IBARAT langit dan bumi. Itulah jurang yang terbentang antara para pemimpin perusahaan dan masyarakat kebanyakan dalam soal kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia. Denyut perekonomian sepanjang triwulan keempat 2007 membuat para bos kian optimistis. Mereka juga yakin perekonomian Indonesia di masa depan bakal makin cerah. Sebaliknya, kepercayaan masyarakat berpenghasilan rendah terhadap perekonomian terus menyurut. Masyarakat kelas ini tampaknya masih terpukul oleh kenaikan harga bahan pokok. Indeks Kepercayaan Konsumen kian melorot. Kemampuan pemerintah mengendalikan harga terus dipertanyakan. Kepercayaan yang rendah itu bisa mengerem belanja rumah tangga dan ujung-ujungnya menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Yandhrie Arvian
Indeks kepercayaan konsumen
Lagi-lagi Tertekan Beras
Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) sempat naik ke level yang cukup tinggi pada November 2007. Sentimen konsumen meningkat setelah perayaan Idul Fitri berlangsung tanpa gangguan dan harga-harga menurun kala itu. Tapi, pada Desember, IKK kembali tertekan ke level 83,3. Pada Januari, IKK bahkan turun lebih dalam lagi, menjadi 78,4. Faktor utama yang kembali menekan kepercayaan konsumen pada akhir triwulan keempat dan awal 2008 adalah naiknya harga bahan pokok. Banjir di berbagai daerah pada Desember makin memperparah anjloknya kepercayaan konsumen. Kenaikan harga saat itu bahkan lebih buruk ketimbang tahun lalu. Selain beras, harga minyak goreng, minyak tanah, kedelai, dan tepung terigu juga melejit.Tekanan inflasi yang tinggi membuat konsumen tak yakin akan prospek ekonomi Indonesia. Akibatnya, mereka cenderung berjaga-jaga menghadapi masa yang lebih buruk dan menunda belanja. Tak aneh bila rencana pembelian barang juga melemah pada Desember dan Januari. Survei menunjukkan proporsi konsumen yang berikhtiar membeli barang tahan lama (durable goods) dalam enam bulan ke depan turun dari 28,6 persen (Desember) menjadi 25,1 persen (Januari). Bila kepercayaan terus rendah, konsumen mungkin benar-benar mengurangi belanja di masa depan. Ini bisa menekan laju pertumbuhan ekonomi karena 64 persen ekonomi Indonesia ditopang konsumsi rumah tangga. Survei juga menunjukkan masyarakat pedesaan dan rumah tangga berpenghasilan rendah masih mengalami pukulan terberat akibat naiknya harga. Ini terlihat dari turunnya kepercayaan masyarakat berpenghasilan rendah (pendapatan kurang dari Rp 1,5 juta per bulan). Adapun masyarakat berpenghasilan lebih tinggi lebih optimistis.Indeks Kepercayaan Konsumen:
Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) menggambarkan keadaan mutakhir perekonomian masyarakat. Hasil survei ini biasanya keluar lebih awal daripada indikator lain yang juga digunakan dalam memprediksi pola belanja. Kepercayaan konsumen bisa melihat efek dari suatu kejadian atau kebijakan pemerintah terhadap pola belanja. IKK yang meningkat berarti keadaan perekonomian masyarakat membaik, dan sebaliknya. IKK berdasarkan survei terhadap sekitar 1.700 rumah tangga Indonesia dari enam wilayah (Sumatera Utara, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan). Survei menggunakan metode wawancara tatap muka. Sampel dipilih dengan metodologi statistik tertentu sehingga mewakili populasi.Responden diminta menilai keadaan perekonomian (baik lokal maupun nasional), pendapatan rumah tangga, dan ketersediaan lapangan kerja. Dalam setiap pertanyaan, konsumen dapat menjawab "optimis" atau "pesimis". Jika indeks di bawah "100", itu berarti respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis), dan sebaliknya.Indeks Kepercayaan Konsumen pada Pemerintah
Sulit Pulih Karena Harga
Setelah menyentuh posisi terendah pada Juni 2007 (terendah kedua di masa pemerintahan SBY-JK), IKKP cenderung menguat sampai November hingga level 102,0-ini merupakan level tertinggi dalam satu tahun terakhir. Namun, sejak Desember, IKKP kembali menurun. Pada Januari 2008, IKKP turun ke level 98,0. Pada triwulan keempat 2007 dan awal 2008, konsumen lebih yakin akan kemampuan pemerintah menjaga kondisi keamanan. Komponen IKKP yang mengukur kemampuan tersebut naik dari 111,5 pada Desember 2007 menjadi 114,3 pada Januari 2008. Meski turun pada Januari, komponen yang mengukur kemampuan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur juga lebih baik dibanding dua tahun lalu. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah merasakan perbaikan dalam hal penyediaan infrastruktur. Namun citra pemerintah menjaga kepastian hukum masih terus turun dalam dua tahun terakhir. Padahal komponen inilah yang semula diandalkan pemerintah. Pada Januari, komponen ini turun ke level 101,6 atau melemah 13,53 persen dalam dua tahun terakhir. Kinerja pemerintah mengendalikan harga juga dinilai buruk. Ini terlihat dari terus susutnya angka yang mengukur komponen ini. Pada Januari, angka yang mengukur kemampuan pemerintah menstabilkan harga turun 7,9 persen menjadi 72,4. Inilah level terendah kedua dalam sejarah survei ini (level terendah pertama terjadi pada Oktober 2005, setelah harga BBM naik 126 persen). Rendahnya komponen ini karena masyarakat merasa terbebani oleh kenaikan harga bahan pokok yang terjadi pada Desember 2007 dan Januari 2008. Bila kenaikan harga tidak segera dikendalikan, IKKP tampaknya sulit pulih.Indeks Kepercayaan Konsumen terhadap Pemerintah
Survei IKKP bersamaan dengan survei kepercayaan konsumen.Responden diminta menilai kemampuan pemerintah pada lima hal: memperbaiki keadaan ekonomi, menjaga kestabilan harga, menyediakan infrastruktur, menjaga keamanan, dan menegakkan hukum.Hasil survei ditampilkan dalam bentuk indeks difusi dan disesuaikan ke tahun dasar perhitungan (rebased) dengan membuat indeks rata-rata pada 2003 sama dengan 100. Indeks di atas 100 berarti masyarakat menilai kinerja pemerintah lebih baik ketimbang kinerja rata-rata pada 2003. Demikian pula sebaliknya.IKKP dan Komponennya | Indeks | Perubahan (%) |
Jan 2008 | 2 tahun | 1 tahun | 1 bulan |
Memperbaiki keadaan ekonomi | 93,3 | -15,09 | -5,81 | -2,07 |
Menjaga kestabilan harga | 72,4 | -23,59 | -10,41 | -7,94 |
Menyediakan infrastruktur | 108,1 | 1,92 | -3,02 | -0,97 |
Menjaga keamanan | 114,3 | 3,01 | -0,55 | 2,52 |
Penegakan hukum | 101,6 | -13,53 | -0,05 | -4,45 |
IKKP | 98,0 | -9,17 | -3,59 | -2,24 |
COINCIDENT ECONOMIC INDEX DAN LEADING ECONOMIC INDEX
Ekonomi Terus Berekspansi
Tren kenaikan CEI terus berlanjut. Sementara pada Oktober CEI menyentuh level 106,4, bulan berikutnya CEI lompat ke level 108,1. Baru pada Desember CEI turun menjadi 107,9. Ini terjadi karena kenaikan harga beras. Meski menjelang tutup tahun turun, angka CEI ini masih lebih tinggi ketimbang akhir triwulan sebelumnya. Artinya, aktivitas perekonomian pada Desember masih tinggi.Level CEI yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya menggambarkan aktivitas perekonomian yang lebih baik. Tren CEI yang terus merangkak naik sepanjang tahun juga menunjukkan ekonomi yang terus berekspansi. Ini tecermin dari pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang menembus 6,32 persen.Penurunan CEI pada Desember memberikan indikasi ada sedikit penurunan aktivitas perekonomian pada bulan tersebut. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama mengingat LEI (yang menunjukkan arah pergerakan ekonomi 6-12 bulan ke depan) masih berada dalam tren yang meningkat sampai tutup tahun. Artinya, ekspansi yang terjadi akan terus berlanjut pada 2008. Kenaikan harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, minyak tanah, daging, dan kedelai mungkin akan memberikan tekanan terhadap perekonomian jangka pendek. Namun tekanan harga diperkirakan akan berkurang seiring dengan tibanya musim panen pada Maret-April tahun ini. Suku bunga pinjaman yang saat ini berada pada level terendah setelah krisis diperkirakan akan mampu membuat perekonomian terus berekspansi sepanjang 2008.Coincident Economic Index dan Leading Economic Index:
CEI menggambarkan keadaan ekonomi saat ini. Disusun menggunakan lima data ekonomi: impor, penjualan mobil, konsumsi semen, suplai uang, dan penjualan eceran, karena secara statistik dapat menjelaskan pergerakan perekonomian saat ini. Gabungan informasi kelima data itu pun menggambarkan keadaan ekonomi secara keseluruhan.Penurunan CEI menggambarkan aktivitas perekonomian yang turun, begitu pula sebaliknya. CEI yang turun tiga kali berturut-turut menandakan ada masalah dalam perekonomian yang perlu diwaspadai. Jika turun terus-menerus dengan tajam, itu menandakan ekonomi sedang mengalami resesi. LEI adalah indeks yang bergerak 6-12 bulan mendahului CEI. Dengan kata lain, LEI menggambarkan arah pergerakan ekonomi 6-12 bulan mendatang. LEI disusun dengan menggunakan tujuh data ekonomi: izin mendirikan bangunan, kedatangan turis asing, persetujuan investasi asing, nilai tukar rupiah riil, Indeks Harga Saham Gabungan, ekspor, dan inflasi di sektor jasa. Tren LEI yang naik menunjukkan prospek ekonomi yang cerah, sedangkan tren menurun menunjukkan prospek ekonomi memburuk. Kombinasi CEI dan LEI dapat digunakan untuk menentukan posisi ekonomi dalam siklus bisnisnya.INDEKS SENTIMEN BISNIS
Pebisnis Kian Optimistis
Indeks Sentimen Bisnis (ISB) menguat 12 persen pada survei Desember-Januari menjadi 137,3. Ini karena kedua komponen ISB mengalami kenaikan. Indeks Situasi Sekarang (ISS), yang mengukur sentimen pelaku bisnis terhadap situasi saat ini, naik 12,7 persen menjadi 130,9. Adapun Indeks Ekspektasi (IE) meningkat 11,4 persen menjadi 143,8. Penguatan ISB ke level tertinggi di dalam sejarah survei ini cermin iklim bisnis yang kian membaik dan prospek ekonomi yang cerah.Sebanyak 20,7 persen dari semua CEO yang disurvei pada Desember-Januari menyatakan bahwa perekonomian Indonesia membaik. Para CEO juga melaporkan adanya peningkatan kinerja perusahaan yang signifikan (indeks penjualan dan indeks laba perusahaan naik dari bulan sebelumnya).Para CEO yang disurvei yakin bahwa prospek ekonomi kian membaik di masa depan. Hanya 25,7 persen dari semua CEO merasa prospek ekonomi akan terpuruk (bandingkan dengan 30,3 persen pada survei sebelumnya). Hasil survei terakhir juga menunjukkan kepercayaan CEO bahwa suku bunga akan cenderung bertahan pada level yang relatif rendah. Hanya 20,3 persen CEO yang memperkirakan suku bunga akan naik (turun dari 27,2 persen pada survei sebelumnya).Tingkat kepercayaan para CEO terhadap pemerintah semakin membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Indeks Sentimen Bisnis terhadap Pemerintah (ISBP) naik sebesar 1,99 persen menjadi 92,29. Hampir semua komponen yang membentuk ISBP naik. Bahkan komponen ISBP yang menunjukkan kepercayaan terhadap pemerintah untuk memperbaiki keadaan bisnis di masa depan juga naik 0,8 persen menjadi 105. Optimisme terhadap kondisi bisnis itu tecermin dalam indeks ekspektasi penjualan dan indeks ekspektasi laba perusahaan yang bangkit pada survei ini.Indeks Sentimen Bisnis:
IISB disusun berdasarkan survei terhadap sekitar 700 CEO atau direktur perusahaan besar dari berbagai sektor: konstruksi, pertanian, keuangan, transportasi & komunikasi, manufaktur, perdagangan, hotel & restoran, jasa-jasa, dan lain-lain (pertambangan). Cara pengambilan sampel menggunakan metodologi statistik untuk merepresentasikan penilaian direktur perusahaan dari berbagai sektor yang ada di Indonesia secara akurat. Interpretasi ISB cukup sederhana: jika angka indeks di bawah 100, dapat dikatakan bahwa respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif. Sedangkan ISB yang turun menggambarkan keadaan bisnis yang memburuk, dan sebaliknya. ISB dirancang untuk mengukur penilaian pelaku bisnis terhadap keadaan perusahaan mereka masing-masing, keadaan sektor industri yang digeluti, serta keadaan ekonomi dan bisnis mereka secara umum, baik pada waktu sekarang maupun ekspektasi-ekspektasi mereka pada enam bulan mendatang. Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini