Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sejarah Indonesia, sosok Oei Tiong Ham saudagar gula keturunan Tionghoa di Semarang tak bisa diabaikan. Oei Tiong Ham merupakan pendiri perusahaan Oei Tiong Ham Concern (OTHC) yang menjelma sebagai salah satu perusahaan terbesar di Asia.
Dilansir kebudayaan.kemdikbud.go.id, Oei Tiong Ham merupakan seorang pria kelahiran 1866 yang disebut sebagai ‘orang terkaya di antara Shanghai dan Australia oleh Korean De Locomotief. Oei Tiong Ham merupakan seorang pengusaha gula yang sukses dan terpandang di Semarang, Jawa Tengah.
Oei Tiong Ham berhasil mengembangkan perusahaannya yang berpusat di Semarang hingga melanglang buana ke berbagai negara-negara di dunia, seperti Hongkong, London, hingga New York. Kesuksesannya pun membuat Belanda, yang kala itu menjajah Nusantara, turut segan dengannya.
Baca: Oei dan Kerajaan Bisnisnya
Pria kelahiran Semarang ini membuka bisnis pertamanya dengan berdagang hasil bumi, seperti kopi, karet, kapuk, gambir, tapioka, serta opium. Bisnisnya mulai berkembang pesat ketika berhasil mengakuisisi 5 pabrik gula yang akan bangkrut, yaitu pabrik gula Pakis di Pati, Rejoagung di Madiun, Ponen di Jombang, Tanggulangin di Sidoarjo, dan Krebet di Malang. Kesuksesan Oei Tiong Ham tidak bisa dilepaskan dari sosok ayahnya yang bernama Oei Tjie Sien, pemilik perusahaan Kian Gwan, sebuah kongsi dagang multinasional.
Perusahaan Oei Tiong Ham Concern (OTHC) adalah nama perusahaan yang didirikan oleh Oei Tiong Ham. Perusahaan OTHC merupakan perusahaan pengembangan dari kongsi dagang milik ayahnya. Pada 1890, Oei Tiong Ham mengambil alih perusaaha milik ayahnya.
Oei Tiong Ham mengembangkan perusahaan tersebut sampai mencakupi perdagangan karet, kapuk, gambir, tapioka dan kopi. Selain itu, perusahaan miliknya juga menangani pegadaian, layanan pos, penebangan dan perdagangan opium terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Jejak peninggalan Oei Tiong Ham Concern masih dapat dijumpai di kawasan Kota Lama Semarang. Tiga bangunan eks-kantor OTHC yang terletak di Jalan Kepodang No 25, di sudut pertemuan antara Jalan Kepodang dan Jalan Suari, dan di Jalan Kepodang No 11 – 13.
Kekayaan Oei Tiong Ham
Pada puncak kejayaan bisnisnya di dekade 1920-an, total kekayaan Oei Tiong Ham ditaksir mencapai 200 juta Gulden. Dari semarangpedia, Gulden adalah mata uang Belanda selama beberapa abad, sebelum digantikan oleh Euro pada 1 Januari 2002.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kata gulden berasal dari bahasa Belanda Kuno yang berarti ‘emas’. Nama ini mulanya digunakan untuk menyebut uang yang berbentuk kepingan emas, namun kemudian menjadi nama umum untuk kepingan perak atau logam dasar lainnya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari berbagai sumber menyebutkan, pada periode tersebut, Oei Tiong Ham sudah tidak lagi berada di Indonesia (Hindia Belanda). Ia meninggalkan Semarang menuju ke Singapura pada 1921, karena perselisihan dengan pemerintah Hindia Belanda mengenai aturan pajak ganda, serta mengenai hukum waris.
Undang-undang waris yang berlaku di Hindia Belanda saat itu, mengharuskan pemberian warisan secara merata kepada semua anak, sedangkan Oei Tiong Ham sendiri memiliki kebijaksanaan untuk mewariskan aset-aset perusahaan hanya kepada anak-anaknya yang dinilai mampu meneruskan usahanya. Oei Tiong Ham memiliki 26 anak dari 8 istri.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca juga: Catatan Pinggir: Oei
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.