MENGELOLA sebuah keraton, seperti yang dilakukan Sultan Hamengku Buwono X, bukanlah perkara mudah. Selain untuk pemeliharaan keraton, Sultan juga membutuhkan dana untuk membayar gaji sekitar 1.450 abdi dalem. Padahal, sumbangan Pemerintah ke keraton setiap tahun hanya Rp 60 juta. Mungkin itulah yang mendorong Sri Sultan untuk terus berusaha agar keratonnya mandiri. Salah satu upaya adalah industri perhiasan imitasi. Menurut data BKPMD Yogya, untuk usaha ini Sultan akan mendirikan PT Double Aitch Mataram patungan antara PT Mataram International Demitra Corp. (perusahaan milik Sri Sultan) dan Chang Won Enterprise, Korea Selatan. Investasinya tak kurang dari US$ 750 ribu. Tapi, sebelum itu, Sultan juga telah memiliki PT Dwi Mitra Daya, yang bergerak di bisnis pemasangan telepon, dan PT Poenakawan (konstruksi). Selain itu, masih ada beberapa perusahaan peninggalan almarhum Sri Sultan HB IX. Seperti PT Nusantour Duta Djaja Investment, yang menanamkan modalnya di pabrik pipa PT Wavin Duta Djaja, kompleks pertokoan Duta Merlin Jakarta, 49% saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Pertiwi, Pabrik Gula Madubaru, dan dua hotel di Yogya (Ambarrukmo dan Srimanganti). Cukup banyak memang, tapi bukan berarti Keraton Yogya sudah berorientasi bisnis. Seperti pernah dikemukakan Sultan HB X kepada TEMPO, jika ada tender di sebuah instansi, dia tidak ngotot agar keluar sebagai pemenang. "Dapat pekerjaan ya syukur, tidak juga tak apa-apa."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini