Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Rencana Merger Gojek dan Grab, YLKI: Berpotensi Timbulkan Monopoli

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai merger Gojek dan Grab bisa melanggar UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

8 Desember 2020 | 07.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengemudi ojek online mengangkut penumpang sebelumnya berlakunya PSBB di kawasan Pondok Indah, Jakarta, Kamis, 9 April 2020. TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI angkat bicara soal menanggapi rencana merger dua perusahaan ride hailing raksasa Grab dan Gojek. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai penggabungan dua perusahaan itu  dapat melanggar UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang berujung merugikan konsumen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kerugian konsumen bisa timbul, menurut Tulus, karena penggabungan dua perusahaan menjadi satu entitas membuka lebar kemungkinan monopoli terjadi. Bila demikian, konsumen sedikit demi sedikit akan dirugikan dengan hal-hal teknis seperti standar pelayanan tidak terjaga, hingga tarif yang akan dimonopoli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Merger ini jelas berpotensi merugikan. Makanya kami minta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus. Ini tugas KPPU," ujar Tulus, Senin, 7 Desember 2020.

Oleh karena itu, YLKI mendesak KPPU serius menyelidiki hal ini. "Karena berpotensi melanggar UU antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat," kata Tulus. Terlebih, monopoli berdampak kurang sehat untuk iklim bisnis dan berpotensi melanggar hak-hak publik, terutama terkait besaran tarif dan pelayanan.

Sebelumnya isu merger antara aplikasi transportasi online Gojek dan Grab kembali memanas, setelah Bos SoftBank Group ikut campur tangan di dalamnya. Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp. diketahui tengah meningkatkan tekanan kepada salah satu pendiri Grab Holdings Inc. Anthony Tan untuk membuat 'gencatan senjata' dengan Gojek.

Dua perusahaan rintisan yang populer di Asia Tenggara ini tengah aktif terlibat dalam pertemuan via Zoom setelah berbulan-bulan berdiskusi dan membuat kesepakatan terkait dengan merger usaha. 

Sumber terkait yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena pembicaraan itu bersifat pribadi mengungkapkan poin utama yang mencuat, yaitu apakah kedua perusahaan menggabungkan semua operasi atau apakah Grab mengakuisisi bisnis Gojek hanya di Indonesia.

Terkait rencana merger ini, kalangan pengemudi ojek online bersiap menggelar demo besar-besaran di sejumlah titik. Sasaran aksinya yakni sejumlah lembaga pemerintah mulai dari Istana Merdeka, DPR RI, Kemenko Maritim Investasi, KPPU, dan BKPM.

Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Igun Wicaksono, menyatakan, unjuk rasa bakal dilakukan sebagai bentuk penolakan rencana merger dua perusahaan itu. Rencana merger itu ditolak karena dinilai hanya akan merugikan par apengemudi ojol. 

Kendati keputusan merger adalah urusan bisnis ke bisnis (BtoB) antar investor keduanya, namun Igun menilai pemerintah merupakan regulator yang memiliki kuasa menolak atau menerima merger kedua perusahaan di Indonesia. "Pemerintah adalah regulator, jadi tetap pemerintah punya kuasa menolak atau menerima terjadinya merger. Untuk menjaga iklim ekonomi Indonesia tetap kondusif," ujar Igun.

BISNIS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus