Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Komodo cakung cari kredit

Perusahaan kulit komodo timor jaya, mendapat banyak kesulitan. kantor pusatnya dipindahkan ke jakarta. perusahaan ini, ekspansi pabrik pan nici. djakfar djunaidy, selama 46 th berusaha di bidang ini. (eb)

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENDIRIKAN pabrik di luar Jawa -- apalagi di tempat terpencil seperti Timor -- memang banyak tantangannya. Ini dialami oleh PT Komodo Timor Jaya, yang 4 tahun lalu mencoba mendirikan pabrik kulit di SoE, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Selain tidak berhasil mendapatkan kredit Lewat cabang-cabang bank swasta & pemerintah di Kupang, pabrik yang menempati tanah seluas 4 Ha itu mendapat tentangan penduduk sekitarnya karena polusi bau kulit sapi. Padahal wakil presdir pabrik itu tak kurang dari Kusa Nope, Bupati TTS yang juga bekas Raja SoE, tempat pabrik itu didirikan. Dengan alasan mempermudah mencari kredit, minggu lalu para pemegang saham PT Komodo Timor Jaya memutuskan memindahkan kantor pusat dari Kupang ke Jakarta. Sedang proyek pabrik kulit baru yang akan menelan biaya Rp 600 juta, tetap akan berlokasi di Timor. Kusa Nope -- yang sebagai pegawai negeri menaati larangan Presiden untuk berusaha di bidang swasta -- mengundurkan diri. Sedang untuk mengepalai cabang Kupang ditunjuk Bastian Sine. Pemindahan kantor pusat ke Jakarta sekaligus mempererat tali kendali di tangan para pemegang saham Djakfar Djunaidy (alias Liu Yen Pin) dan anak-anaknya -- yang juga memiliki pabrik kulit terbesar di Jakarta, PT Pan Vici di Cakung. Djakfar, 65 tahun, selama 46 tahun berusaha di bidang perkulitan. "Yah, sava hidup dari kulit dan nantinya akan mati juga jadi kulit", katanya berkelakar pada TEMPO. Tahun 1935, dia sudah mendirikan pabrik kulit Victory di Jakarta Kota. Dua tahun lalu mesin-mesin pabrik kulit Victory yang sudah tua sebagian dijual. Kemudian dibangun pabrik kulit yang baru di kawasan industri Cakung. Maka tahun lalu berdirilah pabrik kulit PT Pan Vici yang sudah mampu menghasilkan 20 ribu kaki persegi kulit matang setiap hari, dengan omset bulanan antara Rp 50 s/d 100 juta. Langganannya yang terbesar adalah Hankam, yang sekali order memesan 10 ribu kaki persegi kulit matang untuk bahan baku sepatu ABRI Di pasaran luar negeri, Pan Vici tetap menjual kulitnya dengan merek 'Victory' cap Unta, sedang untuk pasaran dalam negeri dijual dengan merek 'Pan Vici' cap Badak. Teknisi pabrik terdiri dari tiga putera Djakfar yang berpendidikan di luar negeri. Ekspansi pabrik Pan Vici ke Timor maksudnya untuk mendekati sumber bahan baku (ternak). Kata K. Djunaidy, "harga kulit di Kupang cuma Rp 100 per kilo, sedang di Jakarta sudah mencapai Rp 600 sekilo". Makanya selain menambah produksi kulit matang di Timor, pabrik PT Komodo Timor Jaya itu nantinya juga akan memprodusir kulit setengah jadi untuk diolah lebih lanjut di pabrik Pan Vici, Cakung. Tinggal sekarang kegiatan pabrik Komodo Timor Jaya atau Komodo Leathers Factory membina peternakan rakyat yang lebih berkiblat pada ekspor daging, tanpa memperhatikan mutu kulit ternaknya. Ataukah sang Komodo juga akan buka ranch sendiri, seperti dilakukan Ponco Sutowo di Timor Tengah Utara?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus