Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Reklamasi Ilegal di Pulau Pari Masih Terjadi, Kiara Kritik KKP

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengungkap, reklamasi ilegal sampai saat ini masih terjadi di Pulau Pari dan Kepulauan Seribu.

26 Januari 2025 | 11.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga melihat alat berat pengembangan resort di Pulau Karang Kudus di Pulau Pari, Kepulauan Seribu,. TEMPO/Fardi Bestari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengungkap, reklamasi ilegal sampai saat ini masih terjadi di Pulau Biawak, Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Padahal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup telah menginspeksi di wilayah itu pada 20 Januari dan 21–23 Januari 2025 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kiara melihat bahwa apa yang terjadi saat ini di Pulau Pari merupakan tindakan kelalaian yang disengaja yang dilakukan oleh KKP," ujar Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati dalam keterangan resminya, Ahad, 26 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Susan bercerita, pada 2023 dan 2024, warga Pulau Pari yang tergabung dalam Forum Peduli Pulau Pari telah menyurati KKP untuk meminta audiensi ke KKP. Tapi permohonan itu tak pernah mendapatkan respons. Sampai saat ini, nelayan dan perempuan nelayan dari Pulau Pari masih belum bisa bertemu dengan KKP.

Menteri Kelautan dan Perikanan, menurut Susan, telah membiarkan perusakan perairan untuk reklamasi dan kerusakan lainnya di gugus perairan Pulau Pari. Teranyar, perwakilan warga Pulau Pari telah mengadukan kerusakan ekosistem terumbu karang, lamun, dan mangrove.

Perusakan lingkungan ditengarai terjadi setelah keluarnya Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Kiara menilai, pemerintah masih pandang bulu dalam penindakan di Pulau Pari. Pemerintahan menyasar perusakan yang tidak memiliki perizinan seperti terjadi di Pulau Biawak, tapi tak melihat permasalahan yang terjadi di gugusan Pulau Pari secara menyeluruh.

“Kiara melihat ketidakseriusan yang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan untuk melindungi ekosistem penting maupun esensial yang ada di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil," ujar Susan.

Perwakilan Kelompok Perempuan Pulau Pari, Asmania, menyatakan perusakan lingkungan laut di Pulau Pari telah berlangsung lama. Dari perluasan daratan Pulau Tengah melalui reklamasi dan menyedot pasir laut di sekitarnya, pembangunan Pulau Biawak, hingga rencana pembangunan resort apung dan dermaga yang ada di Gudus Lempeng.

Asmania mengungkap, reklamasi ilegal itu telah berakibat tambak ikan warga gagal panen, rumput laut tidak produktif lagi, hasil tangkapan ikan nelayan menurun, hingga nelayan yang tak bisa lagi melintas dan mengakses laut di perairan Pulau Tengah dan di Pulau Biawak. "Bahkan laut di Pulau Biawak dijadikan jembatan yang membuat kami tidak bisa melintasi laut itu,” ujar Asmania.

Berdasarkan kajian menggunakan metode digitasi manual dengan citra Sentinel 2A & 2B, Kiara bersama Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) menemukan luas daratan Pulau Biawak telah bertambah ± 0,9 hektare area sejak 2016 hingga 2024. Pertambahan luas daratan tersebut berbanding lurus dengan berkurangnya/degradasi luas mangrove sebesar ±0,21 hektare di pulau tersebut.



Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus