Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Riset Harvard University: Asap Kebakaran Hutan Ancam 36 Ribu Jiwa

Penelitian Harvard University menyebut 36 ribu kematian akibat kabut asap kebakaran hutan bakal terjadi jika pengelolaan hutan tak diperbaiki.

13 Agustus 2019 | 12.10 WIB

Ilustrasi kebakaran hutan. REUTERS
Perbesar
Ilustrasi kebakaran hutan. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Harvard University dan Columbia University, Amerika Serikat, melakukan kajian model gambut di Indonesia dengan skenario Business as Usual (BAU) dari Land Use and Land Cover (LULC) 2020-2029. Dari kajian tersebut, para peneliti menemukan apabila sistem pengelolaan hutan dan gambut tidak mengalami perbaikan, maka akan terjadi 36 ribu kematian akibat kabut asap kebakaran hutan setiap tahunnya.

“Kematian ini bisa dihindari dengan strategi pengelolaan lahan yang komprehensif, seperti restorasi gambut,” kata peneliti Harvard University, Tianjia Liu dalam diskusi “Ongkos Kesehatan dari Bencana Kebakaran Hutan dan Gambut” di Jakarta Selatan, Selasa, 13 Agustus 2019.

Menurut Tianjia, kematian itu tersebar 92 persen di Indonesia, tujuh di Malaysia, dan satu di Singapura. Penelitian ini mengambil salah satu contoh kebakaran hutan hebat yang terjadi di Indonesia pada 2015. Akibat kebakaran tersebut, 69 juta orang terkena Infeksi Saluran Pernapasan Pernapasan Akut (ISPA). Lalu, potensi kerugian material mencapai US$ 16 miliar di luar kerugian kesehatan.

Peneliti mengambil sampel kebakaran hutan dari 2005 hingga 2009. Sepanjang lima tahun tersebut, mayoritas kebakaran hutan memang terjadi di lahan non-gambut. Sepang tahun tersebut, jumlah kebakaran hutan di Indonesia mencapai sekitar 18 juta hektare di Sumatera dan Kalimantan.

Dari jumlah tersebut, hanya 9 persen saja kebakaran terjadi di lahan gambut. Namun dari jumlah itu, kebakaran di lahan gambut menyumbang emisi yang lebih besar. Jumlahnya lebih dari separuh atau 51 persen dari total emisi sepanjang tahun tersebut. Untuk itu, kata dia, restorasi lahan gambut secara maksimal bisa mengurangi populasi yang terpapar asap hingga 60 sampai 67 persen.

Tak hanya pada 2015, kebakaran hutan pun terus berlangsung sampai saat ini. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) mencatat luas kebakaran hutan dan lahan sejak Januari-Juli 2019 mencapai 135.747 hektare. Karhutla itu terdiri dari lahan gambut seluas 31.002 hektare dan lahan mineral 1047.746 hektare.

Sejumlah provinsi yang mengalami kebakaran di lahan gambut di antaranya Aceh seluas 333 hektare dan Riau 27.635 hektare. Selanjutnya, Sumatera Barat seluas 129 hektare, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara 17 hektare. Kemudian Kalimantan Barat 1.291 hektare, Kalimantan Selatan 602 hektare, Kalimantan Tengah 963 hektare, Kalimantan Timur 223 hektare dan Kalimantan Utara 5 hektare.

Deputi Perencanaan dan Kerja Sama Badan Restorasi Gambut (BRG) Budi Wardhana mengatakan kebakaran hutan di 2015 terjadi hampir selama 5 bulan. Selama itu pula, 500 ribu orang menderita ISPA dan lebih dari 60 juta terkena polusi asap. Akibatnya, biaya pengobatan langsung mencapai Rp 1,9 triliun. “Lalu biaya jangka panjang yang belum bisa dihitung,” kata dia

FAJAR PEBRIANTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus