Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Danantara akan mengelola dana lebih dari Rp 14 ribu triliun atau setara dengan US$ 900 miliar.
Rangkap jabatan bos Danantara dinilai bisa menimbulkan konflik kepentingan antara regulator dan operator.
Melemahnya IHSG setelah peluncuran Danantara dianggap sebagai reaksi negatif pasar.
“INDONESIA is open for business.” Presiden Prabowo Subianto menyampaikan kalimat tersebut dengan lantang saat meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias Danantara di Istana Negara, Senin, 24 Februari 2025. Seruan tersebut menjadi undangan buat para pemilik modal merapat ke lembaga pengelola investasi baru Indonesia.
Danantara merupakan instrumen pemerintah untuk mengelola kekayaan negara. Sumbernya antara lain aset serta dividen badan usaha milik negara (BUMN). Prabowo menyebutkan setidaknya lembaga ini akan mengelola dana US$ 900 miliar atau lebih dari Rp 14 ribu triliun.
Kekayaan tersebut bakal diinvestasikan untuk proyek-proyek pembangunan nasional. “Danantara Indonesia akan menjadi salah satu (pengelola) kekayaan negara atau sovereign wealth fund terbesar di dunia,” kata Prabowo.
Pada tahap awal, Prabowo mengatakan akan mengalokasikan hasil penghematan negara sebesar US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun ke Danantara. Dana tersebut akan dikelola Danantara untuk diinvestasikan ke sekitar 20 proyek strategis nasional. Dia mengklaim proyek-proyek tersebut bakal berdampak tinggi dan menciptakan nilai tambah besar untuk negara, seperti menciptakan lapangan kerja.
Saat peresmian Danantara, Prabowo sekaligus meneken Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara serta Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola BPI Danantara.
Danantara diserhkan ke tangan tiga orang pilihan Prabowo. Ia menunjuk Rosan Roeslani sebagai Chief Executive Officer Danantara, Dony Oskaria sebagai Chief Operational Officer, dan Pandu Sjahrir sebagai Chief Investment Officer.
Rangkap Jabatan Bos DanantaraBadan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara resmi berdiri pada Senin, 24 Februari 2025. Lembaga yang akan mengelola aset sebesar US$ 20 miliar ini bakal dipimpin oleh Rosan Roeslani, yang akan merangkap jabatan sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi. Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Pembina dan Penanggung Jawab:
Dewan Penasihat:
Badan Pengawas:
Badan Pelaksana:
|
Menurut Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, tugas pertama ketiga tokoh itu tak mudah. "Mereka harus bisa mendapat kepercayaan dari investor," ujarnya, Senin, 24 Februari 2025.
Itu pekerjaan sulit lantaran Rosan merupakan pejabat publik. Ia adalah Menteri Investasi dan Hilirisasi aktif. Rosan pun enggan meninggalkan tugasnya di kementerian hingga saat ini. Tidak hanya Rosan, Dony juga merangkap jabatan sebagai Wakil Menteri BUMN. "Minimal pejabat publiknya bisa mengundurkan diri dari kementerian terkait. Itu pasti bisa mengambil kepercayaan dari investor," ucap Andry.
Andry mengatakan rangkap jabatan Rosan dan Dony berisiko menimbulkan konflik kepentingan antara regulator dan operator. Akuntabilitas lembaga ini bakal dipertanyakan pasar. Ditambah lagi, Prabowo menempatkan Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara. Padahal ada wakilnya, Dony, sebagai operator di dalam lembaga tersebut. Fungsi pengawas dan operasional menjadi bias karena dilakukan di bawah kementerian yang sama.
Pasar sudah menunjukkan ketidakpuasan terhadap struktur pimpinan Danantara. Andry menyebutkan salah satu indikatornya adalah pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang negatif sepanjang perdagangan pada Senin kemarin. IHSG nyaris berada di zona merah sepanjang sesi pertama perdagangan sebelum berakhir di level 6.747,2. Saat penutupan perdagangan pada Senin sore, IHSG ditutup melemah 53,40 poin atau 0,78 persen di posisi 6.749,6.
Pekerjaan lain yang menanti pimpinan Danantara adalah keterbukaan terhadap investor dan publik, terutama soal skema pengelolaan dana mereka. "Apakah semua aset bisa menjadi jaminan atau instrumen investasi?" tutur Andry. Pasalnya, sejumlah aset BUMN merupakan aset publik. PT PLN (Persero), misalnya, memiliki jaringan listrik yang berpotensi dikelola untuk menghasilkan pendapatan. Saat ada kesalahan dalam pengelolaan dan berujung kerugian, aset tersebut bisa hilang dari tangan negara.
Investor juga membutuhkan penjelasan mengenai rencana pengelolaan BUMN yang mempunyai kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO). Andry menyatakan para pemilik dana bakal kebingungan melihat portofolio Danantara jika badan usaha yang berfokus pada PSO tak dipisahkan dengan BUMN non-PSO. "Sedikit saja Danantara menimbulkan keraguan, investor akan balik badan."
Danantara bakal mengelola aset negara dengan beberapa skema. Layaknya Temasek Holdings Limited yang menjadi rujukan pembentukan lembaga ini, Rosan dan timnya bakal menanamkan investasi di sejumlah proyek, seperti energi terbarukan, penghiliran sumber daya alam, dan pangan. Danantara juga boleh menjaminkan aset untuk menambah pendapatan. Dalam UU BUMN yang baru, Danantara bertugas mengelola investasi dan memberdayakan aset guna meningkatkan nilai investasi.
