Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sejarah Eiger, Brand Lokal yang Produknya Berlabel 'Made in China'

Brand lokal Eiger akhir-akhir ini cukup ramai karena produknya yang berlabel Made in China, berikut sejarah Eiger

3 Mei 2023 | 17.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa waktu belakangan ini, produsen pakaian dan perlengkapan outdoor asal Indonesia, Eiger tengah mendapat sorotan publik. Hal ini terjadi usai produknya yang berlabel buatan China tersebar di media sosial dan menjadi perbincangan warganet. Menanggapi hal ini PR Executive Eiger, Shulhan Syamsur Rijal, membenarkan jika produk berlabel Made in China tersebut memang produk asli Eiger.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, meski didirikan di Bandung, Eiger kini telah menjadi perusahaan ritel dan distribusi, sehingga tidak lagi berfokus pada produksi. Hal ini membuat banyak produk Eiger yang dihasilkan dari pemasok, baik dalam maupun luar negeri. Meski begitu, Shulhan dapat memastikan jika produk yang disuplai dari luar negeri jumlahnya masih sedikit dan hanya berlaku untuk produk tertentu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantas, bagaimana sejarah Eiger dari berdiri hingga memiliki ratusan gerai yang tersebar di seluruh Indonesia? Simak informasi selengkapnya berikut ini.

Sekilas Tentang Eiger

Eiger merupakan perusahaan di bidang manufaktur dan ritel peralatan yang cukup terkenal di Indonesia. Perusahaan yang memiliki nama PT Eigerindo Multi Produk Industri ini didirikan oleh Ronny Lukito sejak 1989 silam di Bandung. Adapun kata Eiger yang digunakan sebagai nama perusahaan terinspirasi dari sebuah gunung yang berada di Alpen Bernese, Swiss, bernama Eiger yang memiliki ketinggian 3.970 meter di atas permukaan laut.

Dilansir dari eigeradventure.com, Eiger diluncurkan sebagai produk dalam negeri untuk memenuhi berbagai kebutuhan perlengkapan dan peralatan untuk gaya hidup para penggiat alam terbuka. Kini, Eiger menyediakan tiga kategori produk utama, yaitu Mountaineering yang berfokus pada kegiatan pendakian gunung, Riding yang berorientasi pada penjelajahan sepeda motor, dan Authentic 1989 yang terinspirasi dari gaya klasik pencinta alam dengan desain yang lebih casual dan stylish.

Saat ini, Eiger Adventure menjadi salah satu produk lokal yang populer di kalangan generasi millenial dan generasi Z, khususnya para pencinta alam. Variasi produk yang ditawarkan oleh brand asal Bandung ini cukup beragam dan berkualitas karena dilengkapi dengan teknologi terbaik untuk perlengkapan adventure atau petualangan. Hal inilah yang membuat Eiger terus berkembang hingga saat ini. Bahkan, selain menjangkau seluruh Indonesia, jaringan distribusi Eiger juga telah meluas hingga ke mancanegara.

Sejarah Eiger

Awal mula Eiger dimulai dari Ronny Lukito yang berusaha mengembangkan usaha toko tas milik ayahnya yang berada di sebuah rumah kecil di daerah Gang Thamrin, Bandung. Pada awalnya, laki-laki lulusan Sekolah Teknik Mesin (STM) ini mulai memproduksi tas dengan nama Butterfly. Nama ini diambil dari merek mesin jahit yang digunakannya waktu itu.

Untuk melancarkan usahanya, Ronny akhirnya membeli dua buah mesin jahit, peralatan, dan bahan baku pembuatan tas dengan modal kurang dari Rp 1 juta. Pada 1979, dia pun mengubah nama produknya menjadi Exxon. Sayangnya, nama ini digugat oleh perusahaan Exxon Oil Amerika Serikat. Akhirnya nama produknya diubah menjadi Export yang merupakan singkatan dari Exxon Sport.

Pada 1989, nama Eiger dicetuskan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan para pencinta alam. Tak disangka, nama ini membuat usaha Ronny berkembang dengan pesat. Dari usaha berskala rumahan, Ronny berhasil membeli tanah di kawasan Kopo, Kota Bandung, seluas 6.000 meter untuk menjadi pabrik Eiger. Usaha perlengkapan outdoor ini terus berkembang hingga mampu membuka EST Store di Jalan Sumatra dan Outlive store di Jalan Setiabudi, Kota Bandung.

Merasa cukup sukses, Ronny berinvestasi di bidang properti dengan mengambil pinjaman dari bank. Sayangnya, perhitungan ini meleset karena terjadi krisis moneter pada 1998. Kesalahan ini membuat aset pabrik Eiger disita dan Ronny harus melunasi hutang di bank sebesar Rp 4,5 miliar. Pada 2003, bos Eiger tersebut mampu melewati masa sulit itu tanpa kehilangan aset.

Kini Eiger telah menghasilkan berbagai brand berkualitas, seperti Export, Bodypack, dan Outlive. Bahkan, saat ini Eiger sudah memiliki lebih dari 250 gerai fisik yang tersebar di seluruh Indonesia.

RADEN PUTRI 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus