Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunggu bukti konkret pelaksanaan enam butir rekomendasi keselamatan kerja yang sudah disampaikan pada Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Salah satu rekomendasi yang ditunggu adalah pembentukan unit kerja khusus terkait
Quality, Health, Safety, and Environment (QHSE) pada BUMN bidang konstruksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR, Endra S. Atmawidjaja, mengakui pihaknya tak berwenang menentukan tenggat waktu pelaksanaan rekomendasi. Namun, hal itu akan dikawal di setiap penyusunan kontrak proyek pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pegangan kami adalah pernyataan menteri BUMN bahwa akan mengikuti seluruh isi rekomendasi. Kalau tak dilaksanakan ya akan ada catatan lagi," kata Endra pada Tempo, Ahad 18 Maret 2018.
Menurut Endra, pembentukan unit QHSE menjadi urgensi karena menyangkut manajemen resiko di setiap proyek. BUMN Karya, khususnya yang menangani proyek rumit seperti jalan layang (elevated), dinilai belum memberi tempat khusus bagi unit tersebut dalam kegiatan usaha. Fungsi keselamatan kerja cenderung ditangani divisi operasional.
"Tolak ukur kita dari industri migas saja, untuk QHSE mereka sudah ada kepala divisi sendiri, bahkan masuk direksi. Nah, BUMN Karya bagaimana?" tuturnya.
Unit QHSE nantinya bisa mengawasi penganggaran biaya manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di masing-masing BUMN Karya. Anggaran K3, menurut Endra, idealnya diatur hingga 3-5 persen dari nilai proyek. "Saya belum periksa project to project, tapi dugaannya selama ini lebih kecil dari itu. Jadi, kami ingin itu dianggarkan khusus, jangan jadi hidden cost di biaya umum."
Meski rekomendasi terkait unit QHSE ditujukan untuk seluruh BUMN Karya, implentasinya masih tergantung kapasitas dan level proyek masing-masing perusahaan. Sanksi terkait perombakan direksi yang direkomendasikan Kementerian PU pun dipastikan hanya untuk BUMN besar, seperti PT Waskita Karya (Persero) tbk. Pelaksanaan rekomendasi PUPR, kata Endra, bisa dipantau dari hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Waskita Karya, pada awal bulan depan.
"Tergantung skala proyek, format (pembentukan unit QHSE) juga akan berbeda. Jika seperti PT Nindya Karya (Persero) atau PT Brantas Abipraya, itu tak sebesar Waskita, jadi tak diminta sampai level direksi," tutur Endra.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono tak menutup kemungkinan munculnya sanggahan dari BUMN Karya yang terkena sanksi. Dalam rekomendasi, sanksi mengarah pada lima perusahaan pelat merah yang tersangkut kecelakaan proyek selama tujuh bulan terakhir. Selain Waskita, ada PT Wijaya Karya (persero) tbk, PT Adhi Karya (persero) tbk, PT Hutama Karya (persero), serta PT Virama Karya (persero) yang merupakan konsultan.
"Yang pasti saya akan terus ikuti (pelaksanaan rekomendasi)," kata Basuki, Selasa lalu.
Menanggapi pernyataan PUPR, Direktur Utama Adhi Karya, Budi Harto, mengatakan BUMN Karya sudah memiliki unit QHSE. Meski tak merinci, dia membenarkan bahwa unit itu bergerak di bawah pembinaan direktur divisi tertentu. "Umumnya ada manajer utama QHSE. Itu unit kerja sendiri, 1 level di bawah direksi," ucapnya saat dikonfirmasi Tempo.