Direktur Utama BPI Danantara Indonesia Rosan Perkasa Roeslani bersama Direktur Bidang Operasional BPI Danantara Indonesia yang juga Wakil Menteri BUMN, Dony Oskaria (kiri), serta Direktur Bidang Investasi Pandu Patria Sjahrir (kanan), memberikan keterangan pers seusai peluncuran BPI Danantara Indonesia, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, 24 Februari 2025. Tempo/Imam Sukamto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen tidak tetap Perbanas Institute Jakarta sekaligus praktisi industri sistem pembayaran, Arianto Muditomo, mengatakan pekerjaan rumah terbesar pimpinan Danantara adalah membangun kepercayaan investor.
Tantangan utamanya adalah menghilangkan persepsi intervensi politik serta meyakinkan investor bahwa Danantara mampu mengelola risiko dan likuiditas dengan profesional. Selain itu, mereka harus memastikan pengembalian investasi atau return of investment yang kompetitif.
Pimpinan Danantara harus mampu menunjukkan tata kelola yang transparan, manajemen risiko yang solid, serta strategi investasi yang jelas dan menguntungkan. "Untuk itu, penting memastikan regulasi yang mendukung, menawarkan insentif investasi, serta membangun rekam jejak awal yang positif dalam pengelolaan aset," kata Arianto.
Di samping itu, pekerjaan lain menumpuk, dari merestrukturisasi kegiatan operasional, efisiensi biaya, hingga ekspansi bisnis berbasis inovasi dan teknologi. Arianto menyatakan tantangannya adalah birokrasi yang lambat dan memastikan kepemimpinan profesional tanpa kepentingan politik. "Tantangan lain adalah menghadapi resistansi dari berbagai pihak yang mungkin merasa dirugikan."
Masalah kepercayaan juga menjadi perhatian analis dari Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi. Menurut dia, transparansi dan tata kelola yang akuntabel menjadi faktor penentu keberhasilan lembaga ini. Tanpa pengawasan yang baik, lembaga ini bakal kesulitan mengambil hati para investor.
Dia membandingkan Danantara dengan Temasek yang diawasi oleh parlemen dan diaudit oleh auditor independen. Sementara itu, Danantara justru tidak berada di bawah pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Independensi pengelola investasi Indonesia juga dipenuhi tanda tanya karena ada keterlibatan presiden-presiden sebelumnya. Prabowo mengundang semua presiden sebelumnya untuk mengawasi Danantara. Dalam peluncuran kemarin, tampak presiden ke-6 dan ke-7, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo, hadir. Mereka menjadi Dewan Penasihat Danantara.
Menurut Audi, investor cenderung menginginkan lembaga pengelola investasi yang beroperasi secara profesional dan bebas dari intervensi politik. “Jika Danantara tidak dikelola secara otonom, pasar bisa bereaksi negatif,” ucapnya.
Audi menambahkan, keberhasilan pengelolaan Danantara bukan cuma bergantung pada besarnya modal mereka atau proyek yang dijalankan. Kredibilitas lembaga di mata investor global juga memainkan peran penting untuk pengembangan instansi ini. Tanpa transparansi yang jelas dan pengawasan yang kuat, Danantara berisiko kehilangan momentum dan kepercayaan—yang menjadi kunci utama lembaga pengelola investasi di berbagai belahan dunia.
Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan saat peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia, di Istana Negara, Jakarta Pusat, 24 Februari 2025. Tempo/Imam Sukamto
Setelah peresmian Danantara, Rosan menegaskan komitmennya menjalankan tata kelola yang baik di lembaga yang ia pimpin. “Pesan dari Bapak Presiden bahwa Danantara ini harus dijalankan dengan tata kelola pusat yang benar, good governance, kehati-hatian, transparan, dan penuh dengan integritas,” ujarnya.
Dia juga mencoba meyakinkan bahwa akuntabilitas dan transparansi Danantara terlihat dari struktur organisasinya yang mempunyai pengawasan berlapis. Danantara memiliki Dewan Pengawas, Dewan Penasihat, Oversight Committee, Komite Audit, Komite Investasi, serta Komite Etika. Di kursi Dewan Penasihat, ada pula Perdana Menteri Inggris 1997-2007, Tony Blair.
Rosan menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak. “Ini adalah inisiatif yang baru lahir. Tentunya dalam perjalanannya perlu ada penyempurnaan-penyempurnaan. Kami sangat terbuka,” tuturnya.
Soal posisinya yang merangkap sebagai Menteri Investasi, Rosan justru menganggap hal itu sebagai terobosan baru dalam skema pemerintahan Indonesia. Sebagai Menteri Investasi, dia tidak hanya menyusun roadmap atau rencana investasi, tapi bisa langsung merealisasinya melalui dana yang ia miliki di Danantara. "Jadi itulah suatu terobosan yang baru karena di banyak negara, seperti di UEA, menteri investasinya itu juga sama dengan kepala sovereign wealth funds," kata mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia itu.
Prabowo pun merespons keraguan yang muncul mengenai pembentukan Danantara. Dia memahami bahwa banyak pertanyaan yang muncul soal Danantara. “Mungkin ada yang ragu-ragu apakah ini bisa berhasil atau tidak. Hal ini wajar karena inisiatif ini belum pernah ada sebelumnya,” tutur Prabowo. ●
Hendrik Yaputra, Dede Leni Mardianti, dan Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo