Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Pemuda Tani Indonesia (PTI) Suroyo mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar pemerintah memberikan subsidi khusus untuk para petani muda. Hal itu dilakukan untuk menarik generasi muda lainnya bergabung ke sektor pertanian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau harga pupuk hari ini di Rp2.300, diharapkan pemerintah membuat stimulus khusus. Yang isinya anak muda semua, itu bisa menembus pupuk dengan Rp1000 ribu per kilo," ujar Suroyo saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan bersama Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, di Jakarta, Selasa, 11 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya pupuk, Wakil Ketua PTI Rudihartono Ucok juga mengusulkan agar pemerintah secara khusus memberikan subsidi bagi para generasi muda untuk menanam sawit. Menurutnya, jika tidak disubsidi, tidak mungkin anak muda di Indonesia mau terjun ke dunia pertanian. “Misalnya kita kasihlah subsidi selama lima tahun awal dia menanam. Biar mereka itu tidak melulu berpikir harus di kota. Itu lulusan IPB orang tuanya punya lahan, tidak mau pulang karena tak ada modal,” ujar Rudi.
Nantinya, lanjut dia, jika memang petani muda itu sudah panen dan mendapatkan keuntungan, subsidi boleh dicabut di musim tanam kedua. Dengan melibatkan anak muda dalam produksi sawit, Rudi yakin produktivitas minyak sawit bisa meningkat signifikan. Dalam konsepnya, ke depan industri penghasil sawit tidak hanya dikuasai oleh perusahaan swasta atau PTPN saja, tetapi juga didominasi oleh masyarakat lokal.
“Saat anak muda tertarik, saya yakin produktivitasnya juga naik, sehingga bisa mengejar tingkat produktivitas swasta,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua BAKN DPR RI Herman Khaeron menolak usulan tersebut. Menurutnya, subsidi yang ada saat ini saja masih penuh dengan masalah yang belum selesai. "Sekarang ini belum berpikir ke anak muda. Yang ada saat ini masih salah, masih belum memenuhi 5 tepat itu," katanya.
Dia juga menuturkan, yang paling penting saat ini adalah mencari solusi bagaimana caranya subsidi yang ada bisa sampai tepat sasaran. “Sehingga uang yang besar yang disiapkan oleh negara betul sampai kepada yang berhak, bisa meningkatkan pendapatan, meningkatkan kesejahteraan, dan meningkatkan peran sebagai petani. Khususnya menjaga lahan agar tidak alih fungsi,” kata dia.
Ihwal menurunnya jumlah petani muda, Badan Pusat Statistik dalam Sensus Pertanian 2023 juga mencatat bahwa proporsi petani yang usianya semakin menua mengalami peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir. Proporsi petani berusia 55-64 tahun meningkat menjadi 23,3 persen, sedangkan petani berusia 65 tahun ke atas meningkat menjadi 16,15 persen. Petani dengan usia produktif antara 25 sampai 44 tahun hanya berjumlah sekitar 32,32 persen dari 29,3 juta petani.
Kekhawatiran yang sama juga pernah diungkapkan oleh Menteri Koordintaor Bidang Pangan Zulkifli Hasan. Dia menyebut salah satu tantangan terbesar untuk mencapai sawasembada pangan adalah minimalnya minat anak muda untuk menjadi petani. Berdasarkan data yang ia himpun, tenaga kerja sektor pertanian mengalami penurunan sebanyak 55,5 persen dari era Soeharto. Saat ini tersisa 20-25 persen petani dengan rata-rata usia 60-70 tahun.
“Kalau tidak cepat ini kita perbaiki saya khawatir kita akan sangat tergantung tanpa kita sadari,” ujar Zulhas saat berpidato dalam forum Harlah NU ke102 di Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.