Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan buka suara soal rencana kenaikan tarif KRL Commuter Line. Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub M. Risal Wasal mengatakan kementerian masih mengkaji rencana tersebut dan belum bisa menjelaskan secara gamblang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita masih kaji (soal kenaikan tarif KRL), tunggu tanggal mainnya,” ujar dia di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan pada Senin, 26 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menambahkan, pihaknya sudah melakukan survei pada awal 2022. Hasilnya, dengan situasi sekarang, Kemenhub masih harus melakukan studi lebih lanjut mengenai rencana kenaikan tarif KRL.
“Ini situasi demand sudah tinggi ya. Profit sudah mulai landai. Jadi memang dalam mobilitas masyarakat memang sudah lumayan berbeda. Itu harus kita kaji,” tutur Adita.
Berkaca dari kondisi tersebut, dia menegaskan, perlu ada studi terbaru untuk melihat bagaimana respons masyarakat terhadap tarif anyar kereta perkotaan. “Sebelumnya memang memperlihatkan masyarakat itu mau saja, ada wealing untuk itu. Tapi tentu kita akan melakukan studi ulang,” ucap Adita.
Adapun saat ini, tarif KRL yang berlaku per 25 kilometer adalah Rp 3.000. Tarif itu rencananya akan naik Rp 2.000 menjadi Rp 5.000. Untuk tarif lanjutan KRL 10 kilometer berikutnya tetap Rp 1.000.
Namun, rencana tersebut ditolak oleh Anggota DPR RI Komisi V DPR, Suryadi Jaya Purnama. Dia menilai kenaikan tarif itu belum tepat mengingat masyarakat masih berjuang untuk bangkit dari pandemi Covid-19.
"Kita perlu menolak rencana kenaikan tarif dasar KRL karena sangat memberatkan masyarakat," ujarnya melalui keterangan tertulis pada Jumat, 16 Desember 2022.
Apalagi Presiden Joko Widodo alias Jokowi, kata dia, telah mengatakan akan terjadi krisis pada 2023 mendatang. Sehingga, kenaikan tarif KRL memperberat beban masyarakat.
Suryadi juga merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 masih sangat tinggi, yaitu mencapai 26,16 juta orang atau 9,54 persen dari total penduduk Indonesia. Selain itu, inflasi yang terjadi secara global turut mengkerek naiknya harga bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat.
Lebih lanjut, dia mengatakan KRL masih mengalami overload atau penuhnya penumpang di luar kapasitas pada jam-jam sibuk. Kondisi tersebut membuat pengguna KRL belum bisa merasakan kenyamanan sepenuhnya. "Dan tentunya akibat overload tersebut seharusnya KRL Commuter Line sudah bisa mengambil keuntungan yang cukup besar tanpa perlu menaikkan tarif KRL," kata dia.
Sedangkan dari sisi keuangan, ia mencatat bahwa Kemenhub telah menggelontorkan Rp 3,2 triliun lebih untuk mensubsidi pengguna kereta api pada tahun 2022. Ditambah dana penyertaan modal negara atau PMN juga telah diberikan pada PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) sebesar Rp 6,9 T pada akhir 2021. Tahun ini pun, PT KAI mendapatkan PMN sebesar Rp 3,2 T.
Seharusnya, tutur Suryadi, PT Kereta Commuter Indonesia sebagai salah satu anak perusahaan di lingkungan PT KAI yang mengelola KRL turut mendapatkan manfaat dari dana PMN tersebut.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.