Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

"itu lelang proforma"

Sebuah lokakarya menyetujui pembukaan pool lelang karet yang dimonitor oleh pemerintah orang mencuri gai sistem lelang ini. enam pengusaha di jambi merasa diadu oleh pengusaha luar. (eb)

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENYUSUL laporannya tentang berbagai pungutan ekspor karet di Jambi (TEMPO, 23 Oktober), Harun Musawa -- yang mengikuti Lokakarya Karet di Jambi baru-baru ini -- menulis tentang lelang karet yang terjadi di sana. Berikut ini laporannya: Jali, salah seorang penyadap karet di Jambi, asal Purworejo, mengaku telah banyak berhutang pada taukenya. Hutang uang, bahan makanan (beras dan ikan asin), sampai hutang budi. Seperti Peno dan Sarno yang berasal dari Pati walaupun mereka tinggal di gubuk kulit kayu di tengah hutan karet, masih terhitung numpang di atas tanah majikan. Hasil sadapan yang diperoleh setiap hari, yaitu 2/3 bagian, semuanya terpaksa harus dijual langsung kepada majikan pemilik hutan karet. Tauke, yang juga disebut petani-pemilik, menjualnya lagi kepada pedagang-pengumpul yang disebut kaw puik. Antara tauke dengan kaw puik ini juga ada ikatan yang kuat. Petani biasanya sudah terikat dengan hutang abadi. Dan itu semua harus dibayar dengan getah karet. Harganya sudah tentu miring. Belum lagi jika kaw puik ini bermain dengan timbangan dan mutu getah. Misalnya: karena getah karet rakyat itu biasanya kotor dan basah, maka taksiran beratpun dikurangi. Mutupun dipandang jadi sangat merosot. Berapa berat dan mutu yang sebenarnya. itu rezeki kaw puik sendiri yang ditentukan bersama pemilik pabrik crumb rubber. Kemajuan teknis selama ini di bidang mutu perkaretan -- seperti teknik crumb rubber -- ternyata belum lagi membawa perbaikan dalam komposisi penerimaan petani. Begitu dilaporkan Pemda Jambi dalam suatu rapat mengenai penanaman modal, bulan Juli, di Jakarta. Karena tataniaga lama seperti di atas, menurut Gubernur Jambi Djamaluddin Tambunan, sangat merugikan petani. Hanya 20% penerimaan petani dari seluruh harga karet. Selebihnya banyak diserap oleh perantaranya, kaw puik dan fabrikan. Syukur nasib petani yang demikian itu cukup mengundang perhatian. Lokakarya Karet di Jambi baru-baru ini banyak juga omong mengenai nasib mereka. Lokakarya menyetujui tindakan Gubernur Jambi setahun lalu: membuka Pool Lelang Karet. Diharapkan cara ini akan membuka tataniaga baru yang memberi harapan lebih baik bagi petani karet. Dalam tataniaga baru ini, petani boleh secara bebas berhubungan dengan pembelinya di tempat pelelangan. Di sana semuanya akan serba terbuka. Yang menimbang ditunjuk para pegawai kantor lelang. Yang menentukan mutu adalah sebuah laboratorium milik pemerintah. Harga juga terbuka: pemerintah akan memonitor harga karet Singapura. Setelah dipotong biaya transpor, asuransi dan lain-lain, secara terbuka diumumkan harga-dasar. Merasa Diadu Namun lelang semacam itu berjalan setahun dengan banyak kritik. Seperti kata MS Amdan, Wakil Ketua DPRD Jambi: "Saya tak yakin lelang itu berjalan seperti yang diharapkan". Amdan berani menyatakan: "Belum seorang petanipun yang mengunjungi sendiri pelelangan". Bagi para petani, di samping repot jika harus membawa sendiri karetnya yang sedikit itu jauh-jauh ke tempat lelang, mereka ternyata masih terikat erat dengan kaw puik. Suasana di tempat lelang sendiri, dengan cuma diikuti 6 pabrik crumb rubber, tak setegang di pasar lelang ikan. Harga begitu tertib seperti ada yang mengatur. Contohnya: harga-dasar karet KKK (kadar kering karet) 72% sekilonya Rp 137,50. Tanpa kelihatan ada persaingan yang seru terciptalah harga jadi Rp 220. Untuk karet KKK 67%, harga-dasar Rp 121,45, ada yang berani menawar sampai Rp 153. Begitu juga yang KKK 57, harga-dasar Rp 100,03 bisa memperoleh pembeli seharga Rp 155. Begitu teraturnya sang harga, sehingga banyak orang yang bertanya-tanya: jangan-jangan ini cuma lelang buatan. Artinya pabrik sengaja melelan karetnya sendiri untuk kemudian ditawarnya sendiri dengan harga tertinggi agar tak jatuh ke tangan orang lain. Seorang kaw puik yang ditemui TEMPO di atas perahu, membenarkan 'lelang' proforma macam itu. Karet yang berasal dari hutan sepanjang sungai Batanghari, kata kaw puik itu, memang milik pabrik PT Angkasa Raya. Tapi terpaksa masuk lelang dulu sebelum ke pabrik, "karena itu peraturan Gubernur", katanya. Mungkinkah karet itu ditawar dan jatuh ke pabrik lain?"Tak mungkin, karena siapapun-tahu karet ini bukan miliknya". "Dan Angkasa Raya nanti akan pasang harga paling tinggi, supaya karet ini tak jatuh ke tangan orang lain", tutur kaw puik. Rudy Maukar dari PT Jambi Waras memberi koreksi atas praktek pelelangan semacam itu. "Memang ada pelelangan proforma", katanya. "Tapi itu berlaku untuk karet yang kami beli sendiri dari luar daerah, dari Banjarmasin atau Pontianak". Memang agak aneh kedengarannya kalau karet milik sendiripun harus masuk lelang dulu sebelum ke pabrik. Menghindari agar tak terjadi salah beli karet milik pabrik lain, "orang-orang kita telah mengetahui lebih dulu sebelum pelelangan", kata Maukar. Menurut Maukar, kalau sistim lelang begini akan tetap dipertahankan, maka itupun harus dipraktekkan terhadap pabrikan luar Jambi (dari Palembang atau Padang), yang selama ini membeli karet dari Jambi tanpa melalui lelang. Menghadapi pengusaha di luar Jambi yang bebas membeli bahan baku langsung dari petani, keenam pabrik di Jambi, menurut Maukar, "kami merasa diadu di gelanggang lelang".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus