI. Nah, menurut hitungan TVRI, Indosiar masih menunggak Rp 72,06 miliar.
Setelah tak menerima setoran lagi, TVRI membuka diri terhadap iklan dan sponsor. Soalnya, kalau hanya mengandalkan duit pemerintah, TVRI memang tidak bisa berkutik. Menurut Sumita Tobing, Direktur Utama TVRI, biaya operasional TVRI per tahun Rp 2 triliun. Sementara itu, stasiun TV paling senior itu hanya mendapat Rp 150 miliar dari pemerintah. Bagaimana dengan iuran televisi yang ditarik dari masyarakat? Itu pun tak bisa diandalkan. Tahun lalu hanya masuk Rp 7 miliar.
Iklan dan sponsor pun masih seret. Meski jangkauannya jauh lebih luas dari TV swasta, awak TVRI nyatanya tak cukup gesit menjala iklan. Sejauh ini, TVRI baru bisa menggandeng sebuah perusahaan rokok untuk membiayai produksi acara Dangdut Jinggo. Padahal saat ini TVRI masih digayuti utang sekitar Rp 200 miliar. "Marketing kami memang tidak bagus," ujar Sumita, yang berharap TVRI bisa segera berbentuk perseroan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini