Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT Pertamina (Persero) dipastikan menjadi investor baru pengembangan Lapangan Gas Abadi di Blok Masela, Maluku. Perusahaan minyak pelat merah ini akan berdampingan dengan Inpex Corporation, perusahaan asal Jepang, untuk mengelola blok minyak dan gas raksasa itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini, kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, Pertamina tengah bernegosiasi dengan Shell Upstream Overseas Ltd yang memegang 35 persen hak partisipasi Blok Masela. Dia mengklaim SKK Migas sudah menetapkan sejumlah rencana dan akan mengawal para kontraktor agar bisa mengoperasikan fasilitas produksi, termasuk kilang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) yang pernah memicu kontroversi beberapa tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada jurnalis Tempo, Retno Sulistyowati dan Aisha Shaidra, Dwi Soetjipto memaparkan perkembangan alih kelola Blok Masela serta sejumlah proyek baru yang akan berlangsung di sana. Berikut ini petikan wawancara yang berlangsung pada Selasa, 20 Juni lalu.
Sejauh mana kemajuan pengerjaan Blok Masela hingga saat ini?
Alhamdulillah, perkembangannya sudah baik. Yang menjadi salah satu kendala kemarin adalah divestasi Shell. Kini Shell akan mendivestasikan sahamnya ke Pertamina.
Seperti apa kesepakatan Shell dengan Pertamina?
Sudah deal. Baru beberapa hari yang lalu, at the end of last week. Tapi saya belum bisa menyebutkan berapa (nilai akuisisi)-nya. Jadi salah satu kendala sudah melunak, sekarang tinggal melanjutkan. Selanjutnya nanti bagaimana Pertamina bekerja sama dengan salah satu partnernya, Petronas. Apakah Petronas masuk atau bagaimana, itu yang sekarang sedang berjalan.
Bagaimana rencana negosiasi Pertamina dengan Shell dan Pertamina dengan Petronas?
Negosiasi sudah berjalan. Nanti akan ada saatnya untuk membicarakan perjanjian dan segala macamnya. Ibaratnya, boleh jadi, kan, yang tadinya pacaran malah enggak jadi kawin. Tapi ya kira-kira the candidate of consortium (salah satu pengelola Blok Masela) adalah Pertamina-Petronas. Sementara ini. Tentu saja ini masih harus menunggu sampai semua pihak menandatangani perjanjian bersama. Jadi artinya sudah oke.
Seperti apa sinyal dari Petronas?
Mereka sangat tertarik. Jadi salah satu kendala sudah mulai diatasi, proyek ini akan siap berjalan lagi. Yang tadinya terhambat karena pandemi, karena divestasi Shell, dan masalah lain sekarang sudah soft. Tentu saja calon mitra baru ini perlu disosialisasi oleh Inpex mengenai programnya bagaimana. Meskipun mereka pada saat due diligence pasti sudah tahu juga. Tapi tetap butuh waktu untuk itu.
Apakah Pertamina-Petronas dan Shell bisa meneken kesepakatan akhir bulan ini?
Iya. Hopefully semuanya lancar.
Benarkah Pertamina harus membayar 50 persen dari nilai divestasi Shell?
Itu memang akan dibayar dalam beberapa tahap. Kita lihat saja nanti, berapa harga yang disepakati akhir bulan nanti.
Mengapa target on stream (produksi) Blok Masela mundur dari 2027 menjadi 2029?
Itu karena faktor pandemi Covid-19. Ada pula faktor divestasi Shell dan rencana mengembangkan CCUS (carbon capture, utilisation, and storage). Karena pandemi berlangsung selama dua tahun lebih, kami berharap proyek ini bisa dipercepat karena kita bisa kehilangan momentum kalau terlalu lama. Cost of project-nya juga kalau terlalu lama jadi lebih besar. Karena itu, kami minta kontraktor mengakselerasi. Mana-mana yang bisa dipercepat, ya dipercepat. Kami melihat pergeseran waktu dari 2027 ke 2029 masih oke.
Apa kegiatan teknis yang butuh waktu paling lama?
Biasanya dalam pembangunan kilang LNG onshore (darat). Titik kritisnya ada di proyek kilang LNG. Karena itu, nanti mungkin juga akan kami bahas bagaimana kontraktor bisa mempercepat pembangunan kilang LNG karena titik kritisnya di situ. Pekerjaannya ada di sisi offshore (lepas pantai) berupa pengeboran dan pembangunan fasilitas produksi di tengah laut, dan kemudian memasang pipa. Di sisi onshore adalah LNG plant. Itu sama dengan proyek di Lapangan Tangguh, titik kritisnya adalah di kilang LNG onshore.
Mengapa muncul rencana baru berupa proyek CCUS yang akan menambah biaya proyek?
Ini untuk memenuhi aspek sustainability, masuk di plan of development (POD). Karena itu pula ada revisi POD. Gas alam ada yang mengandung karbon dioksida. Ada yang sedikit, ada yang banyak. Sebenarnya karbon dioksida (di Blok Masela) tidak terlalu besar, sekitar 10 persen. Tapi kan net zero emission sudah menjadi strategi pemain industri energi di seluruh dunia. Nanti karbon dioksida yang keluar tidak dilepas, melainkan dikembalikan lagi, reservoir yang mulai ditinggalkan diisi dengan karbon dioksida yang dipisahkan. Dalam pemrosesan minyak dan gas ada pemisahan karbon dioksida, air, crude oil, sulfur, dan unsur lain, sehingga spesifikasi gas alam yang akan diolah menjadi LNG sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Seperti apa rencana pemanfaatan proyek CCUS?
