Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Purbaya Yudhi Sadewa
Di tengah merebaknya isu perlambatan ekonomi dunia, sempat timbul kekhawatiran bahwa ekonomi kita juga akan melambat secara signifikan. Nyatanya, ekonomi kita tumbuh dengan cukup cepat pada triwulan keempat 2007. Apa faktor utama di balik pertumbuhan ini? Apakah pertumbuhan ekonomi kita akan berkesinambungan?
Pada triwulan keempat, ekonomi Indonesia tumbuh dengan laju 6,25 persen. Laju pertumbuhan ini sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,51 persen. Walaupun demikian, angka pertumbuhan di triwulan keempat tetap menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tampaknya perlambatan ekonomi dunia yang didengungkan banyak pihak belum berdampak terlalu signifikan terhadap perekonomian kita. Dilihat dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan keempat terutama didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,62 persen, ekspor yang tumbuh 7,27 persen, dan investasi yang melaju 12,07 persen.
Sepanjang 2007, perekonomian Indonesia tumbuh dengan laju 6,32 persen, lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya yang hanya 5,51 persen. Pertumbuhan 2007 juga masih lebih baik dibandingkan 2004 dan 2005, yang masing-masing mencatat pertumbuhan 4,9 persen dan 5,7 persen. Perekonomian Indonesia saat ini sedang mengalami akselerasi pertumbuhan.
Ada anggapan bahwa Indonesia diuntungkan hanya oleh harga komoditas yang tinggi dan sektor finansial yang tumbuh terlalu pesat. Namun, bila dilihat secara sektoral, ternyata bukan sektor finansial yang tumbuh paling cepat pada 2007. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor transportasi dan komunikasi, yakni 14,38 persen. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian, yang diuntungkan oleh harga komoditas yang tinggi hanya tumbuh 1,98 persen sepanjang 2007. Sektor-sektor lain dalam perekonomian kita juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Artinya, pertumbuhan yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh harga komoditas yang tinggi atau sektor finansial yang tumbuh terlalu cepat.
Peranan Suku Bunga
Di tengah banyaknya masalah yang sedang kita hadapi (seperti kenaikan harga bahan bakar minyak untuk industri, iklim investasi yang tidak kunjung membaik, dan keterbatasan sisi fiskal dalam memberikan stimulus terhadap perekonomian), ekonomi kita masih dapat tumbuh dengan laju yang terus meningkat. Apa sebenarnya yang menjadi pemicu utama terjadinya percepatan pertumbuhan ekonomi ini?
Hal yang sering agak terlupakan adalah kenyataan bahwa ekonomi kita cukup sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Sempat beredar pandangan bahwa penurunan suku bunga tidak memberi dampak terhadap perekonomian karena gangguan dari sisi suplai (antara lain masalah infrastruktur dan ekonomi biaya tinggi) membuat ekonomi Indonesia sulit tumbuh lebih cepat. Namun, data ekonomi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung lebih cepat pada saat suku bunga berada pada level yang lebih rendah.
Memang, perilaku dari sistem perbankan kita di masa lalu sempat mengurangi efektivitas dari pelonggaran kebijakan moneter. Hal ini terlihat pada periode 2003-2004, tatkala perbankan kita sangat sulit menurunkan suku bunga. Akibatnya, ketika Bank Indonesia menurunkan SBI ke sekitar 7,4 persen dalam periode tersebut, selisih suku bunga kredit dengan deposito malah naik signifikan (gambar 1). Keadaan ini membuat dampak penurunan suku bunga SBI terhadap perekonomian lebih terbatas karena suku bunga pinjaman tidak turun ke level yang dikehendaki.
Pada saat ini ada indikasi bahwa transmisi kebijakan moneter sudah membaik. Respons dari sistem perbankan kita terhadap penurunan suku bunga SBI kini jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Hal ini terlihat dari selisih suku bunga kredit dengan deposito yang tidak terlalu tinggi lagi ketika suku bunga SBI diturunkan akhir-akhir ini (gambar 1). Artinya, ketika SBI diturunkan, suku bunga kredit saat ini turun lebih cepat dari sebelumnya. Jadi, walaupun BI Rate pada saat ini masih berada pada level delapan persen, suku bunga pinjaman saat ini sudah turun ke level yang lebih rendah dari level pada periode 2003-2004. Pada Desember 2007, suku bunga pinjaman (modal kerja) berada pada kisaran 13 persen. Ini merupakan level suku bunga pinjaman terendah yang pernah terjadi di Indonesia dalam beberapa puluh tahun terakhir.
Suku bunga yang lebih rendah akan membuat orang (atau perusahaan) yang memiliki uang tidak enggan lagi membelanjakan uangnya (atau melakukan kegiatan investasi), karena bunga yang diperoleh (dari deposito) tidak lagi setinggi sebelumnya. Sementara itu, orang (atau perusahaan) yang tidak memiliki cukup modal menjadi tidak enggan lagi meminjam ke bank untuk konsumsi (atau investasi) karena bunga yang harus dibayarnya tidak sebesar sebelumnya. Dengan begitu, suku bunga yang rendah akan memicu konsumsi dan pada akhirnya akan memicu juga aktivitas investasi dan aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Dampak penurunan suku bunga terhadap konsumsi terlihat dengan jelas pada kuatnya pertumbuhan belanja rumah tangga pada tahun lalu. Dan, walaupun agak lambat, kegiatan investasi sudah mulai meningkat. Laju pertumbuhan investasi naik dari 7 persen pada triwulan pertama 2007 menjadi 12,1 persen di triwulan keempat. Suku bunga yang rendah diperkirakan akan mendorong investasi tumbuh dua digit pada 2008. Perkiraan ini tidak berlebihan mengingat pada periode triwulan kedua 2004 sampai triwulan kedua 2005 investasi bisa tumbuh dengan laju rata-rata di atas 15 persen (gambar 2). Ketika itu, suku bunga pinjaman masih berada sedikit di atas suku bunga pinjaman pada saat ini.
Suku bunga SBI diperkirakan tidak akan terlalu banyak berubah dari levelnya saat ini. Jadi, dampak suku bunga kredit yang relatif rendah terhadap perekonomian diperkirakan masih akan berlangsung pada tahun ini. Dengan keadaan yang demikian, permintaan domestik pun diperkirakan akan tetap kuat pada 2008.
Tanda-tanda permintaan domestik yang kuat sudah mulai terlihat di awal 2008. Misalnya, angka penjualan sepeda motor pada Januari 2008 mencapai 473 ribu unit, tumbuh 38 persen dibandingkan Januari 2007. Begitu juga penjualan semen yang pada Januari 2008 mencapai 3,1 juta ton, tumbuh 18,4 persen dari 2,97 juta ton di bulan yang sama tahun lalu. Penjualan mobil pun naik cukup signifikan. Pada Januari 2008, penjualan mobil mencapai 41.380 unit, atau tumbuh 54 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2007.
Pada umumnya, suatu pemerintahan akan amat populer di mata masyarakatnya bila perekonomian tumbuh dengan baik. Hal ini tidak berlaku untuk Indonesia pada saat ini. Kenaikan harga bahan makanan pokok seperti beras, minyak goreng, kedelai, dan tepung terigu pada akhir 2007 dan awal 2008 telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Akibatnya, popularitas pemerintah pun turun ke level yang rendah.
Karena itu, masalah kenaikan harga bahan pokok ini perlu ditangani dengan lebih serius. Bila harga-harga naik terus, maka daya beli akan kian tergerus. Apabila laju inflasi naik ke level yang lebih tinggi lagi, ada kemungkinan BI terpaksa harus kembali menaikkan suku bunga. Akibatnya, salah satu faktor pendukung utama pertumbuhan ekonomi kita akan berkurang daya dorongnya. Hal ini, bila terjadi, akan memangkas pertumbuhan ekonomi pada 2008.
Jadi, aspek fundamental perekonomian kita saat ini masih cukup baik. Ekonomi Indonesia masih akan terus berekspansi pada 2008. Walaupun demikian, ancaman inflasi tetap harus diwaspadai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo