Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Salah "Underwriter"

Suasana Bursa Efek Jakarta ramai. Ada beberapa saham jatuh & naik. PT Semen Cibinong tak jadi split. Sosok saham PT Mayatexdian Industry, Pakuan Jati, Lippo Pacific Finance, GSMF, JAPFA, Semen Cibinong.

28 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH-wajah ceberut, Jumat lalu, tampak di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Hari itu saham PT Mayatexdian Industry mulai diperdagangkan. Sehari sebelumnya Presdir Mayatexdian, Tahir, M.B.A., ada mengatakan bahwa tahun ini perusahaannya akan membagi dividen sekitar Rp 1 milyar. Para investor rupanya tidak terkesan. Mereka malah berusaha melepas saham Mayatex. Lagi pula, apalah artinya Rp 1 milyar, jika harus dibagikan kepada 8,5 juta lembar saham. Alhasil, hari itu harga saham Mayate cuma dihargai Rp 11.000, persis pada pasar perdana 18-2 September lalu. "Sial. Sebetulnya saya memang tak mau beli. Tapi ada pialang yang menyodorkan formulir," kata seorang wanita muda yang setiap hari mondar-mandir berdagang saham. Dua inang yang adalah muka baru di BEJ juga menyesal. "Kami sangka, saham Mayatex masih akan naik seperti Ficorinvest," ujar yang seorang. Investor pun mulai meragukan bonafiditas PT ASEAM. Lembaga keuangan milik BBD inilah yang menjadi penjamin emisi saham Mayatex, sekaligus penentu harga pasar perdananya. Tentang ini, mantan Ketua Bapepam Prof. Barli Halim berpendapat, jika saham bisa jatuh di pasar sekunder, itu berarti underwriter-nya kurang bonafide. Sementara itu, saham Pakuwon Jati belum juga dilirik. Jatuhnya saham ini menyebabkan investor ragu pada PT Danareksa. Lembaga keuangan itulah yang menentukan harga emisi saham Pakuwon Jati Rp 7.300. "Investasi di pasar modal kan jangka panjang. Investor belum melihat menara Tunjungan Plaza yang akan dibangun Pakuwon," tutur Direktur Tehnik Danareksa, Yannes Naibaho. Barli juga mengkritik underwriter yang menangani emisi saham perusahaan kelompoknya. Ia tak menyebut nama, tapi orang langsung bisa menduga sentilan itu ditujukan kepada PT Multicor, yang telah menangani emisi saham Lippo Pacific Finance. Sampai awal pekan ini, saham LPF memang belum sampai jatuh, tapi harganya bisa bertahan karena ditopang pembeli dari Grup Lippo. Suasana sedikit lain Senin pekan ini. Saham-saham Gajah (GSMF) dan Japfa mulai dicatat di papan transaksi bursa. Ternyata, hanya Bank Surya Indonesia yang mau menjual saham Gajah. Sedangkan yang mau beli ada beberapa, di antaranya Bank Rakyat Indonesia. Harga saham Gajah pun melonjak sampai Rp 11.500. Naik Rp 3.000 dari harga perdana yang Rp 8.500. Kalangan investor tampaknya yakin bahwa saham perusahaan milik keluarga Sultan Yogya itu cukup bagus. Sampai-sampai, seorang encik pekan lalu tampak beraksi di pasar gelap lantai IV BEJ. Dibantu beberapa ajudan, ia menampung saham-saham Gajah dari investor yang cuma memegang 25 lembar. Si kakek berani membeli saham-saham tersebut dengan harga Rp 9.250 dan membayar tunai. Penampilan saham Japfa tak kalah hebat. Pialang dari PT Aperdi itu membeli 6.700 lembar saham Japfa dengan harga Rp 7.900 per lembar, atau Rp 700 di atas harga pasar perdana bulan lalu. PT Ficorinvest, yang bertindak sebagai penjamin emisi saham perusahaan kelompok Ometraco dan Bimantara itu, tak tampak bergerak untuk mendongkrak harga. BNI, yang dulu mendongkrak saham Ficorinvest sampai dua kali di atas harga perdana, kali ini tampak sudah puas meraih capital gain 12% dari Japfa. Bank tersebut melemparkan 11.100 saham Japfa. Langkah BNI tersebut diikuti pialang PT Citra Mas Sekurindo, yang melepaskan 13.900 saham Japfa. Yang cukup menggegerkan pekan lalu adalah rencana pemecahan (split) setiap saham PT Semen Cibinong menjadi 15 lembar. Alasannya, saham tersebut sudah menjadi terlalu mahal, yakni sekitar Rp 170.000 per lembar. Izin konon telah diberikan Bapepam. Tapi entah mengapa, pihak PT Semen Cibinong kemudian meralat berita tersebut. Jika hal itu benar akan dilaksanakan, maka akan samalah artinya dengan mendevaluasi kurs rupiah terhadap saham di bursa. MW

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus