Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Satu Pabrik Minyak Makan Merah Butuh Rp 23 Miliar, Produksi 10 Ton Per Hari

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan anggaran yang dikeluarkan untuk pembangunan satu pabrik minyak makan merah sebesar Rp 23 miliar.

26 Agustus 2022 | 16.06 WIB

Pekerja tengah mengisi minyak kedalam jirigen di kawasan Cipete, Jakarta, Senin, 29 November 2021.  Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan larangan penjualan minyak goreng curah akan diterapkan mulai 1 Januari 2022. Tempo/Tony Hartawan
material-symbols:fullscreenPerbesar
Pekerja tengah mengisi minyak kedalam jirigen di kawasan Cipete, Jakarta, Senin, 29 November 2021. Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan larangan penjualan minyak goreng curah akan diterapkan mulai 1 Januari 2022. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan anggaran yang dikeluarkan untuk pembangunan satu pabrik minyak makan merah sebesar Rp 23 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembiayaan tersebut berasal dari Lembaga Pengelola dan bergulir. Sedangkan pembangunan fisik pabrik dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Rp 23 miliar untuk 10 ton minyak makan merah per hari," tuturnya saat ditemui di kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta Selatan, Jumat, 26 Agustus 2022. 

Teten berujar pabrik minyak makan merah akan dibangun baru akan dibangun di di Sumatera Utara oleh 12 koperasi. Pembangunan pabrik akan dimulai pada Oktober 2022 dengan fasilitas teknologi pengelolaan minyak yang baru. 

Adapun pendistribusian mulai dilakukan pada Januari 2023. Harga minyak makan merah, kata Teten, akan lebih murah dibandingkan harga minyak goreng biasa, yaitu Rp 9 ribu per liter.

Teten menjelaskan, setiap 1.000 hektar perkebunan sawit, akan dibangun satu pabrik minyak makan merah atau di sekitar dua kecamatan pabrik. Artinya, biaya logistik akan lebih murah dibandingkan dengan biaya logistik minyak goreng biasa.  

Hal itu karena crude palm oil (CPO) yang diproduksi untuk minyak goreng biasa, biasanya diolah terlebih dulu di Jawa kemudian diedarkan ke Sumatera, Kalimantan, dan lainnya. Sedangkan produksi minyak makan merah akan terintegrasi. 

"Baya logistik lebih murah. Pasti di bawah harga minyak goreng," tuturnya. 

Lebih lanjut, Teten menambahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah melakukan perencanaan DED (Detail Engineering Desain) agar sesuai dengan standar dari BPOM.

Teten mengaku optimistis minyak makan merah akan laku dan dapat menjadi alternatif minyak goreng. Saat ini saja, kata dia, sudah ada banyak permintaan dari restoran untuk minyak makan merah. 

"Karena ini sangat bergizi, bahkan bisa dikembangkan turunannya untuk program stunting. Jadi ini saya kira sudah kita kerjakan dengan cepat juga. Mudah-mudahan tidak ada hambatan," ucapnya.

RIANI SANUSI PUTRI

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus