Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat akses air minum layak di Indonesia baru 91 persen. Target semua masyarakat mendapatkan air minum secara layak atau 100 persen layak pada 2030.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Air minum layak itu artinya masyarakat enggak nyari sendiri. Kalau 91 persen itu artinya masih ada yang ambil air dari sumur, masih ke gunung-gunung," kata Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan, Endra Saleh Atmawidjaja, dalam acara Indonesia Water Forum 2024, di Jiexpo Convention Center, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 28 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, air minum saat ini belum sepenuhnya bebas dari bakteri. Dan kekeruhan air masih ada di atas ambang di beberapa Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM. Sementara penyediaan air minum saat ini tak semua bersumber dari PDAM. "Penyediaannya ada dari Kotaku, Pamsimas. Tak semua dikelola Perumdas, tapi ada yang berbasis komunitas," tutur dia.
Dia mengatakan, pemerintah akan terus berupaya menggunakan berbagai metode agar masyarakat memperoleh akses layak air minum pada level 100 persen layak di 2030. "Jadi semua harus dapat air, tidak harus susah payah mengambil sendiri, tapi sudah kita sediakan kepada masyarakat," tutur Endra.
Namun menurut anak buah Menteri PUPR Basuki Hadimuljono ini, yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah akses air minum aman. Menurut dia, yang ditargetkan adalah akses air minum aman 100 persen pada 2045. "Sekarang baru 20 persen," tutur dia.
Sementara sanitasi air minum baru di angka 5 persen. "Di bidang sanitasi ini malah lebih kecil lagi angka kita, yang perpipaan ini masih sekitar 5 persen," ucap dia. Hal itu menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan. Sebab itu kerja sama antar-kementerian dan lembaga dinilai sangat penting.
Dia mengatakan, pengelolaan air dihadapkan pada sejumlah tantangan. Seperti rendahnya cakupan layanan, keterbatasan aset dan investasi, kendala ketersediaan air baku, dan regulasi yang belum optimal. "Perizinan yang mungkin menyulitkan," ujarnya.
Menurut dia, kondisi air minum Indonesia saat ini sama seperti problem air minum di Portugal 30 tahun lalu. Dia menjelaskan, pada 1993 layanan air minum di Portugal tidak stabil. Layanan air minumnya saat itu kurang dari 50 persen dan sanitasi kurang dari 15 persen.
"Penyediaan air minum tidak efisien dan tidak sepenuhnya transparan. Artinya tidak efisien itu banyak counter pro water dan eh kebocoran dari sisi teknis maupun administratif," ujarnya.
Pilihan Editor: Dulu Jokowi Kritik E-commerce Asing, Kini Kaesang Diduga Dapat Fasilitas Jet Pribadi Bos Shopee