Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Beralih pada Kedelai Lokal

Produktivitas lahan kedelai digenjot dari 1,5 ton per hektare menjadi 2 ton per hektare.

5 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja mengecek kualitas kacang kedelai di salah satu agen penjualan kacang kedelai Mampang, Jakarta, 4 Januari 2020. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Produsen tahu-tempe meneken MoU pembelian kedelai lokal dengan petani.

  • Petani dan pedagang bisa menerima harga jual kedelai lokal Rp 8.000 per kilogram.

  • Kementerian Pertanian akan mempercepat budi daya kedelai.

JAKARTA – Pedagang dan produsen tahu-tempe bersepakat membeli kedelai lokal sebagai bahan baku, kemarin, setelah harga kedelai impor meroket. Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifudin, mengatakan hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada kedelai impor, sekaligus mendorong petani agar mau menanam kedelai.

Menurut Syarifudin, kesepakatan itu tertuang dalam nota kesepahaman (MoU). "Mengenai lokasi mana saja (sentra produksi) dan harga beli (kedelai) masih belum selesai dibahas. Pada prinsipnya, kami siap membeli kedelai lokal agar tidak terjadi kelangkaan," ujar dia kepada Tempo, kemarin.

Menurut Syarifudin, selama ini produsen tahu-tempe membeli kedelai lokal dengan harga Rp 5.500-6.500 per kilogram. Dampaknya, petani hanya mendapat margin kecil, sehingga tak menanam kedelai. Harganya jauh berbeda dengan kedelai impor yang mencapai Rp 9.000 per kilogram. Dia yakin petani dan pedagang bisa menerima kedelai lokal jika dijual seharga Rp 8.000 per kilogram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembuatan tahu di Duren Tiga, Jakarta, 28 Agustus 2020. Tempo/Tony Hartawan

Dari segi kualitas, Syarifudin mengatakan kandungan nutrisi kedelai lokal sebetulnya lebih tinggi. Namun produktivitasnya hanya 2,5 ton per hektare atau separuh dari kedelai impor yang sudah mengalami perombakan genetik. "Dari sisi kesehatan, kedelai lokal lebih baik daripada kedelai impor. Karena itu, kami mendukung penuh produksi kedelai lokal," kata Syarifudin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan kenaikan harga kedelai saat ini merupakan buntut dari kondisi global. Salah satunya karena Cina memborong pasokan kedelai dari Amerika Serikat, sehingga harganya melambung.

Karena itu, kata Syahrul, Kementerian Pertanian akan melipatgandakan produksi kedelai lokal dalam 200 hari ke depan. Peningkatan produksi dilakukan dengan memperluas area tanam serta meningkatkan pelibatan integrator, unit-unit kerja Kementerian Pertanian, dan pemerintah daerah.

Pekerja mencuci kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe di kawasan Cipinang, Jakarta, Tempo/Tony Hartawan

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Suwandi, mengatakan nota kesepahaman tentang penyerapan kedelai lokal diharapkan mendorong produksi petani. Apalagi, kata dia, saat ini harga kedelai impor sedang baik, sehingga akan menguntungkan petani. "Hasil panen petani langsung diserap perajin tahu-tempe di bawah Gakoptindo," kata Suwandi.

Suwandi mengatakan akan menyiapkan benih kedelai unggul yang bisa membuahkan hasil dalam 90 hari. "Hasil panen tanam pertama ini sebagian untuk benih dan sebagian untuk konsumsi," ujar dia.

Kementerian Pertanian akan mempercepat budi daya kedelai di kluster-kluster dengan integrator. Tahun ini, pemerintah menggelontorkan bantuan pengembangan kedelai di Provinsi Sulawesi Utara seluas 9.000 hektare, Sulawesi Barat 30 ribu hektare, dan Sulawesi Selatan 9.000 hektare. Pemerintah juga membangun kemitraan penghiliran dan pasar industri tahu-tempe dengan petani di Jawa Tengah di area seluas 15 ribu hektare, Jawa Barat 15 ribu hektare, Jawa Timur 15 ribu hektare, serta Nusa Tenggara Timur (NTT) 4.000 hektare dengan dukungan Kredit Usaha Rakyat dan akses kepada pembeli siaga atau offtaker.

"Rata rata produktivitas kedelai saat ini 1,5 ton per hektare dan harus ditingkatkan menjadi 2 ton per hektare melalui riset benih unggul dan teknologi budi daya," kata Suwandi.

LARISSA HUDA


Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus