Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

SBMI Desak Pemerintah Selamatkan Pekerja Migran Korban Perdagangan Orang di Myanmar

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendesak pemerintah menyelamatkan pekerja migran Indonesia korban perdagangan orang di Myanmar.

29 Oktober 2024 | 18.43 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendesak pemerintah menyelamatkan semua pekerja migran asal Indonesia yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar. Organisasi ini menyebut belum seluruh korban dievakuasi pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Luar Negeri bersama kedutaan besar Yangon dan Bangkok serta jejaring di Myanmar baru-baru ini mengevakuasi sejumlah pekerja migran yang terjerat penipuan pekerjaan di Myawaddy, Myanmar. Mereka menjadi korban perdagangan manusia berkedok tawaran pekerjaan melalui modus penipuam daring atau online scam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banyak dari mereka dijanjikan pekerjaan sebagai admin komputer di Thailand. Tapi akhirnya mereka justru dipindahkan ke Myanmar dan dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat tidak manusiawi.

Koordinator Advokasi SBMI, Yunita Rohani, menyambut baik upaya evakuasi pemerintah. Namun, ia mengatakan pemerintah harus bertindak lebih jauh untuk memastikan semua korban pulang dengan selamat. "Hak mereka untuk dilindungi sebagai warga negara harus diprioritaskan,” ucapnya lewat keterangan tertulis, Senin, 28 Oktober 2024.

Yunita mengatakan, kondisi para pekerja migran di sana sangat buruk. Mereka bekerja di bawah tekanan tanpa bayaran dan mengalami kekerasan fisik maupun psikologis. Keterlambatan dalam proses penyelamatan, kata dia, hanya akan memperburuk kondisi mereka.

SBMI meminta pemerintah agar tidak hanya fokus pada beberapa korban yang sudah dievakuasi, tapi menjamin keselamatan setiap pekerja migran yang terjebak. Organisasi ini juga mendesak pemerintah mempercepat proses penyelamatan dan pemulihan hak-hak para korban, sekaligus memastikan tindakan preventif untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.

“Mereka yang masih berada di Myawaddy terus menghadapi tekanan fisik dan mental, dan setiap hari yang berlalu menambah penderitaan mereka,” tutur Yunita.

Menurut, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, jumlah korban yang diadukan berjumlah 11 orang. Sebanyak 8 korban berasal dari Sukabumi, Jawa Barat; 2 orang asal Bandung; dan 1 dari Bangka Belitung. Dari 11 korban, 10 orang merupakan laki-laki, sedangkan 1 sisanya perempuan.

Ia mengatakan, telah mendalami berbagai modus yang dilakukan perekrut dalam kasus online scam tersebut. Mereka dijanjikan bekerja sebagai marketing, customer service, serta admin kripto. Saat direkrut mereka dijanjikan bekerja di Thailand.

Namun korban online scam dibawa masuk menuju ke Myawaddy, Myanmar. Sebanyak 11 korban penipuan ini dipaksa melakukan scaming. Setelah tiba Myawaddy, korban juga mengalami ancaman. "Termasuk ancaman diperjualbelikan ke perusahaan yang lain jika tak mampu memenuhi target yang sudah ditetapkan," tutur Judha di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Senin, 26 Agustus 2024.

Menurut Judha, ancaman itu diberikan kepada korban saat mereka tak bisa memenuhi target perekrutan korban baru. Misalnya, setiap korban harus bisa merekrut korban baru sebanyak 10 orang.

Ikhsan Reliubun berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus