Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut produktivitas tenaga kerja Indonesia tertinggal dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri (PPPVI) di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin, Wulan Aprilianti Permatasari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih berada di peringkat kelima dengan setiap tenaga kerja mampu menghasilkan US$ 26,328 pada tahun 2023," ujar Wulan saat memberi sambutan di penutupan Program Peningkatan Produktivitas SDM Industri di Jakarta, pada Senin, 20 Januari 2025. Menurut Wulan, jumlah penghasilan tiap tenaga kerja Indonesia itu terpaut jauh dibanding tingkat produktivitas Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu serupa dengan dengan data dari International Labour Organization (ILO) yang mengukur jumlah atau output setiap tenaga kerja dalam periode tertentu guna mencari tingkat produktivitas. Sehingga produktivitas mencerminkan efektivitas tenaga kerja dalam memproduksi barang maupun jasa.
Pada tahun 2023 ILO mencatat setiap satu orang pekerja di Indonesia tiap jam kerja menyumbang US$ 14 terhadap produk domestik bruto (PDB). Sedangkan Singapura bisa mencapai US$ 74, Brunei Darussalam US$ 49. Malaysia US$ 26, dan Thailand US$ 15.
ASEAN Studies juga mencatat tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia rendah. Ini terlihat dari angka PDB per tenaga kerja yang hanya US$ 23,87 ribu. Angkanya lebih rendah daripada rata-rata ASEAN yang mencapai US$ 24,27 ribu per tenaga kerja.
Berdasarkan ketimpangan tingkat produktivitas itu, Wulan mengatakan pemerintah telah mengambil sikap. "Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2023 telah menetapkan Pembentukan Lembaga Produktivitas Nasional atau LPN," ujar Wulan. Pembentukan LPN itu, kata Wulan bertujuan menyusun perumusan kebijakan sekaligus mempercepat peningkatan produktivitas dan daya saing nasional.
Wulan menyampaikan Kemenperin memiliki 13 Pendidikan Tinggi Vokasi, 9 Sekolah Menengah Kejuruan, dan 7 Balai Diklat Industri dalam rangka mendukung pengembangan SDM Industri. Salah satunya lewat Program Peningkatan Produktivitas SDM Industri hasil kerja sama antara BPSDMI Kemenperin, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang serta The Association for Overseas Technical Cooperation and Sustainable Partnerships (AOTS) Jepang.
Wulan menyampaikan program itu telah berlangsung sejak tahun 2019 dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 1.304 orang yang terdiri dari guru, dosen dan praktisi industri. Wulan menyebut sejumlah program yang telah terlaksana termasuk pelatihan guru produktif bidang elektronika dan permesinan, pelatihan 5S/kaizen untuk guru-guru SMK, program pelatihan infrastruktur pengembangan SDM Industri manufaktur Indonesia (ENIV) di Jepang dan secara daring, serta pelatihan lean manufacturing for making Indonesia 4.0 (LEMMI 4.0)
"Ini merupakan upaya Kementerian Perindustrian dalam membantu industri meningkatkan produktivitas," ucap Wulan menjelaskan tujuan dari program-program tersebut.
Vindry Florentin berkontribusi pada penulisan artikel ini.