Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Layakkah Pengemudi Ojek Online Mendapatkan Subsidi BBM?

Bahlil menyebutkan ojek online tidak akan mendapat subsidi BBM karena bukan angkutan umum. Layakkah ojek online disubsidi?

2 Desember 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rencana Menteri Bahlil mencoret ojek online dari daftar penerima subsidi BBM menuai kecaman.

  • Tiga opsi penyaluran BBM bersubsidi sudah disampaikan kepada Presiden Prabowo.

  • Keterbatasan anggaran mendorong pemerintah mencari solusi agar subsidi yang disalurkan lebih tepat sasaran.

PEMERINTAH masih mengkaji berbagai alternatif skema baru penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan akan menyeleksi kelompok penerima subsidi BBM agar tepat sasaran. Salah satu yang ia pertimbangankan adalah mencoret pengemudi ojek online dari daftar penerima utama subsidi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski belum resmi diputuskan, pernyataan Bahlil menuai kecaman dari pengemudi ojek online. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia Lily Pujiati mengatakan kebijakan Menteri Bahlil itu akan makin memberatkan pengemudi ojek online yang kini pendapatannya tidak pasti karena statusnya sebagai mitra.

"Pencabutan subsidi sudah pasti membebani para pengemudi karena kami mengeluarkan banyak uang untuk membeli BBM setiap hari," ujar Lily kepada Tempo, Ahad, 1 Desember 2024. Sebagai gambaran, pengemudi ojek online harus mengeluarkan Rp 30-40 ribu per hari untuk biaya Pertalite. Sedangkan pendapatan bersih mereka rata-rata Rp 50-100 ribu per hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pencabutan subsidi ini, menurut Lily, bakal makin memberatkan karena pengemudi sudah menanggung banyak biaya operasional, dari biaya parkir, suku cadang, servis kendaraan, hingga pulsa. Apalagi perusahaan aplikasi ojek online juga mengenakan biaya potongan sebesar 25-70 persen terhadap para pengemudi. Biaya itu pun sebetulnya melanggar ketentuan pemerintah yang mengatur potongan platform maksimal 20 persen.

Belum lagi biaya cicilan kendaraan dan atribut yang harus dibayar oleh pengemudi ojol. Adapun beberapa perusahaan ojek online menawarkan pinjaman melalui aplikasi pengemudi, sehingga setiap hari pengemudi harus menambah jam kerja untuk bisa membayar utang tersebut.

Di sisi lain, Lily juga khawatir pencabutan subsidi BBM akan berdampak luas serta mendorong kenaikan harga sejumlah barang dan jasa. Imbasnya, masyarakat bakal berhitung ulang dan mulai mengurangi penggunaan jasa ojek online. Karena itu, ia berharap pemerintah tetap menyalurkan subsidi BBM kepada pengemudi ojek online. Terlebih di tengah kondisi ekonomi yang lesu saat ini.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono menyatakan para pengemudi ojek online akan menggelar demo besar-besaran jika pemerintah akhirnya berkukuh atas kebijakan pembatasan subsidi BBM ini. Ia menyayangkan pemerintah masih tak memperhatikan nasib para ojek online yang selama ini sudah menjadi sapi perah dari perusahaan aplikasi.

Adapun alasan Bahlil mencoret pengemudi ojek online dari sasaran penerima subsidi BBM adalah mengutamakan subsidi untuk pemilik kendaraan pelat kuning atau angkutan umum. Menurut dia, ojek online bukan angkutan umum, melainkan bentuk usaha. "Ojek (online) kan pakai BBM untuk usaha, masak usaha disubsidi?" ujarnya di Jakarta, seperti dikutip Antara pada Jumat, 29 November 2024.

Menurut Ketua Umum Partai Golkar itu tidak semua pengemudi ojol menggunakan kendaraan pribadi untuk bekerja. Beberapa di antaranya menggunakan kendaraan milik pengusaha yang memiliki armada sepeda motor dan menyewakannya kepada masyarakat.

Subsidi BBM, kata Bahlil, seharusnya diberikan kepada kendaraan berpelat kuning, misalnya angkutan umum. Hal ini bertujuan untuk menjaga tarif transportasi umum tetap terjangkau, sehingga masyarakat yang bergantung pada moda transportasi tersebut tidak mengalami kenaikan biaya mobilitas.

Namun, setelah melihat kecaman para pengemudi ojek online, Bahlil menegaskan hingga saat ini belum ada keputusan akhir soal skema baru penyaluran subsidi BBM. Ia mengatakan perumusan formula baru subsidi BBM masih menunggu data penerima yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik.

Kendati demikian, Bahlil membeberkan ada tiga opsi skema penyaluran subsidi BBM yang sudah dibahas dengan Presiden Prabowo Subianto. Pertama, mengalihkan seluruh subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT). Kedua, mempertahankan subsidi BBM dalam bentuk barang. Ketiga, menaikkan harga BBM bersubsidi.

Bahlil juga berencana menemui Menteri Keuangan untuk merampungkan rumusan seluruh subsidi energi, termasuk BBM. Ia akan mendorong perubahan subsidi BBM menjadi BLT dapat berjalan lebih dulu. Selanjutnya, barulah pemberian subsidi dalam bentuk barang.

Sebelumnya, Sri Mulyani telah sepakat melakukan beberapa uji coba untuk mengukur dampak perubahan skema penyaluran subsidi BBM. Khususnya imbas terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, daya beli masyarakat, dan tingkat kemiskinan.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mengkaji dengan teliti agar subsidi dapat dikelola secara efektif dan efisien, tepat sasaran, serta manfaatnya dapat dirasakan masyarakat secara optimal. "Selain itu, yang tak kalah penting kesehatan dan keberlanjutan APBN tetap terjaga," ujar Sri Mulyani pada 4 November 2024.

Keterbatasan anggaran memang mendorong jajaran menteri Kabinet Merah Putih mencari solusi agar subsidi yang disalurkan dapat lebih tepat sasaran. Anggaran subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025 pun turun sebesar Rp 1,1 triliun dari usul semula menjadi Rp 203,5 triliun.

Sebelumnya, Prabowo menilai anggaran bisa dihemat Rp 150-200 triliun jika skema subsidi diubah menjadi BLT. Sehingga dana tersebut bisa disalurkan untuk program pemerintah lain yang dinilai sebagai prioritas.

Namun rencana pemerintah mencabut subsidi BBM terhadap pengemudi ojek online untuk menekan anggaran dinilai bermasalah bagi sejumlah ekonom. Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar berpendapat bahwa pengemudi ojek online masuk kelompok sosial-ekonomi rentan, dengan penghasilan rata-rata Rp 2 juta per bulan.

Media menjelaskan, sebagian besar dari para pengemudi ojek online bergantung pada pekerjaan ini sebagai sumber pendapatan utama, meskipun banyak yang harus mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. "Pembatasan akses terhadap BBM bersubsidi tanpa adanya solusi alternatif pasti akan memperburuk kondisi finansial mereka," ujarnya ketika dihubungi pada Ahad, 1 Desember 2024.

Masalahnya, menurut Media, 40-50 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok berpenghasilan tinggi yang memiliki kendaraan pribadi. Kelompok ini cenderung lebih boros dalam konsumsi BBM dibanding kelompok miskin atau rentan. Karena itu, ia menilai skema pembatasan BBM untuk mobil pribadi keluaran tahun terbaru akan lebih adil dan progresif. Terlebih nominal penghematannya juga akan lebih besar ketimbang membatasi subsidi untuk ojek online.

Dosen Universitas Gadjah Mada itu menegaskan, subsidi BBM idealnya ditujukan kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan, seperti kelompok rentan dan miskin, yang meliputi rumah tangga dengan pendapatan rendah, pekerja informal, nelayan kecil, petani, buruh harian, dan pengemudi ojek online. Selain itu, sektor strategis, seperti pelaku usaha mikro dan kecil, yang juga sangat bergantung pada BBM untuk operasional.

Media berpandangan bahwa subsidi BBM bisa saja dialihkan sepanjang kelompok rentan di atas mendapatkan subsidi dalam bentuk yang lain. Sehingga kebijakan yang diterapkan tidak menggerus daya beli dan perekonomian mereka.

Kriteria penerima juga harus tetap patuh pada Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM. Selain itu, implementasi di lapangan wajib diperkuat dengan pengawasan berbasis teknologi seperti penggunaan aplikasi MyPertamina dan integrasi dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial untuk memastikan subsidi tidak salah sasaran.

Ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, pun berpendapat bahwa penerapan subsidi berbasis orang, seperti status pelat kendaraan, tidak relevan. Ia menyarankan skema penyaluran subsidi BBM tetap berbasis jenis kendaraan. Misalnya kendaraan roda empat atau lebih yang memperoleh subsidi harus menggunakan barcode untuk mengidentifikasi kendaraan yang layak menerima subsidi.

Kendaraan roda dua, menurut Awalil, seharusnya tetap mendapatkan subsidi karena jenis ini dominan digunakan masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan demikian, ojek online termasuk kelompok yang layak menerima subsidi BBM. Jika pemerintah khawatir subsidi ini masih tidak tepat sasaran, ia merekomendasikan mekanisme pendataan dan kerja sama dengan platform resmi ojek online untuk memastikan kendaraan tersebut layak mendapatkan subsidi.

Adapun pengamat energi dari Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, mengidentifikasi tiga kelompok utama yang layak mendapat subsidi, yaitu kelompok produktif termasuk ojek online, masyarakat dengan daya beli rendah, serta kelompok 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Untuk itu, pemerintah perlu menggunakan data Badan Pusat Statistik sebagai acuan, khususnya perihal biaya hidup minimum bagi kelompok masyarakat dengan daya beli rendah.

Untuk memastikan kebijakan subsidi dirancang berdasarkan data dan analisis yang akurat, Rektor Institut Teknologi PLN Jakarta itu menyarankan studi independen yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Menurut dia, studi ini penting untuk menentukan kriteria penerima subsidi dan merancang mekanisme yang adil serta tepat guna.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus