HEBOH tanker LNG yang dipesan Burmah Group untuk pengapalan gas
alam cair Indonesia ke Jepang untuk sementara sudah reda (TEMPO,
25 September). Apakah itu sudah menjamin bahwa galangan kapal
General Dynamics akan mampu menyediakan tanker pertama di
Bontang sesuai dengan jadwal?
Ternyata masih banyak tantangan yang harus dihadapi oleh General
Dynamics maupun Burmah. Awal bulan ini, seorang penduduk New
York, Dorothy Greenberg -- yang katanya juga bertindak a/n
pemerintah AS -- telah menggugat Burmah Oil di pengadilan
federal New York. Tuduhan terhadap penggugat, menurut Sirar
Harapan, adalah "penipuan untuk mendapatkan bantuan keuangan
pemerintah federal AS" dalam rangka pesanan tanker LNG, bukan
untuk perusahaan Amerika. Memang, khusus untuk menangani pesanan
tanker itu dibentuk perusahaan Energy Transport Corporation.
Namun perusahaan itu hanyalah tameng bagi pemesan yang
sesungguhnya, Burmast East Shipping.
Ketika tabir ini tersingkap, tiga bank Amerika yang tadinya
bersedia memodali pembangunan 7 tanker LNG itu Continental
Illinois, Bankers Trust dan Chemical Bank -- menurut majalah
terkemuka Petroleum News telah menarik kembali modalnya. Maka
tinggallah General Dynamics sendiri, yang terpaksa mengelakkan
gugatan pengadilan New York dengan membeli ke-5 tanker LNG yang
sudah mendapat jaminan Title XI. Namun langkah penyelamatan
yuridis ini, masih tersandung hambatan teknis. Yakni pembuatan
tanki-tanki bola aluminium yang hingga September lalu baru
selesai sebiji.
Jadi apa akal? Kabarnya kalau waktu memang mendesak, nantinya
tiga tanker LNG yang sedang dibangun atas pesanan Burmah untuk
angkutan LNG Aljazair ke AS ada kemungkinan dibelokkan ke
Bontang. Sebab izin impor LNG dari Aljazair maupun Indonesia.
mungkin baru akan diperoleh mas kapai-maskapai AS setelah pemilu
Presiden baru di sana.
Sementara itu, kelompok Burmah masih tetap 'dicurigai' oleh pers
Jepang yang mencium bau penyuapan terhadap peabat dan
perusahaan perkapalan di Jepang. Menurut harian Yomiuri
Shimbun, suapan itu disalurkan lewat Sumio Hiashi, direktur
Far East Oil Trading Company (FEOT). Maskapai ini sebelumnya
memang pernah disorot karena hubungannya yang erat dengan bekas
PM Nobusuke Kishi, juru lobi bagi kepentingan Caltex di Jepang.
Untuk itu, sebuah penerbitan sayap kiri mengatakan bahwa Kishi
menerima komisi 3 sen dollar untuk setiap barrel minyak yang
diekspor Caltex dari Indonesia. Seperti diketahui, FEOT sendiri
merupakan kongsi antara Pertamina -- yang diwakili oleh Tirto
Utomo, orang kepercayaan Ibnu Sutowo -- dengan konsumen-konsumen
minyak Minasdi Jepang. Malah beberapa pemegang saham FEOT,
seperti Kansai Electric Power Co. dan Chubu Electric Power Co.
juga turut dalam kongsi pengimpor LNG Indonesia, Jilco, yang
dibentuk atas dorongan Nissho-Iwai.
Namun menanggapi tuduhan Yomiuri, direktur pelaksana FEOT, N.
Nakamura menyatakan bahwa sidang Burmah di New York tidak
menunjukkan tanda-tanda adanya penyuapan di Jepang. Juga wakil
Bunnah di Tokyo menjelaskan memang ada uang sebanyak AS$ 56 juta
dibayar pada perusahaan pelayaran Japan Line. tapi itu bukan
sogokan. Melainkan ganti rugi karena Burmah membatalkan order 2
tanker raksasa seharga AS$ 100 juta lebih pada Japan Line karena
kesulitan keuangan Burmah. Kendati demikian, kecurigaan Yomiuri
Shimbun timbul karena perusahaan-Perusahaan Jepang lainnya
bukannya tidak berminat merebut porsi angkutan LNG Indonesia ke
Jepang.
Finn Grape
Satu di antaranya adalah dok Kawasaki di Saikaide, yang sedang
membangun 2 tanker LNG berukuran 120 ribu m3 atas pesanan
perusahaan pelayaran Norwegia, Cotaas-Larsen. Tanker pertama
akan siap Januari 1977, satunya lagi bulaIl Juni 1977.
Kedua-duanya belum ada pemesan atau penyewanya. Mungkin itu
sebabnya, dalam semester yang lalu menurut Petroleum News,
pimpinan Gotaas-Larsen yang bernama Finn Grape terbang ke
Jakarta dengan tawaran 4 tanker LNG untuk rute Indonesia-Jepang
itu. Maklumlah, perusahaan Norwegia itu juga sedang membangun 2
tanker LNG lagi berukuran 125 ribu m3 di dok Howaldtwerke, Kiel,
Jerman Barat. Satu di antaranya akan selesai Januari tahun depan
pula, dan satunya lagi dipesan berkongsi dengan perusahaan
Norwegia lain, Leif Hoegh.
Naga-naganya, Gotaas-Larsen sudah bersiap-siap menunggu
kemungkinan dok General Dyamics tidak dapat menyiapkan tanker
LNG sesuai dengan kontrak. Dan kalau itu terjadi, Pertamina
tentunya bebas untuk mencarter tanker lain, dengan atau tanpa
melalui Burmah. Namun Burmah juga tidak senang ditinggalkan
begitu saja. Apa lagi Pertamina juga masih punya hutang
sewa-cicil tujuh tanker minyak pada perusahaan Inggeris itu.
Sama halnya seperti Gotaas-Larsen, yang kabarnya juga memiliki
tujuh tanker kecil yang dicarter Pertamina sejak 1969.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini