Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) atau Kepala Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Rosan Perkasa Roeslani resmi mengumumkan struktur kepengurusannya pada Senin, 24 Maret 2025. Pengurus Danantara tersebut terdiri dari Dewan Pengawas, Dewan Pengarah, Dewan Penasihat, Komite Pengawasan dan Akuntabilitas, Board of Danantara, Managing Director, Holding Operasional, serta Holding Investasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak hanya warga negara Indonesia (WNI), Rosan memilih beberapa tokoh dunia untuk membantu mengelola sovereign wealth fund (SWF) atau dana investasi terbaru Pemerintah Indonesia bentukan Presiden Prabowo Subianto itu. Namun, penunjukan puluhan pengurus Danantara diketahui menimbulkan sejumlah kontroversi. Apa saja?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keponakan Luhut jadi CIO
Jabatan Chief Investment Officer (CIO) atau Pelaksana di Bidang Investasi Danantara diisi Pandu Patria Sjahrir. Pandu merupakan putra dari pasangan ekonom Sjahrir, dan Nurmala Kartini Sjahrir, yang merupakan adik dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan.
Sebelumnya, Luhut menegaskan jajaran petinggi Danantara tidak akan diisi 'orang titipan'. Luhut mengatakan pengelolaan dana investasi di Danantara akan dilakukan secara profesional. “Ini tidak akan dikelola oleh, mungkin seseorang titip-titip bahasanya, yang direkomendasikan oleh ini dan itu,” kata Luhut dalam acara Economic Outlook 2025 di kawasan SCBD, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2025. “Itu tidak akan terjadi, karena dijalankan oleh profesional,” lanjut dia.
Rangkap Jabatan
Para pengurus Danantara juga banyak berasal dari kalangan menteri dan pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Misalnya, Dewan Pengarah yang diisi oleh sejumlah menteri Kabinet Merah Putih, meliputi Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menteri koordinator, dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.
Di tingkat Board of Danantara, ada Rosan yang masih aktif sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Lalu, Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria menjadi Chief Operation Officer (COO) atau Pelaksana di Bidang Operasional Danantara.
Berikutnya, Deputi Bidang Hukum dan Peraturan Perundang-undangan Kementerian BUMN Robertus Bilitea menjadi Managing Director Legal; serta Wakil Ketua Dewan Direktur - Deputi CEO Indonesia Investment Authority (INA) Arief Budiman menjadi Managing Director Finance.
Kemudian, Anggota Dewan Direktur - Deputi CIO INA Stefanus Ade Hadiwidjaja menjadi Managing Director Investment di bawah CIO Danantara; Staf Khusus (Stafsus) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Reza Yamora Siregar menjadi Managing Director atau Chief Economist; serta Komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Bono Daru Adji menjadi Managing Director Legal di bawah CIO Danantara.
Penempatan Thaksin Shinawatra
Penunjukan mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra sebagai salah satu anggota Dewan Penasihat Danantara turut menuai pro dan kontra. Ayah dari Perdana Menteri Thailand yang kini masih menjabat, yaitu Paetongtarn Shinawatra tersebut mempunyai catatan buruk akibat keterlibatan dalam sejumlah skandal.
Melansir Britannica, Thaksin diketahui pernah terseret beberapa kasus, termasuk tuduhan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Sejak dijatuhi sanksi oleh pengadilan Thailand pada 2008, dia sudah sempat mengasingkan diri ke Dubai selama 15 tahun, hingga akhirnya kembali ke negaranya pada 2023.
Pemilihan Thaksin yang terjerat dalam kasus dugaan korupsi itu dinilai bertolak belakang dengan pernyataan Prabowo. Sebelumnya, Presiden mengatakan ingin menerapkan manajemen bebas korupsi dalam pengelolaan Danantara.
“Saya akan melawan korupsi dengan sekeras-kerasnya, dengan segala tenaga dan upaya yang bisa saya kerahkan tanpa pandang bulu. Prinsip yang sama akan menjadi fondasi dalam pengelolaan Danantara Indonesia,” ucap Prabowo dalam acara peluncuran Danantara di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 24 Februari 2025.
Mantan Presiden sebagai Dewan Pengarah
Danantara juga “merekrut” dua mantan Presiden RI ke dalam struktur kepengurusan. Pemilihan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai Dewan Pengarah tersebut turut menyita perhatian.
Sebelumnya, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia menilai langkah itu akan menjadi bencana bagi profesionalisme dan meritokrasi di tubuh superholding BUMN Danantara.
“Jika rencana tersebut direalisasikan (mantan presiden di Danantara), maka good governance maupun good corporate akan menjadi angan-angan semata bagi superholding tersebut,” ujar Yassar ketika dihubungi, Selasa, 18 Februari 2025.
Djamal Attamimi dalam Basis Data Offshore Leaks ICIJ
Djamal Nasser Attamimi juga ditarik menjadi Managing Director Finance di bawah CIO. Setelah resmi bergabung dengan Danantara, Djamal diketahui mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisaris PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), perusahaan milik Luhut, yang juga sempat menjadi tempat bekerja Pandu Patria Sjahrir sebagai Wakil Direktur.
Adapun Djamal tercatat dalam basis data offshore leaks oleh International Consortium of Investigative Journalists Inc atau Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ). Berdasarkan laporan ICW bertajuk “Siapa di Balik Pembangkit Listrik?” pada 2020, Djamal bertindak sebagai penengah dari tiga perusahaan, yaitu MPC Capital Ltd, Platinum Capital Ventures, dan Delta Advisory Pte Ltd.
Offshore leaks sendiri merupakan basis data yang berisi informasi tentang kebocoran lepas pantai yang diinvestigasi oleh ICIJ. Offshore leaks terlahir dari 2,5 juta catatan rahasia yang berisi 750.000 nama dan perusahaan, termasuk petinggi negara hingga presiden yang diduga terlibat dalam kejahatan penghindaran pajak.
Offshore leaks menginisiasi kolaborasi investigasi lintas benua yang menghadirkan produk investigasi berbasis data, seperti Panama Papers (2016), Bahama Leaks (2016), Paradise Papers (2017 dan 2018), serta Pandora Papers (2021).
Ervana Trikarinaputri, Caesar Akbar, Dinda Shabrina, Eka Yudha Saputra, dan Yefri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.