Awalnya hanya untuk kebutuhan di Blok Masela. Tapi di masa mendatang bisa saja (bekas reservoir) itu dipakai untuk menyimpan karbon dioksida dari industri lain. Artinya, di masa mendatang bisa menjadi bisnis baru. Misalnya untuk menyimpan karbon dioksida dari pembangkit listrik atau industri apa saja. Kalau di sana ada fasilitasnya, karbon dioksida dari tempat lain bisa dikirimkan ke situ. Sebagai contoh, material yang diambil saat eksplorasi dan eksploitasi anggap saja 100 persen. Tapi yang dikembalikan (ke fasilitas CCUS) hanya 10 persen karena selebihnya menjadi LNG yang akan dijual. Berarti ruangan atau storage itu bisa dipakai untuk menyimpan karbon dioksida dari tempat lain. Ini juga berlaku pada proyek CCUS di ladang lain, misalnya di Blok Tangguh (Papua).
Dengan semua pembaruan ini, kapan SKK Migas menyetujui revisi POD Blok Masela?
Segera, tahun ini, kami me-review POD Masela sambil menyelesaikan yang lain. Tentu kami tidak menyetujui POD di tengah proses divestasi participating interest Shell, yang dalam tahap negosiasi. Nanti Shell bisa naikin harga, dong, kalau revisi POD sudah disetujui. Yang jelas, kami mengupayakan dan mendesak agar proyek ini bisa segera berjalan.
Setelah Blok Masela beroperasi, siapa yang akan membeli gas dari sana?
Peminat gas atau LNG Blok Masela ada dari dalam dan luar negeri. Tentu saja kebutuhan dalam negeri harus dipenuhi dulu karena ini kebijakan pemerintah. Sudah ada nota kesepahaman dengan PLN dan Pertamina, demikian pula dengan industri pupuk. Nah, tentu saja di luar negeri peminatnya juga banyak. Kalau kami jumlahkan, dari rencana produksi 9,5 juta ton per tahun, yang mengirimkan letter of intent (pernyataan minat/LOI) dua kali lipat dari itu. Artinya, dari sisi konsumen tidak ada masalah sehingga proyek ini semestinya bisa segera berjalan.
Siapa saja yang sudah mengirimkan LOI ke SKK Migas?
Perusahaan-perusahaan di Jepang. Ada list-nya, banyak, saya sendiri tidak hafal. Bahkan Petronas juga mengirimkan LOI, berminat ikut memasarkan (gas dari Blok Masela). Pengajuan LOI memang bisa melalui SKK Migas, nanti kami meneruskan ke Inpex selaku operator existing. Atau bisa juga langsung ke Inpex karena, untuk gas, operator juga bisa ditunjuk sebagai penjual.
Sejauh mana proyeksi pergeseran waktu proyek ini?
Memang, revisi POD yang sudah diajukan belum dilengkapi time frame. Kenapa demikian? Karena mungkin mereka (Inpex) ingin mendiskusikan itu dengan mitra barunya, mungkin. Awalnya, arahan pemerintah adalah Blok Masela harus sudah on stream pada 2027. Tapi, dengan memperhatikan berbagai kondisi, termasuk pandemi Covid-19, pemerintah berharap selesai pada 2029. Jadi (target) on stream pada 2029. Nanti rencana ini akan dituangkan dalam revisi POD. Kami akan berdiskusi dengan mereka untuk mempercepat pelaksanaan proyek ini sesuai dengan ekspektasi pemerintah agar, kalaupun mundur, mundurnya dua tahun saja.
Penerapan teknologi carbon capture tentu akan menambah kebutuhan investasi. Berapa besar tambahan biayanya?
Investasi carbon capture tentu berbeda-beda di setiap proyek atau di setiap tempat. Untuk proyek Abadi Masela, karena harus membangun pipa yang agak panjang, kira-kira tambahan investasinya US$ 1 miliar.
Bagaimana dampaknya pada harga LNG?
Dengan teknologi carbon capture, LNG dari Blok Masela bisa disebut sebagai blue LNG. Disebut LNG bersih karena karbon dioksida yang dihasilkan dalam proses produksi tidak dilepas ke alam. Kami berharap dengan teknologi ini harga LNG dari Blok Masela lebih baik daripada grey LNG. Grey LNG adalah yang selama ini kita kenal.
Dengan harga yang lebih tinggi, apa masih bisa kompetitif? Apalagi ada proyeksi pada 2029-2030 pasar gas dunia mengalami kebanjiran pasokan....
Kalau melihat ketertarikan para calon pembeli, mungkin masuk (masih kompetitif). Tapi tentu saja itu tugas KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) untuk menjual. Dengan status sebagai blue LNG, tentu saja harganya tidak sama dengan grey LNG. Karena itu, kami berharap, meskipun ada tambahan investasi untuk proyek CCUS, biayanya bisa tertutupi oleh harga blue LNG yang lebih baik.
Selain harga blue LNG, apakah kredit karbon dari Blok Masela bisa masuk ke Indonesia?
Benar. Kami sudah minta ini dimasukkan ke perencanaan. Apabila revisi POD Blok Masela sudah disetujui, hasil perdagangan karbonnya harus bisa dikalkulasikan sebagai salah satu pendapatan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Titik Kritis di Kilang LNG"