Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah mengalami penguatan pada perdagangan Jumat sore, 07 Maret 2025, setelah sebelumnya sempat melemah. Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah ditutup menguat 44 poin ke level Rp 16.299 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di Rp 16.339.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun, Ibrahim memperkirakan rupiah akan kembali mengalami fluktuasi dan berpotensi melemah di rentang Rp 16.280 – Rp 16.340 pada perdagangan besok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ibrahim menyampaikan faktor internal yang mempengaruhi nilai rupiah salah satunya karena pasar merespons positif langkah pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan selama bulan Ramadan. Meskipun ancaman cuaca ekstrem masih menghantui sektor pertanian dan pasokan pangan, pemerintah memastikan harga tetap terkendali melalui berbagai kebijakan, termasuk penerapan harga eceran tertinggi (HET) dan harga acuan penjualan (HAP).
Menurutnya juga salah satu komoditas yang menjadi perhatian utama adalah cabai, yang harganya melonjak akibat terganggunya pasokan karena faktor cuaca. ”Pemerintah mendorong petani untuk memanfaatkan teknologi pertanian modern seperti cungkup atau greenhouse guna menjaga produksi tetap stabil di musim hujan,” kata dia dalam keterangan resmi, Jumat, 7 Maret 2025.
Inflasi pangan atau volatile food pada Februari 2025, lanjutnya, tercatat sebesar 0,56 persen secara tahunan, sementara inflasi umum justru mengalami deflasi sebesar -0,09 persen. Di sisi lain, Ibrahim mengungkapkan Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami penurunan 0,18 persen menjadi 123,45. “Sebagai langkah mitigasi, pemerintah tengah menyiapkan program Koperasi Desa Merah Putih (Kop Des Merah Putih) untuk membantu penyerapan hasil panen dan menjaga stabilitas harga gabah,” ujarnya.
Dari sisi eksternal, ia mengatakan dolar AS mengalami tekanan akibat meningkatnya kekhawatiran atas perlambatan ekonomi Amerika Serikat. Ketidakpastian kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump semakin memperburuk situasi, terutama setelah Trump memberikan konsesi kepada Kanada dan Meksiko terkait tarif impor baja dan aluminium sebesar 25 persen.
“Presiden Federal Reserve Atlanta, Raphael Bostic, menyatakan bahwa kebijakan Trump semakin mengaburkan prospek ekonomi AS dan dapat memicu lonjakan inflasi. Saat ini, The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tanpa perubahan hingga ada kejelasan lebih lanjut mengenai arah ekonomi,” kata dia.
Sementara itu, data ekspor Tiongkok menunjukkan pertumbuhan yang jauh lebih lambat dari perkiraan pada Januari-Februari, dengan angka impor yang justru anjlok. Meskipun neraca perdagangan Tiongkok tetap kuat, ekspor yang lemah mencerminkan dampak dari kebijakan tarif perdagangan Trump yang telah dinaikkan menjadi 20 persen minggu ini. Beijing pun merespons dengan serangkaian tindakan balasan, yang turut mempengaruhi pelemahan impor.
Dengan berbagai dinamika ini, dia mengatakan pergerakan rupiah diperkirakan tetap fluktuatif dalam beberapa waktu ke depan, bergantung pada perkembangan ekonomi global dan kebijakan domestik dalam menjaga stabilitas harga serta daya beli masyarakat.
Pilihan Editor: Bank Indonesia Jamin Bakal Hati-hati Serap SBN Pemerintah